WASHINGTON (Arrahmah.id) — Presiden Amerika Serikat Donald Trump meredam ekspektasi terkait perkembangan perang di Gaza, setelah sebelumnya menyebut akan ada hasil “krusial dan segera” dalam beberapa pekan ke depan. Sementara itu, utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, mengumumkan adanya pertemuan penting terkait Gaza yang akan digelar di Gedung Putih pada Rabu (27/8).
Dalam rapat kabinet di Gedung Putih, Selasa (26/8), Trump mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang “pasti” dalam waktu dekat. “Situasi ini sudah berlangsung lama tanpa hasil yang jelas. Saya harap masalah Gaza, juga konflik antara Rusia dan Ukraina, bisa diselesaikan secepatnya,” ujarnya.
Sehari sebelumnya, Trump justru menyatakan keyakinan bahwa dalam dua atau tiga pekan ke depan akan tercapai hasil yang “baik dan menentukan” terkait Gaza.

Witkoff: “Ada rencana yang sangat komprehensif yang sedang kami siapkan terkait hari setelah berakhirnya perang di Gaza.” (AFP)
Rencana Pertemuan di Gedung Putih
Steve Witkoff, utusan khusus AS untuk Timur Tengah, menyampaikan bahwa pekan ini digelar serangkaian pertemuan panjang terkait Gaza, Iran, serta perang Rusia-Ukraina. Ia menegaskan adanya rencana pertemuan besar mengenai Gaza di Gedung Putih pada Rabu (27/8) yang juga akan dihadiri Trump.
“Ada rencana komprehensif yang sedang kami susun mengenai kondisi pascaperang di Gaza, yang mencerminkan dorongan kemanusiaan Presiden Trump,” kata Witkoff dalam wawancara dengan Fox News.
Ia menambahkan bahwa AS menginginkan semua tawanan dikembalikan kepada keluarga mereka. Menurutnya, ada kesepakatan yang telah dibahas dalam enam hingga tujuh pekan terakhir, namun pihak Hamas dianggap menunda.
Witkoff menyebut Hamas akhirnya menyatakan kesediaan setelah “Israel” meningkatkan tekanan militer. “Hamas memahami bahwa mereka tidak akan memiliki peran dalam pemerintahan Gaza ke depan, dan itu adalah syarat baik dari pihak Israel maupun Presiden Trump,” tegasnya.
Ketika ditanya apakah perlu “melenyapkan Hamas”, Witkoff menjawab, “Itu bukan keputusan saya, saya kira kita harus sampai pada kesepakatan.”

Meeks mengatakan bahwa jika “Israel” tidak mengakhiri perang di Gaza, maka ia akan menghadapi risiko dikucilkan secara global. (Getty)
Peringatan dari Kongres AS
Di sisi lain, anggota senior Partai Demokrat di Komite Angkatan Bersenjata DPR AS, Gregory Meeks, memperingatkan bahwa jika “Israel” tidak menghentikan agresi di Gaza, maka rezim Zionis itu berisiko menghadapi isolasi global.
Meeks menegaskan bahwa krisis kemanusiaan di Gaza tidak bisa dipungkiri dan menyerukan penghentian penjualan senjata ofensif kepada “Israel” bila tidak segera menghentikan perang dan membuka akses bantuan kemanusiaan.
Ia menilai agresi yang telah berjalan sejak Oktober 2023 gagal mencapai dua tujuan utama: menghancurkan Hamas dan membebaskan tawanan. Meeks juga mendesak penghentian ekspansi permukiman ilegal di Tepi Barat.
Perang Genosida “Israel”
Sejak Oktober 2023, “Israel” dengan dukungan penuh AS melancarkan perang genosida terhadap rakyat Gaza. Agresi ini mencakup pembunuhan massal, penghancuran infrastruktur, penggunaan kelaparan sebagai senjata, hingga pengusiran paksa warga.
Pasukan penjajah Zionis bahkan menghancurkan sistem kesehatan di Gaza dengan menyerang rumah sakit, membunuh dokter, perawat, dan tenaga medis.
Menurut data terbaru Kementerian Kesehatan Gaza, hingga kini agresi tersebut telah menewaskan lebih dari 62 ribu jiwa dan melukai 158 ribu lainnya. Sebanyak 300 warga, termasuk 117 anak-anak, meninggal akibat kelaparan yang disengaja oleh blokade “Israel”.
(Samirmusa/arrahmah.id)