GAZA (Arrahmah.id) – Tentara ‘Israel’ menghancurkan sekitar 300 unit rumah setiap hari di Kota Gaza dan Jabalia, dengan menggunakan sekitar 15 robot yang membawa hampir 100 ton bahan peledak, menurut laporan terbaru Euro-Med Human Rights Monitor yang berbasis di Jenewa.
“Pengeboman ini terjadi dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, bertujuan menghancurkan Kota Gaza dan mengusir penduduknya, sebagai bagian dari eskalasi berbahaya dari genosida yang sudah berlangsung hampir 23 bulan,” kata organisasi tersebut.
Sebagian besar rumah dan infrastruktur di Jabaliya al-Balad dan Jabaliya al-Nazla telah hancur, sementara tentara ‘Israel’ bergerak dengan penghancuran menyeluruh ke jantung Kota Gaza dari arah selatan, timur, dan utara.
Tim lapangan Euro-Med Monitor mendokumentasikan peningkatan dua kali lipat jumlah robot peledak yang digunakan, “dari sekitar tujuh menjadi hampir 15 per hari.”
Setiap robot ini “dilengkapi bahan peledak sangat besar, kadang mencapai tujuh ton,” dan diarahkan untuk diledakkan di Jabaliya al-Balad, Jabaliya al-Nazla di utara Kota Gaza; di Zaytoun, al-Sabra, al-Shuja’iyya, dan al-Tuffah di selatan serta timur Kota Gaza; serta di al-Saftawi dan Abu Iskandar di barat laut Kota Gaza.
Berdasarkan penilaian awal, Euro-Med Monitor memperkirakan setiap robot mampu menghancurkan 20 unit rumah secara total maupun sebagian.
“Robot-robot ini pada dasarnya adalah kendaraan militer ‘Israel’, seperti M113 APC (armoured personnel carrier) tua yang dipenuhi bahan peledak, kemudian dikendalikan jarak jauh di kawasan sipil,” jelas organisasi itu. Robot-robot ini diledakkan di titik yang dipilih secara hati-hati “untuk memaksimalkan kerusakan.”
Dalam beberapa kasus, robot tidak langsung meledak, melainkan menurunkan kotak besar berisi bahan peledak di lokasi target, lalu kembali ke markas untuk digunakan lagi.
“Hal ini mencerminkan strategi militer terorganisir yang bertujuan menghancurkan lingkungan perumahan secara sistematis,” tegas Euro-Med Monitor.
‘Teror Psikologis’
Dampak robot peledak tidak hanya berupa kehancuran fisik, tetapi juga menjadi sarana teror psikologis terhadap warga sipil.
Tentara ‘Israel’ sengaja meledakkan robot-robot ini pada malam hari atau menjelang subuh untuk menebar ketakutan dan memaksa warga mengungsi. Suara ledakan menggelegar mengguncang seluruh Kota Gaza, bahkan terdengar hingga 40 km dari titik ledakan.
“Ledakan ini memperdalam penderitaan, mengubah kehidupan sehari-hari warga menjadi kondisi penuh teror dan rasa tidak aman,” kata Euro-Med Monitor.
Organisasi itu memperingatkan bahwa ratusan ribu orang akan segera kehilangan rumah dan tempat tinggal, terpaksa mengungsi dalam kondisi mematikan tanpa sarana bertahan hidup.
Senjata yang Dilarang Hukum Internasional
Penggunaan pertama robot oleh tentara ‘Israel’ untuk menghancurkan kawasan pemukiman tercatat dalam dua serangan ke kamp pengungsi Jabalia pada Mei dan Oktober 2024. Setelah itu, penggunaannya meluas ke seluruh Jalur Gaza.
“Penggunaan robot bermuatan bahan peledak secara eksplisit dilarang oleh hukum humaniter internasional, karena bersifat indiskriminatif dan tidak bisa membedakan antara target militer dan sipil,” kata Euro-Med Monitor.
Senjata semacam ini termasuk kategori senjata terlarang, dan penggunaannya di daerah padat penduduk merupakan kejahatan perang sekaligus kejahatan terhadap kemanusiaan. Bahkan, pola penghancuran sistematis ini dapat dikategorikan sebagai genosida, sesuai definisi dalam Konvensi Genosida.
Robot bermuatan peledak hanyalah salah satu dari banyak metode penghancuran yang dipakai Israel, selain serangan udara dengan rudal, artileri berat, bom drone, jebakan bangunan, serta penggunaan buldoser militer dan sipil untuk meratakan kawasan.
Lebih dari satu juta warga Palestina di Kota Gaza kini menghadapi ancaman eksistensial akibat kombinasi penghancuran, kelaparan buatan, dan pengusiran paksa, sementara komunitas internasional tetap diam.
Euro-Med Monitor menyerukan Majelis Umum PBB untuk segera bertindak di bawah Resolusi 377 (V) Uniting for Peace, guna mengatasi kebuntuan Dewan Keamanan.
Majelis Umum dapat merekomendasikan langkah kolektif, termasuk pembentukan dan pengerahan pasukan penjaga perdamaian internasional di Gaza untuk melindungi warga sipil, menjamin akses bantuan kemanusiaan, serta menghentikan serangan terhadap fasilitas medis dan bantuan. (zarahamala/arrahmah.id)