(Arrahmah.id) — Sebagai muslim, kita terikat keharusan untuk memandang semua peristiwa dengan perspektif Ilahi. Hal ini merupakan konsekuensi status kita sebagai hamba di hadapan Allah. Sebagaimana prajurit, ia tak punya agenda sendiri, ia hanya menurut pada agenda panglima tertinggi. Karenanya, tak punya cara pandang sendiri. Posisi sebagai hamba bahkan lebih rendah dibanding posisi sebagai prajurit, karena itu tingkat ketundukan hamba harus lebih tinggi dibanding prajurit.
Perang antara Iran dengan “Israel” harus dipandang dengan perspektif ini. Kita perlu memahami bagaimana pandangan Allah terhadap peristiwa tersebut. Tentu saja tidak dengan cara bertanya langsung kepada Allah, tapi dengan merujuk pada firman-Nya.
Inilah problemnya. Firman-Nya sudah ada sejak 1.500 tahun yang lalu, sementara peristiwanya baru saja terjadi. Tapi itulah keunikan Al-Qur’an, sudah menyediakan sejumlah teori yang bisa dipakai untuk memahami peristiwa yang baru terjadi dengan cara pandang Ilahi. Karena itu kita akan mencoba untuk menemukannya.
Sunnatullah: Benturan Antar Kekuatan Manusia
Dahulu, ketika pasukan Abrahah datang menyerbu Ka’bah, cara Allah menghancurkannya adalah dengan mendatangkan burung Ababil yang membawa batu kerikil api. Hal ini disebabkan tak ada kekuatan manusia di Makkah yang mampu menghalau kebengisan Abrahah.
Tapi zaman sudah berubah. Tatkala manusia sudah bisa membuat senjata yang memiliki daya hancur yang bahkan melebihi batu api burung Ababil, maka Allah tak memerlukan kehadiran burung Ababil. Allah cukup membuat plot konflik sesama manusia, lalu masing-masing pihak menjadi burung Ababil buat yang lain.
Maknanya, senjata Iran memainkan peran sebagai burung Ababil yang dipakai oleh Allah untuk membakar “Israel”. Sebaliknya, senjata “Israel” menjadi burung Ababil yang digunakan oleh Allah untuk membakar Iran. “Israel” berlumuran darah umat Islam Palestina, sementara Iran berlumuran darah Ahlus Sunnah di Suriah, Irak, Lebanon, dan Yaman. Keduanya saling membakar sebagai hukuman dari Allah.
Teori sunnatullah ini ada dalam Al-Qur’an dalam firman-Nya:
فَهَزَمُوهُم بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَـٰكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ (٢٥١)
تِلْكَ آيَاتُ اللَّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ ۚ وَإِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ (٢٥٢)Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan Dawud membunuh Jalut. Kemudian Allah menganugerahinya (Daud) kerajaan dan hikmah (kenabian); Dia (juga) mengajarinya apa yang Dia kehendaki. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Akan tetapi, Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan-Nya) atas seluruh alam.
Itulah ayat-ayat Allah. Kami membacakannya kepadamu (Nabi Muhammad) dengan benar. Sesungguhnya engkau benar-benar termasuk di antara para rasul.
(Al-Baqarah: 251–252)
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ (٣٩)
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِم بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنصُرَنَّ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (٤٠)(Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dizalimi. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka. (39)
(Yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami adalah Allah.” Sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya telah dihancurkan biara-biara, gereja-gereja, sinagog-sinagog, dan masjid-masjid yang banyak disebut nama Allah di dalamnya. Dan sesungguhnya Allah akan menolong siapa yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
(Al-Hajj: 39–40)
39. Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka dizalimi. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa membela mereka.
40. (Yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya, tanpa alasan yang benar hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami adalah Allah.” Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja, sinagoge-sinagoge, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sungguh, Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa.
Kesimpulan yang Bisa Ditarik dari Dua Ayat Ini:
Pertama:
Cara Allah menghentikan keganasan (kezaliman) suatu kaum tidak lagi menggunakan tentara-Nya yang bukan manusia – seperti burung Ababil – tapi Allah manfaatkan tangan manusia untuk menghukum manusia lain.
Kedua:
Berarti jika kaum beriman ingin menghentikan kezaliman kaum kafir, mau tak mau harus pakai tangan orang beriman sendiri. Tak bisa lagi mengandalkan burung Ababil. Sebab sunnatullah ini berlaku universal, baik bagi kaum beriman maupun bagi kaum kafir.
