JAKARTA (Arrahmah.id) — Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyoroti lemahnya mekanisme verifikasi dan pengawasan lapangan dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Ia menilai, sejumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) alias dapur makan bergizi gratis di berbagai daerah terindikasi fiktif.
“Bagaimana mungkin ribuan lokasi sudah terdaftar, tetapi tidak menunjukkan progres pembangunan meski melewati tenggat waktu 45 hari,” kata Nurhadi di Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Menurutnya, kelonggaran sistem membuka peluang terjadinya praktik percaloan, dominasi investor besar, hingga penyalahgunaan dana publik.
Ia menyinggung temuan lembaga pemantau independen terkait dugaan adanya “konglomerasi yayasan” dalam implementasi program tersebut.
Nurhadi mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) segera mempublikasikan data rinci mengenai titik lokasi, status pembangunan, dan jadwal operasional seluruh SPPG.
Ia juga menekankan perlunya perbaikan sistem verifikasi sejak tahap pengajuan, bukan menunggu masalah mencuat di kemudian hari.
“BGN harus menjamin percepatan pembangunan agar hak anak-anak atas gizi tidak terus tertunda,” tegas legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu.
Selain itu, ia mendorong keterlibatan masyarakat sipil, media, akademisi, dan organisasi profesi gizi dalam mengawasi jalannya program di lapangan.
Kolaborasi dengan lembaga keagamaan dan yayasan mitra, menurutnya, harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas layanan gizi, bukan sekadar mengejar target angka.
“Niat mulia program MBG hanya akan bermakna jika setiap rupiah anggaran benar-benar terkonversi menjadi makanan bergizi yang dikonsumsi anak-anak Indonesia,” ujar Nurhadi.
Ia menegaskan, akuntabilitas harus sebanding dengan besarnya anggaran yang digelontorkan.
“DPR RI akan terus mengawal agar hak anak-anak atas gizi tidak tergadai oleh kelalaian manajemen ataupun kepentingan segelintir pihak,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)