1. News
  2. Internasional

Suriah Nilai Perjanjian Damai dengan ‘Israel’ Masih Prematur

Hanoum
Jumat, 4 Juli 2025 / 9 Muharram 1447 06:09
Suriah Nilai Perjanjian Damai dengan ‘Israel’ Masih Prematur
Bendera Suriah dan bendera Israel. [Foto: X]

DAMASKUS (Arrahmah.id) — Suriah menyatakan pernyataan tentang penandatanganan perjanjian damai dengan ‘Israel’ prematur. Hal ini disampaikan Suriah beberapa hari setelah ‘Israel’ menyatakan tertarik mencapai kesepakatan normalisasi hubungan dengan Damaskus.

“Pernyataan terkait penandatanganan kesepakatan damai dengan pendudukan Israel saat ini dianggap prematur,” kata laporan TV pemerintah yang mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, dikutip dari AFP (3/7/2025).

“Tidak mungkin untuk berbicara tentang kemungkinan negosiasi atas perjanjian baru, kecuali ‘Israel’ sepenuhnya mematuhi perjanjian pelepasan 1974 dan menarik diri dari wilayah yang telah diambilnya,” lanjut laporan.

Sebelumnya, Menlu ‘Israel’ Gideon Saar mengatakan negaranya tertarik menambahkan Suriah dan Lebanon dalam lingkaran perdamaian dan normalisasi sambil menjaga kepentingan dan keamanan ‘Israel’.

Pernyataan itu muncul di tengah perubahan besar dalam dinamika kekuatan di Timur Tengah, termasuk jatuhnya Bashar al-Assad pada Desember 2024 dan melemahnya milisi Syiah Hizbullah di Lebanon setelah berperang dengan ‘Israel’.

Otoritas Suriah yang baru mengkonfirmasi telah menggelar percakapan tidak langsung dengan ‘Israel’ untuk mengurangi ketegangan.

Sejak Assad digulingkan, ‘Israel’ telah berkali-kali mengebom target-target di Suriah. Militer ‘Israel’ juga telah memasuki zona penyangga yang dipatroli PBB di sepanjang garis gencatan senjata di Dataran Tinggi Golan dan melakukan serangan lebih dalam ke selatan Suriah.

Presiden Suriah Ahmad asy Syaraa telah berulang kali mengatakan Damaskus tidak mencari konflik dengan tetangganya, dan meminta komunitas internasional untuk mendesak ‘Israel’ menghentikan serangannya.

Suriah mengatakan tujuan dari negosiasi yang tengah berjalan adalah untuk mengimplementasikan kembali gencatan senjata tahun 1974 antara kedua negara.

Sementara, ‘Israel’ bersikeras bahwa Dataran Tinggi Golan akan tetap menjadi bagian ‘Israel’ di bawah perjanjian damai apa pun di masa depan.

‘Israel’ merebut Dataran Tinggi Golan pada 1967 dan kemudian dianeksasi dalam sebuah langkah yang tidak diakui PBB.

Kontrol atas dataran tinggi yang strategis itu sejak lama jadi sumber ketegangan antara ‘Israel’ dan Suriah, yang secara teknis masih berperang. (hanoum/arrahmah.id)