KAIRO (Arrahmah.id) — Akhir-akhir ini banyak warga Mesir datang ke pinggir pantai lalu melemparkan botol platik ke laut Mediterania. Aksi tersebut membuat suasana sana pantai nampak ‘kotor’ dipenuhi botol plastik.
Dilansir New Arab (26/7/2025), ternyata itu merupakan sebuah aksi nyata baru warga Mesir untuk membantu warga Palestina.
Aksi yang diberi judul “Dari Laut ke Laut – Sebotol Harapan untuk Gaza” merupakan aksi mengirimkan bahan pangan seperti beras, lentil, biji-bijian, dan makanan kering lainnya yang dengan harapan arus laut akan membawa mereka ke pantai Gaza — daerah yang kini terisolasi dan menghadapi krisis kemanusiaan akibat blokade.
Para peserta menyebut aksi ini sebagai bentuk keputusasaan sekaligus solidaritas terhadap penderitaan warga Gaza yang menghadapi blokade ‘Israel’. Ribuan truk bantuan terhenti di perbatasan, sementara ratusan ribu orang di dalam wilayah tersebut dilaporkan menghadapi kelaparan.
Gerakan ini pun meluas, dengan ajakan kepada masyarakat dari negara-negara lain di pesisir Mediterania seperti Libya, Tunisia, Aljazair, dan Maroko untuk ikut ambil bagian dalam inisiatif kemanusiaan ini.
Menurut laporan media lokal, ide ini berasal dari seorang akademisi dan insinyur asal Mesir yang kini tinggal di Jepang. Terinspirasi dari konsep “pesan dalam botol”, ia mengusulkan metode pengiriman bantuan lewat laut sebagai opsi paling realistis di tengah situasi darurat dan blokade yang berkepanjangan.
Dalam unggahan Facebook-nya, ia menjelaskan secara teknis bagaimana bantuan bisa dikirim. Menggunakan jeriken plastik berukuran 25 liter yang ditutup rapat, setiap wadah dapat membawa sekitar enam hingga delapan kilogram makanan, dengan ruang udara yang cukup untuk memastikan tetap mengapung.
Ia bahkan merinci bahwa botol sebaiknya dilepaskan sejauh empat kilometer dari garis pantai, dengan sudut 60 derajat ke arah timur laut. Menurutnya, arus laut di Mediterania timur bergerak dari barat ke timur dengan kecepatan sekitar 0,8 km/jam, memungkinkan bantuan tiba di pantai Gaza dalam waktu 72 hingga 96 jam jika dilepas dari Damietta atau wilayah timur Port Said.
Aksi ini mendapat sambutan luas di media sosial. Banyak yang menyebutnya sebagai “ungkapan tulus” dari rakyat biasa dalam menghadapi “ketidakberdayaan pemerintah.” Video dan foto warga yang mengikuti instruksi teknis dan mengirimkan botol-botol bantuan mulai beredar dan dibagikan.
Namun, tak sedikit pula yang menyuarakan pentingnya menjadikan simbolisme ini sebagai langkah nyata. Mereka mendorong dukungan terhadap organisasi kemanusiaan terpercaya dan menyerukan tekanan internasional agar blokade segera dibuka dan jalur bantuan dibebaskan.
Inisiatif simbolik ini muncul di tengah situasi kelaparan yang makin mengkhawatirkan di Gaza. Lebih dari 100 lembaga kemanusiaan internasional menyatakan keprihatinan serius terhadap kondisi “kelaparan massal” yang melanda wilayah tersebut.
Diperkirakan lebih dari 950 truk bantuan masih tertahan di perbatasan Mesir-Gaza. Sementara itu, PBB melaporkan bahwa sejak Mei lalu—sejak kendali operasi bantuan dialihkan ke yayasan kemanusiaan yang didukung AS dan Israel—lebih dari 1.000 warga Palestina tewas saat mencoba mendapatkan makanan. (hanoum/arrahmah.id)