DOHA (Arrahmah.id) – Perdana Menteri Qatar akan mengunjungi Gedung Putih pada Jumat (12/9/2025), beberapa hari setelah “Israel” menyerang pejabat Hamas di Doha.
Syekh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani diperkirakan akan bertemu dengan Presiden AS Donald Trump, Wakil Presiden JD Vance, dan utusan khusus AS Steve Witkoff.
Ia akan bertemu secara terpisah dengan Menteri Luar Negeri Marco Rubio di Gedung Putih di Washington, menurut Departemen Luar Negeri, seperti dilansir Reuters.
Serangan itu dikecam luas di seluruh dunia sebagai tindakan yang dapat semakin meningkatkan ketegangan di kawasan yang sudah tegang.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Kamis mengutuk serangan di ibu kota Qatar, Doha, tetapi tidak menyebut “Israel” dalam pernyataan yang disetujui oleh 15 anggota, termasuk sekutu “Israel”, Amerika Serikat.
Washington juga menganggap Qatar sebagai sekutu kuat di Teluk. Qatar telah menjadi mediator dalam upaya mencapai kesepakatan gencatan senjata antara “Israel” dan kelompok perlawanan Palestina Hamas di Gaza, pembebasan sandera “Israel” yang ditahan Hamas, dan rencana perdamaian pascakonflik di Gaza.
Trump mengatakan pada Selasa bahwa keputusan “Israel” untuk menyerang Qatar dibuat oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, bukan oleh pemimpin Partai Republik tersebut. Ia menambahkan bahwa serangan sepihak terhadap Qatar tidak menguntungkan kepentingan Amerika maupun “Israel”. Trump mengatakan ia tidak senang dengan serangan tersebut.
Trump telah berjanji untuk mengakhiri perang “Israel” di Gaza ketika ia menjabat pada Januari, tetapi tujuan tersebut tetap sulit dicapai. Masa jabatannya dimulai dengan gencatan senjata yang berlangsung selama dua bulan. Gencatan senjata tersebut berakhir ketika serangan “Israel” menewaskan 400 warga Palestina pada 18 Maret.
Dalam beberapa pekan terakhir, gambar-gambar warga Palestina yang kelaparan di Gaza, termasuk anak-anak, telah mengejutkan dunia dan memicu kritik terhadap “Israel”.
Serangan “Israel” di Gaza sejak Oktober 2023 telah menewaskan puluhan ribu orang, membuat seluruh penduduk Gaza mengungsi secara internal, dan memicu krisis kelaparan. Banyak pakar dan akademisi hak asasi manusia menilai serangan tersebut merupakan genosida.
“Israel” menyebut tindakannya sebagai pembelaan diri setelah serangan Hamas pada Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang. “Israel” juga telah mengebom Lebanon, Suriah, Iran, dan Yaman selama perangnya di Gaza. (haninmazaya/arrahmah.id)