1. News
  2. Internasional

Suriah Tuding Empat Negara Picu Konflik Sektarian dan Ganggu Stabilitas di Sweida

Zarah Amala
Selasa, 22 Juli 2025 / 27 Muharram 1447 10:00
Suriah Tuding Empat Negara Picu Konflik Sektarian dan Ganggu Stabilitas di Sweida
Menteri Informasi Suriah Hamza al-Mustafa (DW)

DAMASKUS (Arrahmah.id) – Menteri Informasi Suriah, Hamza Al-Mustafa, menuding empat negara asing, yang tidak disebutkan namanya, menyebarkan narasi sektarian dan kampanye disinformasi yang masif untuk memperkeruh situasi di negaranya. Tuduhan itu dilontarkan di tengah konflik berdarah antara kelompok Druze dan suku Badui di Provinsi Sweida, Suriah selatan.

Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Al-Mustafa menyatakan bahwa musuh-musuh “negara Suriah yang baru” telah meningkatkan penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian, termasuk dengan memanfaatkan narasi lama yang digunakan rezim sebelumnya.

“Ada yang mencoba menanamkan kembali narasi kebencian sektarian,” tegas Al-Mustafa. Ia menambahkan bahwa “intervensi ‘Israel’ atas nama ‘melindungi komunitas Druze’ telah mencegah negara Suriah bertindak.”

Intervensi ‘Israel’ dan Seruan Perlindungan Internasional

Konflik Sweida memanas sejak pekan lalu, dengan bentrokan antara kelompok bersenjata Druze dan suku-suku Badui berkembang menjadi aksi-aksi balas dendam berdarah. Serangan udara ‘Israel’ ke wilayah Suriah selatan, dengan dalih “melindungi Druze,” telah menghambat upaya pasukan pemerintah menengahi konflik.

Al-Mustafa mengungkapkan bahwa Damaskus sebelumnya telah menyepakati sejumlah tuntutan dari tokoh spiritual Druze, Syekh Hikmat Al-Hijri, namun kemudian tokoh tersebut membatalkan kesepakatan dan mengandalkan dukungan asing.

Al-Hijri bahkan sempat mengajukan permohonan kepada Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu untuk “menyelamatkan Sweida”. Lembaga kepemimpinan spiritual Druze pun merilis pernyataan resmi menuntut “perlindungan internasional” karena situasi keamanan yang memburuk.

Menteri Al-Mustafa menuduh kelompok-kelompok di bawah pengaruh Al-Hijri melakukan pelanggaran di Sweida, dengan tujuan memicu perubahan demografis paksa. Ia menyayangkan munculnya suara-suara sektarian dan isolasionis dari sebagian kelompok Druze, yang menurutnya telah merusak upaya penyelesaian politik.

Namun ia juga menyatakan keyakinannya bahwa Sweida tidak akan meninggalkan identitas nasionalnya sebagai bagian dari Suriah. Negara baru, lanjutnya, dibangun di atas dasar “satu rakyat, satu tentara, dan satu pemerintahan.”

“Negara Suriah yang baru telah berkomitmen menjadi pelindung warganya,” ujar Al-Mustafa. “Dan rakyat Suriah telah terbukti mampu mengatasi politik sektarian sepanjang sejarahnya.”

Korban Ratusan, Gencatan Senjata Rapuh

Kementerian Kesehatan Suriah mencatat 260 orang tewas dan 1.698 terluka akibat pertempuran di Sweida, sementara Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan 321 korban jiwa, termasuk tenaga medis, perempuan, dan anak-anak.

Konflik meningkat setelah pasukan pemerintah menarik diri dari Sweida pada Rabu lalu berdasarkan kesepakatan dengan faksi-faksi lokal. Kementerian Dalam Negeri mengumumkan penghentian pertempuran dan pengosongan wilayah dari para pejuang suku, serta pengerahan pasukan keamanan Suriah untuk menjaga gencatan senjata.

Namun, Dewan Suku dan Klan menyatakan siap merespons jika kesepakatan itu dilanggar.

Sejak Mei lalu, keamanan di Suwayda dijalankan oleh kelompok bersenjata Druze berdasarkan kesepakatan dengan pemerintah, sementara wilayah pedesaan di provinsi itu dikuasai oleh kelompok bersenjata dari suku Badui Sunni. (zarahamala/arrahmah.id)