1. News
  2. Nasional

UBN: Gaza Bukan Kelaparan, Tapi Sengaja Dilaparkan

Samir Musa
Diperbaru: Jumat, 8 Agustus 2025 / 14 Safar 1447 07:12
UBN: Gaza Bukan Kelaparan, Tapi Sengaja Dilaparkan

SINJAI (Arrahmah.id) – Ulama dan aktivis kemerdekaan Palestina, Ustaz Bachtiar Nasir (UBN), menegaskan bahwa penderitaan rakyat Gaza saat ini bukan sekadar akibat kelaparan, melainkan karena mereka sengaja dibuat lapar oleh kekuatan yang memblokade wilayah tersebut.

“Gaza itu tidak kelaparan. Gaza dilaparkan. Makanan numpuk di Mesir. Tapi Gaza diblokade,” ujar UBN dalam forum Silaturahim dan Tudang Sipulung di Sinjai, Sulawesi Selatan, Kamis malam (7/8/2025).

Menurutnya, sejak 2024, “Israel” menguasai penuh akses di dalam Gaza, sementara Mesir mengontrol pintu luar di perbatasan Rafah. Kondisi ini membuat Gaza terkunci rapat dari dua sisi.

“Secara fisik tentu ‘Israel’ yang blokade. Sejak 2024, ‘Israel’ kuasai Gaza dari dalam. Mesir kuasai pintu luar. Sebetulnya ini seperti membunuh dari dalam,” ungkap Ketua Umum DPP Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) itu.

UBN juga menyoroti kenaikan harga bahan pangan yang melonjak tajam akibat blokade, termasuk harga tepung yang disebutnya “menggila”. Ia menyebut ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi perang demi keuntungan pribadi.

“Ini yang disebut mafia perang. Bahkan bantuan dari kita, kalau mau masuk Gaza mereka minta 50 persen. Itu mafia,” tegasnya, tanpa menyebut pihak tertentu.

Camp David dan Peran Mesir

UBN menjelaskan, salah satu alasan Mesir menutup pintu Rafah adalah perjanjian Camp David dengan “Israel” dan Amerika Serikat. Kesepakatan itu membuat Mesir menjadi penerima bantuan militer terbesar kedua dari AS setelah “Israel”.

“Camp David jadi alasan Mesir menutup pintu Rafah. Mesir dapat bantuan dari Amerika, bahkan terbesar kedua setelah ‘Israel’,” ujarnya.

Perjanjian Camp David sendiri merupakan kesepakatan damai antara Mesir dan “Israel” pada 1978 yang dimediasi Presiden AS Jimmy Carter. Perjanjian ini menjadikan Mesir sebagai negara Arab pertama yang mengakui “Israel”, dengan imbalan miliaran dolar bantuan militer dan ekonomi dari AS yang terus mengalir hingga kini.

Kritik untuk Dunia Islam

UBN menilai dunia Islam ikut bertanggung jawab atas penderitaan Palestina karena diam atau bahkan mendukung narasi yang menyalahkan perlawanan Palestina atas peristiwa 7 Oktober.

“Blokade terbesar itu justru dunia Islam sendiri. Di PBB, negara-negara Islam yang dipimpin Prancis dan Arab Saudi malah menyalahkan serangan 7 Oktober,” kata UBN.

Ia juga menolak gagasan two-state solution atau solusi dua negara karena dinilai tidak realistis.

Two-state solution itu hanya memuaskan akal. Menarik di meja perundingan, tapi tidak akan pernah terjadi. Tidak mungkin dua entitas yang saling bertolak belakang bisa hidup berdampingan,” tegasnya.

Indonesia dan Solidaritas Palestina

UBN menekankan pentingnya peran Indonesia dalam membela Palestina karena dinilai tidak memiliki kepentingan politik dalam konflik tersebut.

“Kenapa Palestina sangat mengharapkan Indonesia? Karena hanya Indonesia yang tulus, tidak punya kepentingan politik. Negara lain punya kepentingan kekuasaan,” ungkapnya.

Ia juga menyinggung Iran yang menurutnya menghentikan serangan ke “Israel” karena ada kepentingan politik dan negosiasi tertentu.

“Kenapa Iran berhenti menyerang ‘Israel’? Tentu ada negosiasi. Iran bisa saja berkata: saya berhenti perang, tapi saya dapat apa di Timur Tengah? Semua ini saling terkait,” ujarnya.

Dikenal sebagai tokoh penggerak solidaritas Palestina di Indonesia, UBN merupakan inisiator gerakan Indonesia Peace Convoy (IPC) yang menggalang dukungan publik untuk Palestina. Pekan ini, UBN memimpin aksi IPC di Bone, Bulukumba, dan Sinjai, yang diperkirakan akan dihadiri ribuan masyarakat di tiga kabupaten tersebut.

(Samirmusa/arrahmah.id)