1. News
  2. Internasional

Sambil Bawa Panci, 300.000 Warga Australia Dukung Palestina di Atas Jembatan Sydney

Hanoum
Senin, 4 Agustus 2025 / 10 Safar 1447 04:54
Sambil Bawa Panci, 300.000 Warga Australia Dukung Palestina di Atas Jembatan Sydney
Para pengunjuk rasa pro-Palestina melintasi Jembatan Pelabuhan Sydney. [Foto: AP/Dekan Lewis]

SYDNEY (Arrahmah.id) — Sekitar 300 ribu orang menerobos hujan deras saat melakukan aksi long march melintasi ikon kota Sydney, Jembatan Sydney Harbour, pada Ahad (3/8/2025). Sambil membawa panci, mereka menyerukan percepatan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza dan mengecam Perdana Menteri ‘Israel’, Benjamin Netanyahu.

“Netanyahu/Albanese, kalian tak bisa bersembunyi! Hentikan dukungan terhadap genosida!,” teriak mereka sambil menabuh panci-panci yang kini menjadi simbol desakan mengakhiri kelaparan akut di Gaza, seperti dikutip dari SBS (3/8).

“Cukup sudah! Ketika orang-orang dari seluruh dunia berkumpul dan bersuara, kejahatan bisa dikalahkan,” kata Doug, (60) dengan rambut putihnya menerobos hujan deras bersama ratusan ribu orang lainnya, dilansir Reuters.

Penyelenggara aksi menyebut aksi kali ini sebagai “March for Humanity” atau “Aksi untuk Kemanusiaan” dan menjadi simbol pertunjukan demokrasi terbesar. Para peserta aksi berasal dari berbagai kalangan, mulai dari lansia hingga keluarga dengan anak kecil. Di antara mereka terlihat pendiri Wikileaks, Julian Assange.

Banyak yang membawa payung, mengibarkan bendera Palestina, dan meneriakkan “Kita semua adalah Palestina!”

Polisi negara bagian New South Wales menyatakan ada sekitar 90 ribu orang hadir dalam aksi tersebut. Namun penyelenggara aksi, Palestine Action Group Sydney, dalam sebuah unggahan Facebook menyebutkan jumlah peserta bisa mencapai 300 ribu orang.

Pekan lalu, polisi New South Wales dan perdana menteri negara bagian tersebut berusaha mencegah aksi ini berlangsung di atas jembatan yang menjadi simbol kota sekaligus jalur transportasi utama, dengan alasan kekhawatiran keselamatan dan gangguan lalu lintas. Namun, Mahkamah Agung negara bagian memutuskan pada hari Sabtu bahwa aksi tersebut boleh dilaksanakan.

Wakil Komisaris Polisi Sementara Peter McKenna mengatakan lebih dari seribu polisi dikerahkan, dan besarnya kerumunan menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya desak-desakan.

“Tidak ada yang terluka, tapi ya ampun, saya tidak ingin mengulangi ini setiap hari Ahad dengan persiapan secepat ini,” katanya.

Polisi juga hadir di Melbourne, tempat aksi serupa juga berlangsung. Dalam beberapa pekan terakhir, tekanan diplomatik terhadap Israel meningkat. Prancis dan Kanada telah menyatakan akan mengakui negara Palestina, dan Inggris menyatakan akan mengikuti langkah serupa kecuali Israel mengatasi krisis kemanusiaan dan mencapai gencatan senjata.

Perdana Menteri Australia dari Partai Buruh (tengah-kiri), Anthony Albanese, menyatakan mendukung solusi dua negara dan mengatakan bahwa penolakan Israel terhadap bantuan serta pembunuhan warga sipil “tidak dapat dibenarkan atau diabaikan”, namun hingga kini belum mengakui negara Palestina.

Therese Curtis, seorang peserta aksi berusia 80-an, mengatakan ia merasa memiliki hak asasi dan hak istimewa karena mendapatkan layanan kesehatan yang baik di Australia.

“Tapi rakyat Palestina rumah sakitnya dibom, mereka ditolak hak dasar atas perawatan medis, dan saya ikut aksi ini khusus untuk menyuarakan hal itu,” ujarnya.

Juru bicara Palestine Action Group, Josh Lees tak menyangka aksi “March for Humanity” yang melintasi Jembatan Sydney Harbour menjadi lebih besar dari yang mereka mimpikan. Ia menyebutnya sebagai momen yang “monumental dan bersejarah”.

Lees memperkirakan bahwa antara 200 ribu hingga 300 ribu orang berpartisipasi dalam demonstrasi massal pada hari Ahad ini. Ia juga menyatakan bahwa acara tersebut berlangsung tanpa insiden.

“Hari ini adalah sebuah pertunjukan demokrasi yang luar biasa. Jika ada yang menganggap itu hal buruk… maka saya katakan mereka memiliki pandangan yang secara fundamental tidak demokratis terhadap dunia saat ini,” ujarnya dilansir The Sydney Morning Herald.

Juru bicara PAG lainnya, Amal Naser, mengatakan bahwa upaya Perdana Menteri New South Wales, Chris Minns, dan Polisi NSW untuk menghentikan acara justru memicu lonjakan besar jumlah massa dari publik.

“Alasan jumlahnya melonjak empat kali lipat adalah karena polisi dan perdana menteri melancarkan kampanye terkoordinasi untuk menyerang hak untuk berdemo, dan masyarakat merasa penting untuk turun ke jalan hari ini. Mereka (Minns dan Polisi NSW) memberikan publisitas lebih dari yang pernah kami bayangkan minggu ini,” ujarnya. (hanoum/arrahmah.id)