GAZA (Arrahmah.id) – Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Senin (25/8/2025) menegaskan bahwa serangan udara ‘Israel’ terhadap Kompleks Medis Nasser di Gaza, yang menewaskan 20 warga Palestina termasuk 5 jurnalis, adalah tindakan yang “tidak bisa diterima”. Ia menyerukan ‘Israel’ untuk menghormati hukum internasional.
Dalam sebuah unggahan di platform X, usai berbicara lewat telepon dengan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Macron menulis:
“Warga sipil dan jurnalis harus dilindungi dalam situasi apa pun. Media harus bisa bekerja dengan bebas dan independen untuk menyampaikan kebenaran konflik. Membiarkan seluruh bangsa kelaparan adalah kejahatan yang harus segera dihentikan.”
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy menyatakan dirinya “terpukul” oleh serangan ‘Israel’ ke RS Nasser. Ia menegaskan bahwa warga sipil, tenaga medis, dan jurnalis harus dilindungi, serta menyerukan gencatan senjata segera.
Dari Jerman, Kementerian Luar Negeri menyatakan “terkejut” atas gugurnya sejumlah jurnalis, relawan penyelamat, dan warga sipil dalam serangan tersebut. Berlin menuntut adanya penyelidikan dan meminta ‘Israel’ memberikan akses kepada media independen asing serta menjamin perlindungan jurnalis di Gaza.
Kecaman PBB dan Organisasi Internasional
Sekjen PBB António Guterres lewat juru bicaranya, Stéphane Dujarric, mengecam keras pembunuhan warga Palestina dalam serangan ke RS Nasser. Ia menegaskan perlunya penyelidikan segera dan independen, serta menekankan kewajiban melindungi warga sipil, tenaga medis, dan jurnalis setiap saat.
Ravina Shamdasani, juru bicara Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB, menyebut pembunuhan jurnalis di Gaza seharusnya menjadi “kejutan yang mengguncang dunia” dan mendorong aksi nyata untuk menuntut akuntabilitas dan keadilan. Ia menekankan, jurnalis dan rumah sakit bukanlah target sah dalam perang apa pun.
Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, juga mengecam keras serangan itu. “Di saat warga Gaza kelaparan, akses mereka yang sudah terbatas ke layanan kesehatan semakin dipersempit oleh serangan-serangan berulang,” katanya. WHO mencatat ada 4 tenaga kesehatan yang turut tewas, serta 50 orang lainnya terluka, termasuk pasien yang sedang dalam kondisi kritis.
Philippe Lazzarini, Komisaris Jenderal UNRWA, menyoroti “kelalaian internasional yang mengejutkan” terhadap perang di Gaza. Menurutnya, serangan ini jelas bertujuan membungkam suara-suara terakhir yang masih berani melaporkan kematian anak-anak akibat kelaparan.
Serangan Sistematis terhadap Jurnalis
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan sedikitnya 21 orang gugur dalam serangan ‘Israel’ ke RS Nasser di Khan Younis, termasuk 5 jurnalis:
-
Mohammed Salama, fotografer Al Jazeera
-
Hussam Al-Masri, fotografer Reuters
-
Moaz Abu Taha, jurnalis NBC News
-
Mariam Abu Daqqa, jurnalis Independent Arabia dan AP
-
Ahmed Abu Aziz, jurnalis Quds Feed
Kantor Media Pemerintah Gaza menyatakan jumlah jurnalis yang gugur sejak 7 Oktober 2023 kini mencapai 246 orang, menegaskan ‘Israel’ melakukan pembunuhan sistematis terhadap para wartawan yang menjadi saksi kejahatan di Gaza.
Genosida yang Berlanjut
Sejak 7 Oktober 2023, ‘Israel’ dituding melakukan genosida di Jalur Gaza, yang mencakup pembunuhan massal, kelaparan, penghancuran infrastruktur, dan pengusiran paksa. Semua itu berlangsung meski ada seruan internasional dan perintah dari Mahkamah Internasional untuk menghentikannya.
Hingga kini, genosida ‘Israel’ telah menewaskan 62.686 orang, melukai 157.951 orang, sebagian besar anak-anak dan perempuan. Lebih dari 9.000 orang hilang, ratusan ribu mengungsi, dan kelaparan telah merenggut nyawa 300 warga Palestina, termasuk 117 anak-anak. (zarahamala/arrahmah.id)