Gaza semakin merana, serangan Israel yang membabi buta telah meluluhlantahkan ruang tempat mereka hidup, memaksa penduduknya terusir, mengungsi tiada henti, dan bahkan membuat mereka cacat bahkan syahid. Tidak cukup disitu, tanpa mempunyai hati dan perasaan Israel memblokade Palestina dan menjadikannya penjara yang sulit untuk ditembus dunia luar. Kondisi ini membuat rakyat disana kehilangan akses pada bahan makanan, air bersih, listrik, dan bahan bakar sebagai penopang kehidupannya. Akibatnya saat ini semua orang yang tinggal disana mengalami kelaparan parah yang tidak pernah terjadi di dunia sebelumnya.
Menurut The Japan Times dalam tiga hari terakhir 21 anak meninggal dunia di Rumah Sakit Al-Shifa, Al-Aqsa Martyrs, hanya dalam waktu 72 jam karena malnutrisi. Artinya tujuh anak tewas setiap harinya. Direktur Al-Shifa, Mohammed Abu Salmiya bahkan menyebut bahwa kasus kelaparan yang datang bukan hanya gelombang tapi sudah dalam tahap tsunami. Sementara itu hampir 900 warga Gaza tewas saat berusaha mendapatkan bantuan makanan di pusat bantuan swasta. Ironisnya, ditengah kengerian tersebut lebih dari 6000 truk bantuan dan lebih dari 1000 tenaga kesehatan yang bisa meringankan penderitaan di Gaza tidak bisa masuk karena blokade. (Cnbcindonesia.com,23/7/2025)
Tidak cukup sampai di situ, Lembaga Penyiaran Israel (KAN) mengkonfirmasi militer Israel telah menghancurkan puluhan ribu paket bantuan berisi makanan dan obat-obatan untuk warga Gaza yang kelaparan. 1000 truk bantuan telah dihancurkan, begitupun dengan truk bantuan lain juga akan datang. Israel tidak takut dengan kecaman dunia international meskipun telah menyebabkan bencana kemanusiaan ini. Sedangkan masyarakat Gaza sudah tidak memiliki makanan sama sekali hingga harus bertahan dengan memakan rumput, gulma, tepung dari kulit jagung bahkan makanan ternak sekalipun. (International.sindo.com,26/7/2025)
Fakta ini mengonfirmasi bahwa Israel sama sekali tidak peduli dengan penderitaan yang dirasakan rakyat Gaza. Sekalipun mereka membantah dan mengungkapkan ingin membantu krisis yang terjadi dengan menciptakan mekanisme penyaluran bantuan kemanusiaan kepada warga sipil. Nyatanya aksi tersebut malah melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan PBB karena mengganti UNRWA dan penyedia bantuan Internasional lainnya dengan GHF (Gaza Humanitarian Foundation).
Beroperasinya GHF mulai Mei 2025 ini telah memaksakan warga untuk pergi ke daerah selatan yang dianggap sebagai pengusiran paksa. Selain itu, dalam perjalanan mengambil bantuan ini banyak rakyat yang tewas karena kerumunan dan penembakan secara acak, ini membuat dunia menduga bahwa GHF sengaja membuat “perangkap kematian”. Perlakuan yang diberikan pun jauh dari kata manusiawi, sehingga melecehkan norma rakyat Gaza yang berjuang dan hanya mendapatkan bantuan yang bahkan jauh dari kata memadai.
Adapun respon yang diberikan oleh dunia terhadap genosida di Palestina dinilai masih kurang karena sampai saat ini masalah masih berjalan bahkan kian parah. Ini karena PBB hanya memberikan kecaman tanpa sanksi yang nyata. Kalaupun ada sanksi atau tekanan yang dilakukan, Amerika Serikat sebagai sekutu Israel akan mengeluarkan hak veto dan membatalkan kesepakatan yang terjadi. Gugatan atas genosida pun pernah dilayangkan ke International Court of Justice (ICJ), namun arahannya tidak pernah dijalankan oleh Israel. ICC (International Criminal Court) juga telah menyelidiki kemungkinan kejahatan perang yang terjadi, namun prosesnya berjalan dengan lambat, belum ada penangkapan atau tindakan yang nyata.
Sikap negara Barat dalam hal ini, mereka bertindak sebagai pihak yang mendukung Israel baik secara diplomatik maupun bantuan militer. Mereka dengan rutin mengirimkan bantuan persenjataan, memberikan perlindungan politik, dan memveto setiap resolusi PBB yang mengecam Israel. Sementara negara-negara muslim seperti Turki, Indonesia, Malaysia dan yang lainnya hanya bisa mengecam dan menyuarakan dukungan pada Palestina. Sebagian ada yang mau melakukan boikot dagang, tapi kebanyakannya tetap menjalakan hubungan diplomasi dan ekonomi baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan.
