WASHINGTON (Arrahmah.id) – Amerika Serikat pada Rabu (9/7/2025) menjatuhkan sanksi terhadap Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki. Albanese dikenal luas atas laporannya yang mendokumentasikan genosida yang dilakukan ‘Israel’ terhadap warga Palestina di Jalur Gaza, serta seruannya agar para pelaku dan pihak yang terlibat diadili.
Dalam pernyataannya di X, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan, “Hari ini saya menjatuhkan sanksi terhadap Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk HAM, karena upayanya yang tidak sah dan memalukan untuk mendorong Mahkamah Pidana Internasional agar mengambil tindakan terhadap pejabat, perusahaan, dan eksekutif dari Amerika dan ‘Israel’.”
Rubio menambahkan, “Kami tidak akan lagi mentolerir kampanye politik dan ekonomi Albanese yang menyasar Amerika Serikat dan ‘Israel’.”
Selama menjabat, Francesca Albanese telah menerbitkan sejumlah laporan penting yang mendokumentasikan pembantaian sistematis yang dilakukan ‘Israel’ terhadap warga Gaza sejak Oktober 2023.
Dalam laporan terbarunya bulan ini, Albanese menuding lebih dari 60 perusahaan internasional, termasuk perusahaan senjata dan teknologi ternama, terlibat dalam mendukung operasi militer ‘Israel’ di Gaza maupun di permukiman ilegal di Tepi Barat.
Beberapa perusahaan yang disebut dalam laporan itu antara lain Lockheed Martin, Leonardo, Caterpillar, HD Hyundai, serta raksasa teknologi seperti Google (Alphabet), Amazon, dan Microsoft. Mereka dituding menyuplai senjata, alat berat, serta teknologi pengawasan yang memperparah kehancuran Gaza dan pelanggaran HAM di wilayah tersebut.
Pada hari yang sama, Albanese juga menuntut tiga negara Eropa (Italia, Prancis, dan Yunani) memberikan penjelasan mengapa mereka mengizinkan pesawat yang membawa Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu melintasi wilayah udaranya dalam perjalanan menuju Amerika Serikat. Netanyahu saat ini menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional atas tuduhan kejahatan perang di Gaza.
“Pemerintah Italia, Prancis, dan Yunani harus menjelaskan kenapa mereka memberikan ruang udara dan jalur aman bagi Benjamin Netanyahu, yang saat ini menjadi subjek perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional,” tulis Albanese di akun X miliknya.
Mahkamah Pidana Internasional sendiri telah menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu pada 21 November 2024 atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan terhadap rakyat Palestina di Gaza.
Saat ini, Netanyahu tengah melakukan kunjungan ketiganya ke Amerika Serikat sejak Donald Trump kembali menjabat sebagai Presiden untuk periode kedua. (zarahamala/arrahmah.id)