BEIRUT (Arrahmah.id) —Tokoh Druze Lebanon, Walid Jumblatt, menegaskan bahwa “Israel” tidak melindungi komunitas Druze di Sweida, Suriah selatan, tetapi justru memanfaatkan orang-orang yang lemah akal demi kepentingan politiknya.
Dalam pernyataan melalui sambungan telepon dengan televisi Suriah resmi pada Rabu (16/7), mantan pemimpin Partai Sosialis Progresif Lebanon itu mengkritik keras klaim “Israel” yang menyatakan melindungi komunitas Druze.
“’Israel’ tidak melindungi Druze di Sweida. Ia hanya memanfaatkan sebagian orang yang lemah akal untuk menyatakan bahwa ia hadir demi melindungi mereka,” tegasnya.
Jumblatt juga mengingatkan bahwa salah satu sebab pecahnya perang saudara di Lebanon (1975–1990) adalah klaim serupa dari “Israel” yang mengaku melindungi sebagian kelompok, yang akhirnya berujung pada bencana nasional.
Agresi Brutal “Israel” ke Suriah
Pernyataan Jumblatt muncul hanya beberapa jam setelah agresi udara brutal “Israel” yang menargetkan ibu kota Suriah, Damaskus. Serangan itu menghantam Kementerian Pertahanan, Markas Besar Angkatan Bersenjata, dan area sekitar istana presiden.
Militer penjajah mengklaim bahwa serangan itu dilakukan sebagai bentuk “komitmen aliansi dengan Druze” dan untuk “melindungi mereka” di berbagai wilayah Suriah. Menteri Pertahanan “Israel”, Yisrael Katz, bahkan menyatakan akan terus menggempur Sweida sampai apa yang ia sebut sebagai “pasukan yang menyerang Druze” angkat kaki dari wilayah itu.
Namun Jumblatt membantah narasi tersebut dan menegaskan bahwa solusi konflik di Suriah hanya bisa dicapai melalui peran sentral pemerintah Damaskus. “Kami terus berkomunikasi dengan Menteri Luar Negeri As’ad as-Syaibani dan Menteri Dalam Negeri Anas Khattab untuk meredakan ketegangan,” ujarnya.
Ia juga menyerukan agar masyarakat tidak memberikan peluang bagi pihak-pihak yang lemah akal dan mudah dimanfaatkan, serta menyerukan pembukaan dialog luas dengan tokoh-tokoh masyarakat Sweida.
Druze Suriah Tolak Intervensi Asing
Serangan terbaru “Israel” mencakup lebih dari 160 target di empat provinsi selatan Suriah: Sweida, Daraa, Damaskus, dan Rif Dimasyq. Dikutip dari Anadolu Agency, serangan itu menyebabkan tewasnya tiga warga sipil dan melukai 28 lainnya di ibu kota Damaskus.
Sebelumnya, militer Suriah telah memasuki Sweida untuk memulihkan keamanan setelah pecah bentrokan berdarah antara kelompok bersenjata Druze dan kelompok Badui, yang menewaskan puluhan orang.
“Israel” menggunakan dalih melindungi komunitas Druze untuk membenarkan pelanggaran berulang atas kedaulatan Suriah, termasuk upaya menjadikan wilayah selatan Suriah sebagai zona demiliterisasi.
Namun, mayoritas tokoh dan ulama Druze Suriah sebelumnya telah mengeluarkan pernyataan bersama yang menolak campur tangan asing, menegaskan dukungan terhadap Suriah yang bersatu, dan menolak segala bentuk separatisme.
Kendati pemerintahan baru Suriah di bawah Presiden Ahmad Asy-Syaraa tidak pernah mengancam “Israel”, Tel Aviv tetap melanjutkan serangan udara hampir setiap hari ke wilayah Suriah. Serangan tersebut telah menewaskan warga sipil, serta menghancurkan fasilitas militer dan peralatan tempur milik tentara Suriah.
Sejak 1967, “Israel” telah menduduki sebagian besar wilayah Dataran Tinggi Golan milik Suriah, dan memanfaatkan kekacauan pasca-jatuhnya rezim Bashar al-Assad pada akhir 2024 untuk memperluas pendudukan hingga ke zona penyangga Suriah.
(Samirnusa/arrahmah.id)