Ketiga:
Tapi jika kaum beriman sudah mau berpayah-payah menggunakan tangan sendiri untuk melawan kaum kafir, niscaya Allah akan membantu, tidak dibiarkan bertarung sendiri sebagaimana kaum kafir melawan kaum kafir.
Kesimpulan ini kita ambil dari kalimat yang ada di ayat kedua:
“Sungguh, Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.” (Al-Hajj/22:40)
Maksudnya, jika orang beriman menggunakan tangannya untuk memerangi kaum kafir dalam rangka membela agama Allah, maka Allah pasti akan bantu. Inilah rahasianya mengapa jihad yang dilakukan umat Islam sepanjang sejarah menghasilkan rangkaian kemenangan gemilang. Rahasianya adalah karena yang bertarung bukan hanya tangan kaum beriman, tapi dibantu Allah.
Sementara kaum kafir yang menjadi lawannya tidak dibantu Allah, hanya mengandalkan tangan mereka sendiri. Tapi janji Allah ini hanya berlaku jika syarat dan ketentuannya dipenuhi. Syaratnya adalah perang yang dilakukan benar-benar murni membela Allah, atau dengan kata lain di jalan Allah. Jika orang beriman berperang tapi motifnya untuk kepentingan dunia atau politik pribadi, maka Allah tidak akan membantu. Perangnya bukan di jalan Allah, tapi di jalan jahiliyah.
Perang Membuka Pintu Hukuman Allah
Perang yang dilakukan kaum beriman terhadap kaum kafir dan zalim akan menjadi pintu bagi Allah untuk menghukum mereka. Jika kaum beriman tidak melakukannya, pintu itu selamanya akan tertutup.
Karenanya, kaum kafir yang menzalimi orang beriman akan terus langgeng di atas singgasana kekuasaannya, sebab pintu hukuman di dunia itu masih terkunci.
Kaum Yahudi datang merampas tanah umat Islam Palestina. Selama 40 tahun pertama, mereka nyaman membantai dan mengusir umat Islam sebab umat Islam belum serius melawan dengan perang.
Memang terjadi perang yang dilakukan Mesir, Yordania, dan Suriah melawan “Israel”, tapi perang yang dilakukan bukan murni karena loyalitas kepada Allah, tapi lebih karena sentimen kebangsaan.
Setelah lahir intifadhah pada 1987, meski awalnya hanya dengan batu, “Israel” mulai terganggu. Puncaknya pada 7 Oktober 2023 ketika pejuang Gaza mengobarkan perang dengan tajuk Thufanul Aqsha.
Perangnya dilandasi loyalitas kepada Allah, syiar-Nya (Masjidil Aqsha), dan membebaskan tanah air umat Islam di Palestina. Pintu hukuman Allah telah dibuka untuk “Israel”. Maka lihatlah, barakah di balik Thufanul Aqsha terus mengalir tak berhenti.
Ketika pejuang Gaza tak punya kemampuan untuk membakar Tel Aviv dengan rudal canggih, Allah gerakkan Iran untuk melakukannya – tidak dengan burung Ababil.
Padahal sebelumnya banyak yang skeptis dengan keseriusan Iran dalam permusuhannya melawan “Israel”, karena dipandang punya kesamaan agenda, yaitu sama-sama membenci umat Islam (Ahlus Sunnah).
Sesuatu yang sebelumnya dianggap gimmick, ternyata serius.
Sebelumnya, Allah gerakkan Hizbullah di Lebanon untuk menghajar “Israel”. Lalu Houtsi di Yaman juga ikut masuk gelanggang. Kemudian, dukungan masyarakat internasional terhadap “Israel” kini luntur, bahkan berbalik mendukung Palestina.
Ini semua terjadi karena barakah perang yang berfungsi membuka pintu pertolongan Allah. Teori sunnatullah ini diterangkan dalam ayat berikut:
قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُّؤْمِنِينَ ١٤ وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ ۗ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَىٰ مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
14. Perangilah mereka! Niscaya Allah akan mengazab mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu, menghinakan mereka, dan memenangkan kamu atas mereka, serta melegakan hati kaum mukmin.
