JAKARTA (Arrahmah.id) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendesak pemerintah untuk memberi label peringatan pada makanan dan minuman dengan kandungan gula tinggi.
Langkah ini diambil untuk menekan tingginya kasus diabetes di Indonesia.
“Situasi ini telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan sehingga banyak ahli menyebut Indonesia berada dalam kondisi ‘darurat gula’ dan ‘darurat jantung’,” kata Wakil Ketua Lembaga Kesehatan (LK) MUI, Dr. dr. Bayu Wahyudi, Kamis (25/9/2025), dikutip dari MUI Digital.
Dokter Bayu menyebut data terkini menunjukkan prevalensi diabetes meningkat signifikan, termasuk di kalangan usia muda.
Penyakit tidak menular akibat diabetes melitus dan penyakit jantung menjadi kontributor utama masalah kesehatan serius di Indonesia.
Biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk penyakit jantung mencapai Rp 11–12 triliun per tahun, begitu pula untuk diabetes melitus dengan cuci darah yang termasuk lima besar pembiayaan BPJS.
Ia mendesak pemerintah menerapkan kebijakan berbasis bukti dengan promosi dan pencegahan gaya hidup sehat. Selain itu, regulasi pembatasan produk berisiko tinggi, termasuk makanan dan minuman bergula tinggi, harus diterapkan secara tegas.
MUI juga mendorong kebijakan fiskal berupa pajak tinggi bagi produk gula tinggi agar konsumen terdorong memilih alternatif lebih sehat, sementara hasil pajak digunakan untuk biaya kesehatan.
“Pelabelan produk harus menggunakan kode warna (merah-kuning-hijau) agar konsumen mudah mengenali produk kurang sehat,” jelas Dokter Bayu. Ia menambahkan, pemerintah perlu membatasi iklan makanan dan minuman tinggi gula, terutama pada jam tayang anak-anak dan media yang menargetkan anak-anak.
Selain itu, Lembaga Kesehatan MUI meminta penerapan zona bebas gula di sekitar sekolah serta pelarangan penjualan makanan dan minuman tinggi gula di kantin dan lingkungan sekolah.
Langkah-langkah ini dinilai penting untuk menurunkan risiko diabetes dan penyakit jantung, serta mendorong masyarakat hidup lebih sehat sejak dini.
(ameera/arrahmah.id)