GAZA (Arrahmah.id) – Operasi Asa Musa (Tongkat Musa) yang diluncurkan oleh Brigade al-Qassam, sayap militer Hamas, menjadi kelanjutan dari strategi perlawanan meski di tengah kehancuran besar-besaran yang dilakukan ‘Israel’.
Pada Rabu (3/9/2025), perlawanan mengumumkan dimulainya operasi ini sebagai respons terhadap invasi Arabat Gideon 2 yang dicanangkan ‘Israel’ untuk menduduki Kota Gaza.
Sumber perlawanan kepada Al Jazeera menyebut, operasi perdana sudah dimulai beberapa hari lalu di Jabaliya dan kawasan Zaytoun, hanya beberapa jam setelah ‘Israel’ mengumumkan Gideon 2.
Brigade al-Qassam merilis rekaman saat pejuangnya menyerang tank Merkava dan kendaraan lapis baja ‘Israel’ di Jabaliya. Video menunjukkan tiga pejuang keluar dari reruntuhan rumah, lalu menembakkan roket “Yasin 105” ke arah tank, dan menanamkan bom pada kendaraan lapis baja sebelum meledak.
Menurut analis militer Elias Hanna, penamaan “Asa Musa” sarat makna religius yang memotivasi pejuang. Ia menyebut operasi ini juga sebagai jawaban atas kegagalan Gideon 1 yang terungkap dalam dokumen bocor militer ‘Israel’.
Dokumen itu menunjukkan kegagalan strategis ‘Israel’: perlawanan menguasai perang kota secara profesional, sementara doktrin militer ‘Israel’ tak cocok dengan model pertempuran tersebut.
Meskipun ‘Israel’ mengerahkan pasukan dan teknologi hingga batas maksimal, perlawanan justru mampu memanfaatkan kehancuran kota sebagai bagian dari taktiknya. Hal ini terlihat jelas dalam pertempuran sengit di Jabaliya dan kini terpusat di kawasan Zaytoun.
Operasi Gideon 2 menghadapi hambatan lebih besar dari sebelumnya: penolakan dari sebagian pasukan cadangan, serta kekurangan serius di unit teknik, khususnya kendaraan buldoser militer, yang mencapai defisit 60%.
Hanna menilai, perbedaan antara Gideon 1 dan Gideon 2 hanyalah administratif, bukan strategis. Operasi sebenarnya berlanjut tanpa jeda, dengan beberapa brigade tersebar di Zaytoun, Sabra, Jabaliya, Shuja’iyya, hingga Tuffah.
Selain itu, terdapat kontradiksi antara keputusan politik dan militer Israel, di mana pemanggilan pasukan cadangan tak mampu memenuhi kebutuhan strategi. Situasi ini menimbulkan kekacauan operasional.
Sementara ‘Israel’ mengandalkan penghancuran infrastruktur untuk mencegah kembalinya perlawanan, Hamas justru menunjukkan adaptasi cepat dan efektif. Penamaan operasi “Asa Musa” mencerminkan kemampuan mereka dalam menyesuaikan diri baik secara strategis maupun taktis.
Sejak 7 Oktober 2023, dengan dukungan penuh AS, ‘Israel’ telah melakukan genosida di Gaza yang menewaskan 63.633 warga Palestina, melukai lebih dari 160 ribu orang, sebagian besar anak-anak dan perempuan. Ribuan lainnya hilang, ratusan ribu mengungsi, dan krisis kelaparan telah merenggut 367 jiwa, termasuk 131 anak. (zarahamala/arrahmah.id)