NEW YORK (Arrahmah.id) – Presiden Kolombia, Gustavo Petro, menyerukan agar genosida ‘Israel’ di Gaza segera dihentikan, bahkan meminta negara-negara dunia untuk “menggabungkan senjata dan tentara guna membela Palestina.”
“Kita harus menghentikan genosida di Gaza. Kemanusiaan tidak bisa membiarkan satu hari pun lagi bagi Netanyahu si pembantai dan sekutunya di Eropa serta Amerika Serikat untuk melanjutkan aksi ini,” ujar Petro dalam pidato terakhirnya di hadapan Sidang Umum PBB di New York, Selasa (23/9/2025).
Ia menegaskan bahwa PBB harus menegakkan keputusan Mahkamah Internasional (ICJ). “Hukum internasional adalah dasar peradaban, sebuah kebijaksanaan yang disaring dari sejarah,” ucapnya.
Menurut Petro, diplomasi sudah dicoba di Gaza, tetapi tidak berhasil menyelesaikan masalah.
“Saya minta maaf, Presiden Macron. Kita bisa terus berulang kali bersuara, sementara setiap hari, setiap menit, ada misil yang menghancurkan tubuh bayi dan anak-anak di negara Arab bernama Palestina,” katanya.
Senin lalu, para pemimpin dunia berkumpul dalam Konferensi Internasional tentang Penyelesaian Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara, yang digelar di bawah naungan PBB dengan dipimpin Prancis dan Arab Saudi.
“Setiap hari ada keputusan, ada resolusi yang diveto di Dewan Keamanan. Setiap hari, semakin banyak anak-anak yang terbunuh. Semakin banyak bom, semakin banyak korban jiwa,” tegas Petro.
Voting di Majelis Umum PBB
Petro mempertanyakan apakah negara-negara anggota bisa menghentikan genosida dengan voting di Majelis Umum, bukan di Dewan Keamanan yang selalu diveto. “Ya, itulah yang harus kita lakukan,” katanya.
Ia menyarankan pembentukan “pasukan penjaga perdamaian,” tapi bukan pasukan “berhelm biru” yang menurutnya kerap tak terlatih dan tidak siap. “Tidak, yang kita butuhkan adalah tentara kuat dari negara-negara yang tidak menerima genosida,” tegas Petro.
“Itulah mengapa saya mengajak bangsa-bangsa di dunia, terutama rakyat mereka, sebagai bagian integral dari kemanusiaan, untuk menggabungkan senjata dan tentara guna membela Palestina. Saya mengajak tentara Asia, bangsa Slavia besar yang dulu mengalahkan Hitler, dan rakyat Amerika Latin pewaris Bolivar, Garibaldi, dan lainnya. Saya pikir kata-kata saja sudah cukup,” tambahnya.
Petro juga menyebut bahwa pengusiran massal migran, serangan misil yang telah menewaskan sekitar 70.000 orang di Gaza, serta kelalaian terhadap krisis iklim, semuanya saling terkait dan “memiliki akar penyebab yang sama.”
“Isu migrasi hanyalah alasan agar masyarakat kaya, putih, dan rasis bisa merasa sebagai ras superior, padahal para pemimpin mereka sedang menyeretnya menuju jurang kehancuran bersama seluruh umat manusia,” katanya.
Ia bahkan menuding mantan Presiden AS Donald Trump sebagai “komplicis genosida.”
“Forum ini hanyalah saksi bisu dari genosida di dunia yang kita kira sudah meninggalkan warisan Hitler,” ujarnya.
Menurut Petro, saatnya dunia mengangkat semboyan Simon Bolivar: “kemerdekaan atau kematian”. Ia menegaskan bahwa Washington dan NATO kini justru membunuh demokrasi dan menyebarkan totalitarianisme di tingkat global.
Amerika Serikat ‘Membunuh Demokrasi’
Petro menambahkan, AS sudah tidak lagi mengajarkan demokrasi, tetapi malah membunuhnya, terutama terhadap para migran, dengan keserakahan.
Kepada PBB, ia menekankan bahwa perubahan harus dimulai dengan menghentikan genosida di Gaza melalui “tentara pembebasan dan penyelamatan.”
Ia kembali menegaskan perlunya keputusan Majelis Umum PBB “tanpa hak veto.”
“Setelah Gaza, kita bisa mulai bekerja pada agenda dekarbonisasi, demi membangun demokrasi global sejati, serta membentuk Dewan Keamanan baru tanpa veto, dengan keputusan yang mengikat,” pungkasnya. (zarahamala/arrahmah.id)