(Arrahmah.id) – Dalam perjalanan sejarah manusia, tanda-tanda akhir zaman seringkali menjadi topik perdebatan dan refleksi. Rasulullah SAW telah memberikan petunjuk tentang tanda-tanda yang patut diwaspadai, salah satunya dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ath Thabrani. Hadits ini menggambarkan kondisi masyarakat yang mulai rusak dan jauh dari nilai-nilai kebaikan.
Rasulullah SAW bersabda:
«بَادِرُوا بِالْمَوْتِ سِتًّا: إِمْرَةَ السُّفَهَاءِ، وَكَثْرَةَ الشُّرَطِ، وَبَيْعَ الْحُكْمِ، وَاسْتِخْفَافًا بِالدَّمِ، وَقَطِيعَةَ الرَّحِمِ، وَنَشْوًا يَتَّخِذُونَ الْقُرْآنَ مَزَامِيرَ يُقَدِّمُونَهُ يُغَنِّيهِمْ، وَإِنْ كَانَ أَقَلَّ مِنْهُمْ فِقْهًا»
“Bersiap-siaplah menghadapi kematian, dengan bersegera melakukan amal-amal shalih, sebelum datang 6 perkara: munculnya pemimpin-pemimpin bodoh, banyaknya polisi atau alat kekuasaan yang menindas, hukum diperjual belikan, menganggap ringan menumpahkan darah manusia, saling memutuskan tali silaturrahmi, munculnya generasi yang menjadikan Al Qur’an sebagai nyanyian, mereka didahulukan untuk menjadi imam, karena ahli mendendangkan al-Qur’an, walaupun dia sesungguhnya minim fikih (fikih shalat).”
(Hadits Shahīh riwayat Imam Ahmad, ath-Thabarāni dan Bukhāri dalam Tārīkh-Alkabīr dari ‘Ābis al-Ghifari radhiallāhu ‘anhu)
Jika kepemimpinan negara berada di tangan orang-orang bodoh, tidak berintegritas, akan menyebabkan keadaan memburuk, karena keputusan yang diambil tidak berdasarkan pengetahuan dan kebijaksanaan. Hukum menjadi alat kekuasaan, sehingga keadilan tidak lagi menjadi prioritas, dan yang kuat atau kaya lebih diuntungkan. Akibatnya, pembunuhan dan penganiayaan rakyat meluas, karena nilai-nilai kemanusiaan telah hilang, dan kekerasan serta pembunuhan dianggap hal yang biasa.
Ketika jumlah polisi dan aparat represif begitu banyak, menunjukkan bahwa keamanan dan ketertiban tidak lagi terjaga dengan baik. Rusaknya hubungan antar sesama, baik dalam lingkup keluarga, komunitas, maupun masyarakat luas, juga merupakan tanda bahwa masyarakat telah kehilangan nilai-nilai solidaritas dan empati.
Ketika muncul generasi yang menjadikan Al-Qur’an sebagai lagu dan nyanyian, mereka memilih orang yang bersuara merdu untuk menghibur mereka, padahal orang itu bukanlah yang paling paham terhadap isi Al-Qur’an.
Penggunaan simbol-simbol agama untuk tujuan yang tidak semestinya, seperti untuk mencari popularitas atau keuntungan pribadi tanpa memahami makna dan substansi yang sebenarnya, menunjukkan bahwa nilai-nilai spiritual telah hilang. Hal ini dapat menyebabkan masyarakat kehilangan rasa hormat dan takwa terhadap agama.
3 Persiapan Dakwah dan Jihad
Rasulullah SAW merupakan contoh teladan dalam menjalani proses dakwah dan jihad fi sabilillah. Beliau mengajarkan bahwa kekuatan sejati tidak terletak pada kemampuan menakuti-nakuti, melainkan pada kemampuan menyentuh hati. Kekuatan ini bukan untuk menguasai, melainkan untuk menyatukan dan menenangkan. Untuk itu diperlukan persiapan.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk bersiap-siap menghadapi musuh dengan segenap kemampuan.
وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِهٖ عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمْ وَاٰخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْۚ لَا تَعْلَمُوْنَهُمْۚ اَللّٰهُ يَعْلَمُهُمْۗ وَمَا ت��نْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يُوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ
“Wahai kaum mukmin, bersiap dirilah kalian untuk menghadapi kaum kafir dengan segenap kemampuan kalian dan dengan pasukan berkuda, untuk menimbulkan ketakutan pada musuh-musuh Allah, musuh-musuh kalian, dan orang-orang lain di luar mereka. Kalian tidak tahu kekuatan mereka, tetapi Allah mengetahui kekuatan mereka. Harta apa saja yang kalian telah dermakan untuk mendanai jihad guna membela Islam, niscaya Allah akan memberikan pahala kepada kalian, dan kalian tidak akan diperlakukan zhalim.”
(QS Al-Anfal (8) : 60)
Apa saja yang harus dipersiapkan?
Pertama, persiapan Ilmu: Tarbiyah secara konsisten dan pembinaan yang berkelanjutan. Persiapan ini bertujuan membentuk individu yang kuat dan berpengetahuan luas dalam bidang agama.
Kedua, persiapan Politik: Membangun negara atau komunitas berdasarkan konstitusi yang jelas dan adil, seperti Piagam Madinah. Persiapan ini bertujuan menciptakan stabilitas dan keamanan dalam masyarakat.
Ketiga, Persiapan Militer: Menggelorakan jihad di saat yang tepat dengan mempersiapkan pasukan dan persenjataan yang memadai. Persiapan ini bertujuan menjaga keamanan umat Islam dan mencegah serangan musuh.
Dengan persiapan yang matang dan komprehensif, umat Islam dapat menghadapi tantangan dan menjaga keamanan diri serta masyarakat. Kepemimpinan yang efektif dan berkualitas juga sangat penting dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan sebuah kelompok.
Kepemimpinan yang Efektif
Gerakan jihad lahir dari kezaliman yang dirasakan umat. Namun perang sejati bukan saja dimenangkan di medan tempur, tapi di titik mana lawan memilih untuk tidak melawan atau menyerang. Perang tak harus dimenangkan dengan peluru, tapi bisa dengan legitimasi hukum dan opini dunia. Disinilah pentingnya peran diplomasi, bukan provokasi. Diplomasi mujahidin, berunding dengan kepala dingin, tapi tetap menampakkan taring. Karena kemenangan terbaik, saat lawan mengurungkan niatnya untuk menyerang.
Seperti dikutip dari Alexander Agung, “Saya tidak takut pada pasukan singa yang dipimpin domba. Tapi saya lebih takut pada pasukan domba yang dipimpin singa.” Ungkapan ini menekankan pentingnya kepemimpinan yang kuat dan efektif dalam membawa kelompok mencapai tujuan. Seorang pemimpin yang baik memiliki visi yang jelas dan mampu mengkomunikasikannya kepada pasukannya.
Yogyakarta, 7 Agustus 2025 M / 13 Shafar 1447 H
(*/arrahmah.id)
Editor: Samir Musa