DAMASKUS (Arrahmah.id) – Seorang pejabat Kementerian Pertahanan Suriah menyatakan bahwa serangan udara ‘Israel’ yang menargetkan gedung-gedung strategis di Suriah merupakan pelanggaran serius terhadap keamanan negara. Ia juga menyampaikan keyakinannya bahwa kesepakatan gencatan senjata di Provinsi Sweida, selatan Suriah, akan dilaksanakan.
Jet-jet tempur ‘Israel’ dilaporkan menyerang markas Kementerian Pertahanan, Markas Staf Umum, dan area sekitar istana presiden di ibu kota Damaskus, serta membombardir sejumlah kota Suriah lainnya. Pemerintah ‘Israel’ pun memutuskan untuk memindahkan pasukan tambahan ke wilayah Dataran Tinggi Golan yang diduduki.
Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur Hubungan Masyarakat Kementerian Pertahanan Suriah, Uday al-Abdullah, dalam wawancara dengan Al Jazeera, terkait kesepakatan gencatan senjata yang baru-baru ini dicapai di Provinsi Sweida.
Pada Rabu (16/7/2025), Kementerian Dalam Negeri Suriah mengumumkan bahwa pihaknya telah mencapai kesepakatan dengan para tokoh dan pemuka agama dari komunitas Druze di Suwaida untuk menghentikan pertempuran, mendirikan pos-pos keamanan di wilayah tersebut, dan mengintegrasikan penuh wilayah itu ke dalam negara Suriah, sebagaimana dilaporkan kantor berita resmi Suriah.
Menurut al-Abdullah, situasi di Sweida mengarah ke pelaksanaan kesepakatan tersebut. Ia menyatakan bahwa negara menggantungkan harapan pada kesungguhan dan semangat kebangsaan tinggi yang diperlihatkan oleh para pemuka komunitas Druze. Ia menambahkan bahwa pemerintah telah memberikan segala bentuk konsesi yang memungkinkan, setelah melewati masa yang sangat sulit.
Pernyataan al-Abdullah ini sekaligus menjadi tanggapan terhadap penolakan dari pemimpin spiritual komunitas Druze, Syaikh Hikmat al-Hijri, terhadap kesepakatan yang diteken antara negara dan para tokoh serta pemuka Druze di Sweida. Al-Hijri menegaskan bahwa komunitasnya tetap akan melanjutkan perjuangan bersenjata.
Al-Abdullah menyatakan bahwa peran Kementerian Pertahanan adalah menjamin kembalinya warga ke rumah mereka, menjaga keamanan, serta memulihkan stabilitas di Sweida dengan dukungan dari penduduk lokal. Ia juga menyambut baik kritik atau masukan terhadap kinerja pemerintah saat ini.
Sebelumnya, Syaikh Hikmat al-Hijri sempat mengajukan permintaan bantuan kepada Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, dan Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu, untuk “menyelamatkan Sweida.”
Setelah pecahnya bentrokan berdarah beberapa hari lalu, otoritas spiritual Druze merilis pernyataan resmi yang menolak masuknya pasukan keamanan Suriah ke Provinsi Suwaida, dan menyerukan apa yang mereka sebut sebagai “perlindungan internasional” karena situasi di wilayah tersebut dinilai sangat berbahaya. (zarahamala/arrahmah.id)