1. News
  2. Internasional

Pejuang Asing Mengajukan Petisi Kewarganegaraan Pada Rezim Suriah

Hanoum
Sabtu, 16 Agustus 2025 / 22 Safar 1447 05:07
Pejuang Asing Mengajukan Petisi Kewarganegaraan Pada Rezim Suriah
Brigade Khaled bin Walid menggelar parade militer setelah Bashar al-Assad digulingkan di Damaskus, Suriah, 27 Desember 2024. [Foto: REUTERS/Ahmed Jadallah]

DAMASKUS (Arrahmah.id) — Para pejuang asing yang bergabung dalam perang saudara Suriah telah mengajukan petisi kepada pemerintah baru Suriah untuk mendapatkan kewarganegaraan.

Menurut para pejuang asing, seperti dilansir Reuters (15/8/2025), nasib mereka semakin tidak jelas pasca kelompok perlawanan Hai’ah Tahrir Sham (HTS) berkuasa karena hanya sedikit negara yang bersedia menerima kembali mereka yang telah dicap sebagai ekstremis. Di sisi lain, kehadiran mereka pun dikhawatirkan oleh sebagian warga Suriah karena label teroris yang melekat.

Banyak pejuang dan keluarga mereka, termasuk pekerja bantuan dan jurnalis yang bergabung dengan kelompok perlawanan Suriah, tidak memiliki dokumen yang sah. Beberapa telah dicabut kewarganegaraan aslinya, dan takut akan hukuman penjara yang panjang atau bahkan hukuman mati di negara asal mereka.

“Kami berbagi roti, berbagi duka, dan berbagi harapan akan masa depan yang bebas dan adil bagi Suriah … Namun bagi kami, para muhajirin (emigran), status kami masih belum pasti,” bunyi surat tersebut, dikutip dari Reuters.

“Kami dengan hormat meminta agar para pemimpin Suriah, dengan kebijaksanaan, pandangan ke depan, dan persaudaraan, memberikan kami kewarganegaraan Suriah penuh dan hak untuk memegang paspor Suriah.”

Surat tersebut diajukan oleh Bilal Abdul Kareem, seorang jurnalis perang yang tinggal di Suriah sejak 2012 dan merupakan tokoh terkemuka di kalangan warga negara asing di sana.

Ia mengatakan kepada Reuters melalui telepon bahwa petisi tersebut bertujuan untuk memberi manfaat bagi ribuan warga negara asing dari lebih dari selusin negara bagian. Termasuk warga Mesir dan Saudi, Lebanon, Pakistan, Indonesia, dan Maladewa, serta warga Inggris, Jerman, Prancis, Amerika, Kanada, dan etnis Chechnya serta Uighur.

Reuters tidak dapat memastikan berapa banyak orang yang mendukung petisi kewarganegaraan, tetapi tiga warga negara asing di Suriah—seorang warga negara Inggris, seorang warga negara Uighur, dan seorang warga negara Prancis—mengonfirmasi hal tersebut.

Seorang juru bicara Kementerian Dalam Negeri Suriah mengatakan bahwa kepresidenan Suriah akan menjadi pihak yang memutuskan masalah kewarganegaraan bagi warga negara asing.

Seorang pejabat media kepresidenan tidak menanggapi permintaan komentar.

Dalam beberapa pekan setelah berkuasa, Presiden Ahmad asy Syaraa, mantan pemimpin HTS, mengatakan bahwa para pejuang asing dan keluarga mereka mungkin akan diberikan kewarganegaraan Suriah, tetapi belum ada laporan publik mengenai langkah tersebut.

Beberapa warga Suriah khawatir, melihat para pejuang asing lebih loyal kepada proyek pan-Islam daripada kepada Suriah, dan khawatir akan persepsi ekstremisme mereka. Hal itu terlihat saat para pejuang asing dituduh terlibat dalam kekerasan yang menargetkan milisi Alawi dan Druze yang mengakibatkan tewasnya lebih dari 1.000 orang Alawi.

Sebelumnya, tibuan warga negara asing berbondong-bondong ke Suriah setelah protes rakyat pada tahun 2011 berubah menjadi perang saudara. Mereka kemudian bergabung dengan berbagai kelompok, hingga menikah dan berkeluarga di Suriah.

Pejuang asing asal Uighur, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan tujuannya telah beralih untuk mencari nafkah di Suriah.

“Saya punya anak laki-laki berusia 4 tahun yang harus segera bersekolah, dan saya harus memikirkan masa depannya di luar medan perang jihad,” kata pejuang tersebut.

Tauqir Sharif, seorang pekerja bantuan Inggris yang telah tinggal di Suriah sejak 2012, mengatakan kepada Reuters pada bulan Mei bahwa orang asing yang berkontribusi bagi masyarakat berhak mendapatkan kewarganegaraan.

“Muhajirin yang datang bukanlah pembunuh, mereka adalah penyelamat yang datang ke sini untuk menghentikan penindasan,” kata Sharif, yang dicabut kewarganegaraan Inggrisnya pada tahun 2017.

Setelah berkuasa pada bulan Desember, Suriah mengangkat pejuang asing ke posisi-posisi senior di militer. Suriah menerima lampu hijau dari AS untuk memasukkan beberapa ribu orang ke dalam militer, dan telah memberikan peran-peran lain kepada orang asing.

Para pendukung pemberian kewarganegaraan kepada pejuang asing berpendapat hal itu akan membuat mereka bertanggung jawab di bawah hukum.

“Ini akan menjadi hasil yang adil dari pengorbanan yang dilakukan saudara-saudari muda ini untuk membebaskan negara dari cengkeraman Bashar al-Assad,” kata Abdul Kareem. (hanoum/arrahmah.id)