Dari sisi masyarakat sipil dunia banyak juga yang peduli dengan nasib warga Palestina dan menyuarakan dukungannya di berbagai negara. Hanya saja, suaranya belum bisa memaksa masing-masing kepala negaranya untuk mengarahkan bantuan nyata ke sana. Parahnya warga yang berdemo dan menyuarakan dukungannya malah mendapatkan perlakuan kasar dari aparat setempat seperti yang terjadi di Mesir dalam acara “March to Gaza”.
Segala usaha yang dilakukan oleh dunia untuk menolong Gaza saat ini belum bisa menyelesaikan persoalan intinya yaitu penjajahan. Dunia masih teguh dengan two state solution yang jelas-jelas menzalimi. Israel pun bukanlah kumpulan manusia yang bisa diajak berdiplomasi, karena sudah berulangkali mereka melanggar resolusi yang sudah disepakati. Boikot dagang dan hal sejenisnya juga tidak berpengaruh besar karena banyak negara yang masih tergantung perekonomiannya pada Israel dan tidak bisa memutus kerjasama. Akhirnya solusi satu-satunya untuk melenyapkan dominasi Israel adalah dengan mengirimkan kekuatan militer yang akan menghempaskan Israel dari bumi Palestina.
Namun dalam tatanan hidup hari ini, mengirimkam militer ke Israel adalah hal yang sangat berat dan tidak ada satupun negara yang mau mengambil peran itu. Karena pemimpin negara yang saat ini ada tidak bisa lepas dari cengkraman AS sebagai negara adidaya dan pelindung setia Israel. Harus ada negara lain yang mau lepas dari dominasi AS dan mampu menyaingi kedigdayaanya sehingga berani membela Palestina secara nyata.
Aksi nyata tersebut pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. pada perang Khandaq atau perang Ahzab di tahun ke lima hijriyah. Saat itu Daulah Islam menghadapi pengepungan dan penyerangan oleh pasukan ahzab yang terdiri dari gabungan kaum Quraisy, Yahudi Bani Nadhir, Bani Ghathfan dan kaum Arab lainnya yang berjumlah 15.000 pasukan dengan senjata lengkap. Sedangkan kaum muslim hanya diperkuat oleh 3.000 pasukan dengan persenjataan yang tidak selengkap musuh.
Dengan pertolongan Allah Swt. serta kegigihan kaum muslimin akhirnya pasukan ahzab berhasil dikalahkan. Bahkan kaum Yahudi Bani Quraidzah yang berkhianat bisa dikepung dan berhasil dihukumi mereka atas kejahatan yang dilakukan. Inilah teladan Rasulullah saw. yang perlu diikuti penguasa muslim dalam menghapuskan dominasi kaum kafir yang zalim.
Tindakan riil Rasulullah saw. terhadap pasukan Ahzab menunjukkan eksistensi Beliau sebagai pemimpin kaum muslimin sekaligus pelindung bagi mereka. Pun di masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khaththab ra. Perhatian serta tanggung jawabnya ia tunjukkan saat kelaparan menimpa warganya akibat kemarau panjang dan kekeringan. Beliau mengirim surat kepada wali’ di sekitar agar mengirimkan bantuan. Maka Amr bin Ash sebagai Wali Mesir segera membantu dengan mengirimkan bantuan, lalu Khalifah mendistribusikannya secara merata pada seluruh rakyat.
Apa yang dilakukan Rasulullah dan juga Khalfah Umar harusnya dirasakan juga oleh umat Islam hari ini terutama muslim Palestina. Mereka bukan saja diisolir dari saudara-saudaranya seakidah tapi juga penguasa muslim yang hanya diam menonton tanpa mau bertindak. Bukankah Rasulullah saw telah bersabda yang artinya:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan berempati adalah seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh merasakan sakit, maka seluruh tubuh akan turut merasakan, dengan tidak bisa tidur dan mengalami demam.”(H.R Muslim)
Namun untuk mewujudkan itu tentu bukan perkara yang mudah, butuh usaha yang besar dan perjuangan tiada henti. Karenanya tugas kaum Muslim lah untuk menyadarkan dunia bahwa satu-satunya solusi yang konkret untuk Palestina hanyalah dengan jihad dan berdirinya negara yang menjadikan Islam sebagai landasan dalam mengambil setiap keputusannya. Inilah solusi tepat dalam mengakhiri kelaparan sistematis dan genosida yang terjadi di Palestina.
Wallaahu a’lam bish shawaab
Editor: Hanin Mazaya