1. News
  2. Internasional

Pakar Amerika: Serangan ‘Israel’ Tutup Pintu Bagi Setiap Negosiasi

Zarah Amala
Diperbaru: Rabu, 10 September 2025 / 18 Rabiul awal 1447 10:30
Pakar Amerika: Serangan ‘Israel’ Tutup Pintu Bagi Setiap Negosiasi
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al-Ansari, membantah Doha mengetahui serangan tersebut sebelumnya (Al Jazeera)

GAZA (Arrahmah.id) – Meskipun kantor Perdana Menteri ‘Israel’, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa serangan terhadap para pemimpin senior Hamas di Doha adalah “operasi ‘Israel’ murni” yang diputuskan dan dijalankan sendiri, pernyataan dari Gedung Putih justru menunjukkan hal lain. Juru bicara Gedung Putih, Caroline Leavitt, menyebut bahwa pemerintahan AS sudah mendapat informasi sebelumnya dari Pentagon soal serangan itu.

Serangan di ibukota Qatar ini terjadi di tengah upaya baru Amerika untuk mendorong kesepakatan pertukaran tawanan dan gencatan senjata di Gaza. Saat itu, para pemimpin Hamas sedang berkumpul membahas proposal Presiden Donald Trump.

Qatar selama ini menjadi mediator utama bersama Mesir dan AS sejak 7 Oktober 2023, ketika Hamas masih menahan sekitar 20 tawanan ‘Israel’ yang selamat. Menariknya, serangan ‘Israel’ ini dilakukan hanya sehari setelah pertemuan antara Menteri Urusan Strategis ‘Israel’, Ron Dermer, orang dekat Netanyahu, dengan utusan Timur Tengah Trump, Steven Witkoff, di Gedung Putih.

“Impunity” ‘Israel’

Menurut David Mack, mantan Wakil Menlu AS untuk urusan Timur Tengah, serangan itu mencerminkan keyakinan Netanyahu dan koalisi kanannya bahwa mereka harus menghabisi semua pemimpin Hamas yang tersisa di mana pun mereka berada, bahkan di negara-negara Arab atau Turki.

Sementara itu, Joe Hoffman, pakar militer dari Cato Institute, menilai bahwa serangan ke Qatar adalah “upaya sadar untuk merusak negosiasi gencatan senjata yang dipimpin AS”. Ia menegaskan bahwa ‘Israel’ “tidak berniat mengakhiri perang” dan merasa bisa bertindak tanpa konsekuensi.

Hoffman juga mengkritik Trump karena tetap memberikan dukungan tanpa syarat pada ‘Israel’, bahkan ketika langkah mereka justru merugikan kepentingan Amerika sendiri dan mengguncang stabilitas kawasan. Menurutnya, keputusan Washington untuk terus mengikuti agenda ekstrem ‘Israel’ menunjukkan kegagalan strategi AS di Timur Tengah.

Masa Depan Negosiasi

Terkait dampak serangan itu terhadap proses negosiasi, David Mack menilai langkah ini adalah pertanda “runtuhnya pembicaraan gencatan senjata”. Baginya, tawar-menawar soal 20 tawanan ‘Israel’ yang tersisa kini tak lagi dianggap prioritas dibanding kelanjutan operasi militer di Gaza.

Bahjat Joudat, profesor di Universitas Pertahanan Nasional milik Pentagon, juga menegaskan bahwa serangan itu adalah bagian dari janji ‘Israel’ untuk menyerang Hamas di mana saja dan kapan saja. Tetapi ia menambahkan, dampaknya sangat berat: serangan ini tidak hanya memutus harapan Hamas, tetapi juga menutup pintu bagi mediator seperti Qatar dan Mesir.

Qatar menjadi tuan rumah salah satu pangkalan militer terbesar AS di kawasan. Maka, wajar jika banyak pihak mempertanyakan pesan apa yang ingin disampaikan serangan ‘Israel’ ini kepada sekutu-sekutu Washington.

David Mack menjawab lugas: “AS tidak akan membalas Israel secara militer. Dan bagi negara Arab moderat, jangan pernah berharap pada Trump. Mesir dan Yordania harus lebih waspada, karena perjanjian damai saja tidak cukup untuk menjamin keamanan mereka.”

Sementara itu, Joudat mengingatkan bahwa kantor Hamas di Doha ada karena permintaan Washington, mirip dengan model Taliban di Qatar. AS membutuhkan saluran komunikasi dengan Hamas. Tapi kini, kata dia, “pintu itu tertutup.” Serangan ‘Israel’ di Doha bukan hanya merusak posisi Qatar sebagai mediator, tapi juga bisa menjadi kemunduran bagi hubungan AS dengan negara-negara Teluk serta upaya normalisasi. (zarahamala/arrahmah.id)