1. Rubrik
  2. Sejarah

Druze: Agama Tertutup dari Jantung Syam

Samir Musa
Sab, 19 Juli 2025 / 24 Muharram 1447 13:50
Druze: Agama Tertutup dari Jantung Syam

(Arrahmah.id) — Di balik pegunungan Lebanon dan selatan Suriah, hidup sebuah komunitas misterius yang sejak lama menarik perhatian banyak pihak—baik sejarawan, peneliti, maupun para ulama Islam. Mereka dikenal dengan nama Druze, kelompok religius dengan ajaran yang tertutup, keyakinan yang menyimpang, dan sejarah yang rumit.

Siapakah mereka? Dan mengapa mereka dianggap di luar Islam?

Asal Usul Nama dan Kemunculan Ajaran

Ajaran Druze lahir pada awal abad ke-11 Masehi di Kairo, pada masa pemerintahan Khalifah Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah. Salah satu penyebar awalnya adalah Nishtakin ad-Darazi, dari namanya lahir sebutan “Druze”. Namun, tokoh ini justru ditolak oleh komunitas mereka sendiri karena perbedaan internal. Kaum Druze sendiri tidak menyukai nama tersebut, dan lebih memilih menyebut diri mereka sebagai Al-Muwahhidun (Kaum yang Bertauhid).

Mereka mengklaim berpegang pada tauhid—namun konsep keesaan Tuhan yang mereka yakini sangat jauh menyimpang dari akidah Islam.

Ajaran Tertutup dan Menyimpang

Sejak awal kemunculannya, ajaran Druze tertutup total. Mereka tidak berdakwah, tidak menerima mualaf baru, dan meyakini bahwa ajaran mereka hanya untuk golongan khusus yang terpilih.

Inti ajaran mereka memadukan filsafat Yunani, pemikiran Gnostik, dan tafsir batiniyah terhadap teks-teks agama. Mereka tidak meyakini rukun Islam: tidak ada salat, puasa, zakat, atau haji. Mereka juga menolak akidah dasar Islam seperti keberadaan malaikat, kitab-kitab wahyu, hari kiamat, serta surga dan neraka.

Lebih jauh lagi, mereka meyakini bahwa Al-Hakim bi-Amr Allah adalah Tuhan, dan mempercayai reinkarnasi jiwa—keyakinan yang sangat bertentangan dengan Islam. Kitab suci mereka disebut Risalah al-Hikmah, yang ditulis oleh Hamzah bin Ali az-Zawzani, tokoh sentral dalam pengembangan doktrin mereka.

Di Mana Mereka Tinggal?

Saat ini, populasi Druze diperkirakan sekitar satu juta jiwa, tersebar di beberapa wilayah:

  • Suriah (terutama di Jabal ad-Duruz)
  • Lebanon
  • Palestina yang diduduki
  • Komunitas diaspora di Amerika dan Eropa

Mereka sangat dikenal sebagai kelompok yang tertutup dari luar, namun cukup aktif dalam kehidupan politik di negara-negara tempat mereka tinggal.

Peran Politik: Dari Nasionalisme ke Aliansi dengan “Israel”

Secara historis, Druze pernah terlibat dalam gerakan nasionalis di Suriah dan Lebanon. Namun, di era modern, mereka justru menjadi sekutu dekat “Israel”, bahkan ikut bergabung dalam tentara “Israel” (IDF). Ini menjadikan mereka satu-satunya kelompok Arab yang secara terbuka bekerja sama dengan penjajah Zionis dalam aspek militer.

Sikap politik Druze sering kali dilihat sebagai bentuk oportunisme demi bertahan hidup, meskipun harus bersekutu dengan musuh-musuh Islam. Bagi umat Islam, ini dipandang sebagai bentuk pengkhianatan terhadap agama dan umat.

Pandangan Ulama Islam Terhadap Druze

Para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah telah menegaskan bahwa Druze adalah golongan yang kafir dan murtad dari Islam. Ajaran mereka yang menolak rukun iman, menyembah manusia, serta menolak syariat menjadikan mereka berada di luar Islam secara mutlak.

Dalam Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

“Darziyah dan Nushairiyah adalah firqah batiniyah yang kafir. Tidak boleh menshalati jenazah mereka, tidak halal memakan sembelihan mereka, tidak boleh menikahi wanita mereka. Mereka adalah kafir berdasarkan ijma’ kaum Muslimin. Dan siapa yang ragu akan kekafiran mereka, maka ia kafir seperti mereka.”

Kesimpulan: Agama Sendiri, Bukan Sekte Islam

Druze bukan sekte dalam Islam, bukan pula bagian dari umat Muhammad ﷺ. Mereka adalah kelompok dengan agama baru yang sepenuhnya independen, penuh dengan doktrin-doktrin yang bertentangan dengan Islam.

Mereka tidak mengakui Allah, tidak mengakui Rasul, tidak mengakui Al-Qur’an, dan menyembah manusia. Lebih dari itu, mereka menghina Nabi Muhammad ﷺ dalam teks-teks mereka, dan menantikan kembalinya Al-Hakim bi-Amr Allah sebagai tuhan.

Karenanya, para ulama menyatakan dengan tegas:

“Barang siapa yang ragu akan kekafiran mereka, maka ia kafir seperti mereka.”
(Ibnu Taimiyyah rahimahullah)


Disusun berdasarkan penjelasan Asy-Syaikh Dr. Yusri al-Khatib hafizhahullah dan nukilan dari kitab-kitab ulama Ahlus Sunnah.

(Samirmusa/arrahmah.id)