1. Opini

PERLAWANAN RAKYAT LAHIR DARI KEZALIMAN PENGUASA

Oleh Ustaz Irfan S. Awwas
Diperbaru: Jumat, 29 Agustus 2025 / 6 Rabiul awal 1447 21:44
PERLAWANAN RAKYAT LAHIR DARI KEZALIMAN PENGUASA

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ مَا عَلَيْهِمْ مِّنْ سَبِيْلٍۗ
اِنَّمَا السَّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَيَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

“Siapa saja yang melawan orang yang berbuat zhalim kepadanya, maka orang itu tidak berdosa dan tidak tercela sedikit pun. Orang-orang yang melanggar hak orang lain dengan cara zhalim dan permusuhan di muka bumi, mereka itulah yang dikenai hukuman. Mereka itu kelak akan mendapatkan adzab yang pedih di akhirat.” (QS Asy-Syura (42): 41-42)

Rasulullah SAW bersabda: “Dengarkanlah, apakah kalian telah mendengar bahwa sepeninggalku akan ada para pemimpin? Siapa yang masuk kepada mereka, lalu membenarkan kedustaan mereka dan menyokong kezaliman mereka, maka dia bukan golonganku, aku juga bukan golongannya. Dia juga tak akan menemuiku di telaga.” (HR Tirmidzi, Nasai, dan Al Hakim).

TIGA HARI berturut-turut, sejak 27-29 Agustus 2025, ibu kota Jakarta seakan lumpuh, diguncang protes rakyat. Kita menyaksikan kemarahan kolektif rakyat yang sedang bergerak menuju titik yang paling mengkhawatirkan bagi keberlangsungan pemerintahan Prabowo Subianto, yang baru berumur 10 bulan.

Nampaknya, Presiden Prabowo Subianto sedang ketakutan ketika meminta masyarakat untuk percaya dengan pemerintah yang dipimpinnya. “Dalam situasi seperti ini, saya mengimbau semua masyarakat untuk tenang dan percaya dengan pemerintah yang saya pimpin. Pemerintah yang saya pimpin akan berbuat yang terbaik untuk rakyat. Semua keluhan masyarakat akan kami catat dan akan kami tindaklanjuti,” katanya merespons aksi demo yang digelar masyarakat.

Dengan nada curiga, Prabowo juga mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk selalu waspada terhadap pihak yang ingin menciptakan kerusuhan. “Saya mengimbau kepada seluruh bangsa Indonesia untuk selalu waspada terhadap unsur-unsur yang selalu ingin huru-hara, yang ingin chaos,” katanya dalam keterangan pers di Youtube Sekretariat Presiden, Jumat, 29 Agustus 2025.

Massa demonstran berasal dari beragam latar belakang, mulai dari pengemudi ojek online, pedagang, warga perorangan, aktivis, mahasiswa, organisasi, hingga pelajar yang masih berseragam sekolah. Selain menuntut pembubaran DPR, mereka juga menuntut pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, penolakan komersialisasi pendidikan, hingga penghentian politik dinasti.

Aparat kepolisian kerap melakukan tindakan berlebihan terhadap masyarakat yang menyuarakan hak berpendapat dan berekspresi secara damai di muka umum. Berbagai peristiwa demonstrasi sering diakhiri dengan represifitas dan kekerasan yang dilakukan aparat. Misalnya, penangkapan terhadap ratusan massa demonstran di gedung DPR, Senin (25/08/2025).

Kezaliman Penguasa

Perlawanan rakyat lahir dari kezaliman penguasa dan arogansi pejabat negara. Rakyat tidak akan diam ketika hak-hak mereka dilanggar dan aspirasi mereka diabaikan. Mereka akan mencari cara untuk melakukan perlawanan dan menuntut keadilan melalui protes, demonstrasi, dan bahkan gerakan sosial.

Kezaliman penguasa dapat berupa penyalahgunaan kekuasaan, pengabaian aspirasi rakyat, dan tindakan represif terhadap rakyat. Ketika rakyat merasa tidak dihargai dan tidak diperlakukan dengan adil, maka mereka akan mencari cara untuk melakukan perlawanan.

Perlawanan rakyat terhadap kezaliman penguasa dan arogansi pejabat negara merupakan bentuk ekspresi ketidakpuasan masyarakat terhadap ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan. Fenomena ini dapat dilihat dalam berbagai bentuk, seperti protes, demonstrasi, atau bahkan gerakan sosial.

