LONDON (Arrahmah.id) – Sebuah penyelidikan terbaru oleh Declassified UK mengungkap bahwa sejumlah perwira militer ‘Israel’ diizinkan mengikuti pelatihan di salah satu akademi militer paling bergengsi di Inggris, Royal College of Defence Studies (RCDS) di London, di tengah berlangsungnya genosida di Gaza.
Setidaknya dua kolonel ‘Israel’ diketahui mengikuti pendidikan di RCDS sejak 2023. Salah satunya diyakini adalah Elad Edri, yang baru saja lulus dua pekan lalu. Sementara itu, Kolonel Yeftah Norkin menyelesaikan pelatihan pada Juli 2024 dan segera memimpin Divisi “Bang” dalam invasi militer ‘Israel’ ke Lebanon. Norkin sebelumnya memimpin unit patroli dalam serangan ‘Israel’ ke Gaza pada 2008-2009 yang menewaskan ratusan anak-anak.
RCDS dikenal sebagai lembaga pelatihan bagi para “bintang muda” dari kalangan perwira Inggris maupun internasional. Alumni RCDS termasuk Mayor Jenderal Hidai Zilberman, mantan juru bicara militer ‘Israel’ dan kini atase pertahanan ‘Israel’ untuk AS, serta Jenderal Harel Knfao, mantan Kepala Staf Komando Selatan ‘Israel’.
Pengungkapan ini muncul setelah berbulan-bulan kerahasiaan dari para menteri dan pejabat, baik dari Partai Buruh maupun Konservatif. Kementerian Pertahanan Inggris (MoD) akhirnya mengakui bahwa beberapa perwira ‘Israel’ memang mengikuti pelatihan di RCDS, meski menyebut jumlahnya kurang dari lima orang selama 2023 dan 2024.
Selain itu, RCDS juga menerima kunjungan “staf senior” dari ‘Israel’ National Defense College (INDC) awal tahun ini, menurut unggahan LinkedIn. Beberapa alumni INDC diketahui turut serta dalam agresi di Gaza, termasuk Kolonel Ahsan Daksa yang tewas dalam pertempuran di Jabalia pada Oktober 2024.
Menyikapi temuan ini, John Deverell, mantan brigadir jenderal dan direktur diplomasi pertahanan di MoD, menyatakan akan menulis surat kepada Perdana Menteri Inggris untuk mendesak dihentikannya seluruh kerja sama militer dengan ‘Israel’. “Setiap kerja sama militer dapat ditafsirkan sebagai dukungan diam-diam terhadap cara operasi militer ‘Israel’ dijalankan,” ujarnya.
Charlie Herbert, purnawirawan jenderal Inggris, menyebut, “Sungguh luar biasa bahwa personel militer ‘Israel’ masih menerima pelatihan di Inggris.” Ia menambahkan, pelatihan seharusnya dihentikan begitu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant pada November 2024.
Rory Stewart, mantan menteri dari Partai Konservatif dan veteran militer, juga mengecam kebijakan ini. Dalam wawancara baru-baru ini, ia mempertanyakan, “Bagaimana mungkin kita terus melatih tentara ‘Israel’, sementara horor yang mereka lakukan di Gaza terus berlangsung?”
Bulan lalu, anggota parlemen dari Partai Liberal Demokrat, Andrew George, turut menantang Menteri Luar Negeri David Lammy di parlemen atas laporan bahwa tentara ‘Israel’ sedang “dilatih di tanah Inggris”. Lammy membela kebijakan tersebut dengan mengatakan bahwa Inggris selalu menekankan pentingnya hukum humaniter internasional dalam setiap pelatihan militer.
Pengungkapan ini terjadi di hari yang sama saat Perdana Menteri Keir Starmer mengumumkan bahwa Inggris akan mengakui negara Palestina pada sidang PBB bulan September, kecuali ‘Israel’ menyetujui gencatan senjata di Gaza. Langkah ini muncul di tengah tekanan besar akibat krisis kemanusiaan yang terus memburuk di wilayah tersebut.
Selama serangan militer ‘Israel’ di Gaza, Inggris juga dikonfirmasi telah memasok senjata ke ‘Israel’. Serangan tersebut telah menewaskan hampir 60.000 warga Palestina, menghancurkan sekitar 80 persen bangunan dan rumah, serta mengakibatkan pengusiran massal warga dari berbagai wilayah di Gaza. (zarahamala/arrahmah.id)