15. Dan menghilangkan kemarahan (dari) hati mereka (orang-orang mukmin). Allah menerima tobat siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
(At-Taubah: 14–15)
Jadi, perang yang dilakukan kaum beriman menjadi pembuka pintu turunnya azab Allah untuk kaum kafir yang selalu menzalimi umat Islam. Tanpa perang – misalnya diganti dengan perundingan – niscaya singgasana kaum kafir akan tetap aman dan tak runtuh.
Tapi ketika kaum beriman sudah mau berkorban, berpayah-payah, bersabar, dan bertawakal kepada Allah melalui peperangan, hari keruntuhan kaum kafir tinggal menunggu waktu.
Kepastian Hadirnya Loyalis Allah
Terdapat satu sunnatullah yang pasti akan terjadi sepanjang zaman, yaitu selalu hadirnya satu kelompok yang berdiri tegak membela Islam dan umat Islam saat mayoritas yang lain lalai.
Kehadiran kelompok ini selalu mencuri perhatian karena mereka melawan arus. Saat mayoritas umat Islam sudah terlena dengan kalkulasi duniawi dan jiwa perlawanan telah mati, mereka dengan percaya diri hadir untuk menantang kezaliman, meski sendirian.
لا تَزالُ طائِفَةٌ مِن أُمَّتي يُقاتِلُونَ علَى الحَقِّ ظاهِرِينَ إلى يَومِ القِيامَةِ، قالَ: فَيَنْزِلُ عِيسَى ابنُ مَرْيَمَ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ، فيَقولُ أمِيرُهُمْ: تَعالَ صَلِّ لَنا، فيَقولُ: لا، إنَّ بَعْضَكُمْ علَى بَعْضٍ أُمَراءُ تَكْرِمَةَ اللهِ هذِه الأُمَّةَ
Nabi ﷺ bersabda: “Akan selalu ada di tengah umatku satu kelompok yang berperang di atas al-haqq dan akan selalu dominan hingga datang kiamat.” Nabi ﷺ menambahkan: “Lalu Isa bin Maryam `alaihis-salaam turun, lalu pemimpin kelompok itu berkata, ‘Kemarilah, shalatlah untuk kami (sebagai imam).’ Isa menjawab, ‘Tidak, karena imam kalian dari kalangan kalian sendiri, sebagai penghormatan Allah terhadap umat ini.’”
(HR. Muslim)
Hadits ini mengabarkan tentang sebuah sunnatullah, agar umat Islam mengerti bahwa Allah punya agenda sendiri yang dilakukan dengan cara-Nya sendiri. Allah Mahakuasa; apapun yang direncanakan-Nya pasti akan terjadi.
Hadirnya kelompok loyalis Allah adalah alat bagi Allah untuk mencapai agenda-Nya. Kesimpulannya, hadirnya kelompok bersenjata yang berani menantang hegemoni kekuatan zalim bersifat pasti di setiap zaman—sejak zaman Nabi ﷺ hingga kelak ketika tak tersisa lagi orang beriman.
Kehadiran pejuang Gaza dengan demikian merupakan bukti mutakhir atas kepastian berlakunya sunnatullah ini.
Mengapa Allah perlu mengabarkan sunnatullah ini? Kita tidak tahu sebab hakikinya. Tapi kita bisa menebak hikmahnya. Salah satunya, agar ia menjadi maqam sakral yang diperebutkan oleh umat Islam.
Agar mereka berlomba untuk mendapatkan satu kursi supaya diakui oleh Allah sebagai bagian dari kelompok loyalis-Nya. Sebab, imbalan dari Allah tentu akan sangat istimewa jika kita mendapatkan kursi di sana.
Kelompok ini tidak dikaitkan dengan bangsa tertentu atau warna kulit tertentu. Mereka bisa muncul di mana saja dan kapan saja. Ketika kelompok ini sudah melemah semangatnya atau berbelok arah perjuangannya, Allah akan istirahatkan, dan pasti akan muncul kelompok baru yang menggantikan perannya.
Penggantian pemeran juga merupakan sunnatullah lain yang melengkapi sunnatullah di atas. Ayat mengungkap sunnatullah ini:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُواْ مَا لَكُمۡ إِذَا قِيلَ لَكُمُ ٱنفِرُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱثَّاقَلْتُمْ إِلَى ٱلْأَرْضِۚ أَرَضِيتُم بِٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا مِنَ ٱلْآخِرَةِۚ فَمَا مَتَاعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا فِي ٱلْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ ٣٨ إِلَّا تَنفِرُواْ يُعَذِّبْكُمۡ عَذَابًا أَلِيمٗا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمٗا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْـٔٗاۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٖ قَدِيرٌ ٣٩
38. Wahai orang-orang yang beriman, mengapa ketika dikatakan kepada kamu, “Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah,” kamu merasa berat dan cenderung pada (kehidupan) dunia? Apakah kamu lebih menyenangi kehidupan dunia daripada akhirat? Padahal, kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.
39. Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan azab yang pedih serta menggantikan kamu dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan merugikan-Nya sedikit pun. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
(At-Taubah: 38–39)
Ayat ini menerangkan bahwa jika para Sahabat Nabi ﷺ menolak untuk menyertai Nabi ﷺ dalam peperangannya melawan kaum kafir, maka Allah akan menyingkirkan mereka dari lingkaran loyalis Nabi ﷺ. Lalu Allah akan datangkan kaum lain yang loyal kepada Nabi ﷺ dan siap menyertai beliau dalam peperangan.
Poin yang ditekankan bukan pada sosok Nabinya, tapi pada sunnatullah penggantian yang berlaku universal dan lintas zaman. Jika satu kelompok tidak lagi mau berperang di jalan Allah, pasti Allah akan menggantikan mereka dengan kelompok lain yang mau melakukannya. Ini berlaku lintas zaman, lintas generasi, dan lintas lokasi—bukan hanya pada kasus Sahabat Nabi ﷺ.
Keniscayaan keberadaan kelompok yang siap berperang di jalan Allah ini dijamin oleh Allah. Tidak pernah putus, sebagaimana kandungan hadits sebelumnya. Pelakunya saja yang berganti-ganti. Bahkan pada zaman sekarang, kita masih bisa melihat mata rantai kelompok yang tegar berperang di jalan Allah ini.
Ketika Uni Soviet merangsek masuk ke tanah umat Islam, yaitu Afghanistan pada 1979, lahirlah era mujahidin Afghan yang juga menarik banyak pemuda Muslim dari berbagai bangsa untuk datang dan terlibat. Setelah era mereka selesai, disambung oleh para alumni jihad Afghan yang mengobarkan peperangan melawan Amerika, yang kemudian melahirkan stigma “terorisme” bagi para pelakunya.
Pada tahun 2001, AS datang menyerbu Afghanistan. Lahirlah era kelompok Taliban yang dengan tegar meladeni kebrutalan AS, dan akhirnya berbuah manis dengan hengkangnya AS pada 2021.
Ketika Bashar Asad menebar teror terhadap umat Islam di Suriah, lahirlah berbagai kelompok yang berdiri tegak melakukan perlawanan, hingga rezim horor itu akhirnya tumbang pada 2024.
Dan yang paling aktual pada tahun 2025 ini adalah tersisanya kelompok Hamas dan kelompok perlawanan lain di Gaza, yang dengan kepala tegak menantang kebrutalan penjajah.
Mereka inilah yang Allah pilih sebagai loyalis-Nya, untuk dijadikan lakon paling dramatis di akhir zaman.
Bagaimana tidak, Gaza itu kecil sekali luas wilayahnya untuk sebuah medan perang modern—hanya seluas Jakarta. Mereka terblokade oleh penjajah selama puluhan tahun. Rekan terdekat yang diharapkan membantu, yaitu Mesir, sudah takluk lebih dulu. Mesir telah menerima keberadaan “Israel” secara resmi sejak tahun 1979. Kini Mesir menjadi tawanan “Israel”, tak bisa berkata “tidak”, apalagi melawan dengan senjata.
Kelompok pejuang Gaza yang berperang di jalan Allah ini akan selalu dipelihara oleh Allah, tidak akan dibiarkan binasa selama mereka masih layak dipercaya oleh Allah sebagai loyalis-Nya. Sepanjang api semangat jihadnya masih membara, kesabarannya masih prima, dan tujuan perangnya demi al-haqq, maka mereka tidak akan dieliminasi oleh Allah untuk digantikan dengan kelompok lain.
Ujung dari kelompok ini adalah kemenangan.
Satu-satunya hal yang bisa menyebabkan kekalahan mereka hanyalah jika mereka tidak lagi loyal kepada Allah, tidak lagi mau berperang, tidak lagi sabar menghadapi risiko peperangan, dan tujuan perangnya sudah melenceng dari jalan Allah.
Maknanya, sebab kekalahan itu datang dari diri kelompok itu sendiri—bukan dari arah musuh, atau dari arah rekan yang meninggalkannya. Karena Allah ingin menunjukkan kuasa-Nya.