Dalam beberapa kasus, perlawanan rakyat dapat dipicu oleh arogansi pejabat negara akibat: mengabaikan aspirasi rakyat, menggunakan bahasa kasar dan menghina rakyat, mengancam rakyat, menganggap diri sendiri lebih pintar dan lebih tahu apa yang terbaik untuk rakyat. Sikap seperti ini dapat memicu kemarahan dan perlawanan rakyat karena rakyat merasa tidak dihargai dan tidak diperlakukan dengan adil.

Contoh perlawanan rakyat dapat dilihat dalam kasus pengemudi ojek online yang dilindas mobil polisi, yang kemudian memicu pengibaran bendera setengah tiang sebagai simbol duka dan perlawanan rakyat kecil. Peristiwa ini menunjukkan bahwa rakyat menuntut keadilan, perlindungan, dan keberpihakan dari penguasa. Sayangnya, Prabowo lupa minta maaf, hanya menyesalkan terjadinya peristiwa tersebut.

Dalam konteks sejarah, perlawanan kolektif rakyat juga terjadi dalam bentuk perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme. Contohnya adalah perlawanan rakyat Indonesia terhadap Belanda yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, dan Kapitan Pattimura.

Pemicu Kemarahan Rakyat

Arogansi pejabat negara juga dapat memicu perlawanan rakyat. Pejabat negara yang bersikap sombong dan tidak peduli dengan aspirasi rakyat, seperti anggota DPR yang mengatakan bahwa rakyat tidak tahu apa-apa dan biarkan mereka yang berurusan dengan pemerintahan, dapat membuat rakyat merasa tidak dihargai dan tidak diperlakukan dengan hormat.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki peran penting dalam mewakili aspirasi rakyat dan membuat keputusan yang berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Namun, beberapa anggota DPR telah menunjukkan sikap arogan yang dapat memicu kemarahan dan perlawanan rakyat.

Omongan arogan pejabat dan anggota DPR baru-baru ini yang memicu kemarahan dan perlawanan rakyat antara lain:

  1. Menghina rakyat: “Rakyat tidak tahu apa-apa, biarkan kami yang berurusan dengan pemerintahan. Guru dan dosen itu beban negara.”
  2. Mengabaikan aspirasi rakyat: “Kami yang tahu apa yang terbaik untuk rakyat, tidak perlu mendengarkan pendapat mereka. Padahal rakyat menuntut dihapusnya UU yang merugikan serta menyakiti hati rakyat.”
  3. Menggunakan bahasa kasar: “Rakyat yang bodoh tidak bisa memahami kebijakan kami. Orang yang menuntut DPR dibubarkan adalah orang paling totol sedunia.”
  4. Mengancam rakyat: “Jika rakyat tidak setuju dengan kebijakan kami, maka kami akan tetap melakukannya. Tidak ada pemerintah yang ingin rakyatnya menderita.”
  5. Menganggap diri sendiri lebih pintar: “Kami yang paling pintar dan tahu apa yang terbaik untuk negara ini. Kalian siapa, apa kontribusimu terhadap negara?”
  6. Mengabaikan kebutuhan rakyat: “Kebutuhan rakyat tidak penting, yang penting adalah kepentingan kami. Jangan samakan kami dengan rakyat jelata, tidak level, dan cacat logika. Bandingkan kami dengan gaji pejabat BUMN dong.”
  7. Menggunakan kekuasaan untuk memenjarakan lawan: “Jika ada yang berani melawan kami, maka kami akan memenjarakan mereka. Jangankan 5000 demonstran, bahkan 50 ribu kami hadapi.”

Sebagian contoh di atas menunjukkan bahwa arogansi pejabat negara dapat merugikan rakyat dan negara serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara. Oleh karena itu, penting bagi pejabat negara untuk memiliki sikap yang rendah hati, transparan, dan akuntabel dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.

Dan yang paling penting dan urgen, penguasa hendaknya mendengarkan aspirasi rakyat dan memperlakukan rakyat dengan adil. Pejabat negara juga harus memiliki sikap yang rendah hati dan peduli dengan aspirasi rakyat. Dengan demikian, perlawanan kolektif rakyat mungkin dapat dihindari dan kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan harmonis. Namun, jika penguasa tidak peduli dengan aspirasi rakyat, maka perlawanan kolektif rakyat akan terus terjadi sebagai bentuk protes terhadap kezaliman dan ketidakadilan.

Yogyakarta, Jum’at 29 Agustus 2025
IRFAN S. AWWAS

(*/arrahmah.id)

Editor: Samir Musa