1. News
  2. Internasional

Sebut Reuters Jadi Corong Propaganda ‘Israel’, Jurnalis Foto Kanada Pilih Mundur

Zarah Amala
Diperbaru: Rabu, 27 Agustus 2025 / 4 Rabiul awal 1447 09:50
Sebut Reuters Jadi Corong Propaganda ‘Israel’, Jurnalis Foto Kanada Pilih Mundur
Jurnalis foto asal Kanada, Valerie Zink, mengundurkan diri dari Reuters setelah delapan tahun bekerja, mengecam liputan kantor berita tersebut tentang Gaza sebagai "pengkhianatan terhadap jurnalis". (Foto: via @valeriezink halaman X)

GAZA (Arrahmah.id) – Jurnalis foto asal Kanada, Valerie Zink, mengundurkan diri dari Reuters setelah delapan tahun bekerja, dengan menuduh kantor berita itu melakukan “pengkhianatan terhadap jurnalis” serta “membenarkan dan memungkinkan” pembunuhan 245 pekerja media di Gaza.

“Bagi saya, sudah mustahil untuk tetap berhubungan dengan Reuters, mengingat perannya dalam memungkinkan pembunuhan sistematis terhadap 245 jurnalis di Gaza,” tulis Zink pada Selasa (26/8/2025) di X.

Zink, yang selama ini bekerja sebagai kontributor lepas Reuters dan hasil fotonya banyak dipublikasikan di media internasional seperti The New York Times dan Al Jazeera, melontarkan kritik keras terhadap liputan Reuters usai pembunuhan jurnalis Palestina Anas al-Sharif dan rekan-rekannya pada 10 Agustus.

Ia menuding Reuters memperkuat klaim ‘Israel’ yang “sepenuhnya tak berdasar” bahwa asy Syarif adalah anggota Hamas, “salah satu dari sekian banyak kebohongan yang dengan patuh diulang dan dilegitimasi oleh media seperti Reuters,” ujarnya.

“Saya menghargai pekerjaan saya bersama Reuters selama delapan tahun terakhir, tetapi saya tidak bisa lagi mengenakan kartu pers ini tanpa rasa malu dan duka yang mendalam,” tambahnya.

Zink juga menekankan bahwa sikap Reuters yang kerap menggemakan propaganda ‘Israel’ tidak membuat stafnya sendiri aman dari serangan.

Mengenang keberanian para jurnalis Gaza, ia berkata: “Saya tidak tahu bagaimana cara yang tepat untuk menghormati pengorbanan para jurnalis di Gaza, mereka yang paling berani dan terbaik yang pernah ada, tapi saya akan mengarahkan setiap kontribusi yang bisa saya berikan dengan itu di benak saya. Saya berutang setidaknya sebanyak ini, bahkan lebih, kepada rekan-rekan saya di Palestina.”

Zink juga menyinggung pembunuhan enam jurnalis, termasuk juru kamera Reuters Hossam al-Masri, dalam serangan ‘Israel’ pada Senin (25/8) di Kompleks Medis Nasser, Khan Yunis. Ia menggambarkan pola itu sebagai serangan “double tap”: membombardir lokasi sipil seperti rumah sakit atau sekolah, lalu melancarkan serangan kedua ketika tenaga medis, relawan penyelamat, dan jurnalis tiba di lokasi.

Mengutip jurnalis investigasi Jeremy Scahill, Zink menilai media Barat, mulai dari The New York Times hingga Reuters, telah bertindak layaknya “ban berjalan propaganda ‘Israel’,” yang merias kejahatan perang, meniadakan sisi kemanusiaan para korban, sekaligus mengkhianati kolega sendiri dan etika jurnalistik paling dasar.

Dengan mengulang “rekayasa genosida Israel” tanpa kritik, kata Zink, media Barat justru ikut menciptakan kondisi yang membuat jumlah jurnalis terbunuh di Gaza dalam dua tahun terakhir melampaui konflik besar lain di dunia.

Tewasnya enam pekerja media di Khan Yunis menambah daftar jurnalis Palestina yang dibunuh sejak Oktober 2023 menjadi setidaknya 246 orang.

Sejak saat itu pula, perang ‘Israel’ di Gaza telah menewaskan lebih dari 62.700 warga Palestina, meluluhlantakkan wilayah itu, dan mendorong penduduknya ke jurang kelaparan.

Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. ‘Israel’ juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perang di Gaza. (zarahamala/arrahmah.id)