Kelompok seperti ini justru paling disayang Allah. Bagaimana tidak? Ketika musuh begitu kuat, teman dekat ramai-ramai meninggalkannya, kondisinya terbelenggu sekian lama, tapi mereka tetap memilih menjadi loyalis Allah, menabuh genderang perang, siap mengorbankan jiwa dan raga di jalan-Nya.
Bukankah ini alasan terbaik bagi Allah untuk mencintai mereka, membela mereka, serta mengalahkan musuh-musuh mereka—musuh-musuh Allah?
Dan ketika kelak mereka benar-benar menang, itu artinya yang menang adalah Allah. Sebagaimana kemenangan Musa alayhis-salaam bersama pengikutnya—dengan cara yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, yaitu membelah lautan. Sebuah teknologi yang tidak dimiliki Musa
alayhis-salaam. Itu adalah teknologinya Allah, dengan kun fayakun.
Allah tampil sebagai pemenang, bersama kelompok loyalis-Nya, para wali-Nya.
Sebuah pesan ideologis yang sangat kuat:
Wahai manusia, sekuat apa pun kalian, tak akan sanggup mengalahkan para loyalis-Ku, karena di belakang mereka ada Aku!
Inilah makna hadits Qudsi berikut ini:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله ﷺ : إن الله قال : “من عادى لي وليًّا فقد آذنته بالحرب”.
Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Allah SWT berfirman, “Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya.”
(HR. Bukhari)
Jika Allah telah umumkan perang, adakah peluang manusia untuk menang?
Meski hanya berhenti pada pengumuman, akal sehat akan secara otomatis memahami bahwa jika seseorang dinyatakan perang oleh Allah, maka kekalahannya adalah pasti. Tinggal menunggu waktu. Ia akan dikalahkan dengan kehinaan.
Karena itu, kelompok pejuang Gaza—selama mereka tetap dalam kondisi sebagai loyalis Allah, semangat berperang, sabar dalam penderitaan, dan agendanya murni fī sabīlillāh—dipastikan akan menang.
Ini merupakan janji Allah, dan Allah tak akan pernah menyalahi janji-Nya.
Pengumuman perang dari Allah kepada kekuatan durjana yang memusuhi loyalis-Nya adalah janji duniawi. Maksudnya: perang itu bentuk hukuman dunia, bukan hukuman akhirat. Berbeda jika ancamannya berupa: “Aku akan masukkan ke dalam Jahannam.” Maka itu ancaman ukhrawi.
Tapi jika Allah menyatakan perang, maka kemenangan pasti terjadi di dunia.
Allah akan menang bersama wali-wali-Nya di dunia ini. Dan musuh pasti kalah di dunia ini.
Keyakinan umat Islam bahwa kelompok pejuang Gaza pasti akan menang bukanlah sekadar harapan emosional.
Ia lahir dari ‘aqidah Islam yang orisinal.
Lahir dari pemahaman terhadap serangkaian dalil, bukan hasil karangan.
Yakin karena iman kepada Allah.
Yakin karena iman kepada Kitabullah.
Yakin karena iman kepada Rasulullah ﷺ.
Ketika Allah telah mengabarkan kepastian kemenangan itu, dikuatkan oleh sabda Nabi-Nya, maka tak ada lagi ruang bagi keraguan sedikit pun. Kemenangan hanya soal waktu. Tapi memang, prosesnya kadang panjang dan melelahkan.
Lakon di balik peperangan antara Iran dan “Israel” tetaplah kelompok loyalis Allah.
Untuk saat ini, lakon itu bernama pejuang Gaza—Hamas dan kelompok-kelompok lainnya.
Iran hanya dihadirkan Allah untuk melemahkan “Israel”.
Iran bukan lakon utama, karena perangnya tidak murni karena Allah.
Ada bahaya mengintai.
Jika “Israel” makin melemah dan Iran makin menguat, maka fitnah bagi umat Islam di Timur Tengah bisa berubah arah.
Yang tadinya datang dari “Israel”, bisa berpindah ke arah Iran, yang telah lama menyimpan dendam kepada Ahlussunnah.
Semoga Allah melindungi umat Islam dari fitnah ini.
Wallahul-musta‘ān.
Wa Allahu a‘lam bis-shawāb.
— @elhakimi | 06.07.2025
(*/arrahmah.id)
Editor: Samir Musa