RIYADH (Arrahmah.id) — Arab Saudi menolak permintaan Amerika Serikat yang meminta riyadh untuk mengirim sistem pencegat Terminal High Altitude Area Defence (THAAD) ke ‘Israel’. Diketahui bahwa ‘Israel’ saat ini kekurangan alat tersebut pasca serangan rudal balistik Iran menghantam kota-kota Israel pada bulan Juni.
“Selama perang, kami meminta semua orang untuk berdonasi,” ujar seorang pejabat AS kepada Middle East Eye (26/7/2025).
Dia menjelaskan, “Ketika itu tidak berhasil, kami mencoba membuat kesepakatan. Kesepakatan itu tidak ditujukan untuk satu negara.”
Namun, Arab Saudi berada di posisi yang tepat untuk membantu ‘Israel’, dan para pejabat AS sangat ingin menekankan Iran merupakan ancaman bagi mereka dan juga ‘Israel’.
AS telah mengerahkan sistem pertahanan udara ke negara Teluk yang kaya minyak tersebut, yang hingga baru-baru ini menjadi sasaran serangan rudal dan pesawat tak berawak Houthi.
Di tengah pertempuran antara Iran dan ‘Israel’, kerajaan tersebut bersiap menerima baterai THAAD pertama yang dibelinya dengan dana kedaulatannya sendiri.
Faktanya, baterai tersebut diresmikan oleh militer Saudi pada 3 Juli, hanya sembilan hari setelah ‘Israel’ dan Iran mencapai gencatan senjata.
Tepat sebelum peresmian, para pejabat AS khawatir serangan rudal balistik besar-besaran Iran terhadap ‘Israel’ akan menguras persediaan pencegat AS ke “tingkat yang mengerikan”.
Middle East Eye (MEE) adalah yang pertama melaporkan ‘Israel’ dengan cepat menghabiskan persediaan pencegat rudal balistik AS serta persenjataan pencegat Arrow Israel.
The Wall Street Journal dan The Guardian kemudian mengonfirmasi laporan MEE.
The Guardian kemudian melaporkan pada bulan Juli bahwa setelah konflik, AS hanya memiliki sekitar 25% pencegat rudal Patriot yang menurut para perencana di Pentagon diperlukan untuk semua operasi militer AS di seluruh dunia. Seorang pejabat AS mengonfirmasi jumlah yang dirahasiakan tersebut kepada MEE.
AS juga menembakkan Standard Missile-3 (SM-3) yang dipasang pada kapal perusak berpeluru kendali kelas Arleigh Burke untuk mempertahankan ‘Israel’.
Meskipun sistem pertahanan udara tiga tingkat Israel didukung oleh kekuatan senjata tambahan Amerika, Iran mampu mengirimkan rudal ke kota-kota ‘Israel’ hingga gencatan senjata tercapai.
The Telegraph melaporkan rudal Iran secara langsung mengenai lima fasilitas militer ‘Israel’.
Para analis mengatakan sistem pertahanan udara Amerika dan ‘Israel’ bertahan lebih baik daripada yang diantisipasi beberapa perencana militer, mengingat skala serangan Iran, tetapi Republik Islam tersebut mampu mengeksploitasi titik lemah sistem tersebut, terutama seiring berlanjutnya konflik.
“Kelemahannya adalah sistem ini berisiko kehabisan amunisi. Kami hanya memiliki sedikit pencegat dan kemampuan untuk memproduksinya,” ujar Douglas Birkey, direktur eksekutif Mitchell Institute for Aerospace Studies, sebelumnya kepada MEE.
Di tengah kekurangan tersebut, Wall Street Journal melaporkan pada hari Jumat bahwa beberapa pejabat AS bahkan membahas kemungkinan mengambil alih pencegat THAAD yang dibeli oleh Arab Saudi dan mengalihkannya ke ‘Israel’.
Seorang pejabat AS mengonfirmasi kepada MEE bahwa perundingan tersebut terjadi setelah Arab Saudi menolak tawaran halus AS dan upaya-upaya kesepakatan.
Kedua pejabat AS tersebut juga memberi tahu MEE bahwa AS meminta Uni Emirat Arab untuk berbagi pencegat dengan ‘Israel’.
Keduanya tidak mengonfirmasi apakah ada yang tiba. UEA adalah negara non-AS pertama yang membeli dan mengoperasikan THAAD, yang diaktifkannya pada tahun 2016.
Keberhasilan Iran menembus pertahanan udara canggih Israel tidak luput dari perhatian negara-negara Teluk yang pertahanannya lebih lemah, menurut para ahli. (hanoum/arrahmah.id)