1. Opini

Opini: Keracunan MBG Terulang, Bukti Gagalnya Negara Menjamin Gizi Rakyat

Oleh Ummu Raffi
Senin, 8 September 2025 / 16 Rabiul awal 1447 17:31
Opini: Keracunan MBG Terulang, Bukti Gagalnya Negara Menjamin Gizi Rakyat
Ilustrasi MBG. (Foto: Dokumentasi/Antara/Maulana Surya/YU)

Lagi-lagi terulang, perihal keracunan massal MBG (Makan Bergizi Gratis) yang terjadi di berbagai daerah. Hingga kini, pelaksanaan program tersebut tidak lepas dari beragam permasalahan, sehingga banyak memunculkan pro dan kontra di masyarakat. Mulai dari kualitas, kebersihan makanan, pengelolaan anggaran diduga sarat kecurangan, penyaluran anggaran yang keliru, sampai dugaan terbukanya celah korupsi.

Dikutip beberapa media, terdapat ratusan siswa dan santri mendapatkan perawatan medis, usai menyantap menu MBG. Seperti, yang terjadi di kabupaten Lebong Bengkulu sebanyak 427 anak, Lampung Timur sebanyak 20 anak. Kemudian di SMP 3 Sleman sebanyak 135 siswa. Sebelumnya kasus serupa pun terjadi di daerah Sragen, sebanyak 196 siswa dan guru diduga mengalami keracunan setelah konsumsi MBG.

Dari hasil uji laboratorium di daerah Sragen disampaikan bahwa, penyebab keracunan massal adalah adanya sanitasi yang buruk dan higienitas lingkungan tersebut. Pemerintah kabupaten Sragen pun menegaskan kepada pengelola SPPG (Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi) harus segera melakukan perbaikan.

Tentu saja dengan melibatkan ribuan SPPG, pemerintah sepatutnya telah menyiapkan pengawasan dan pengontrolan kualitas menu makanan MBG yang akan disediakan pihak SPPG, termasuk kelayakan makanan dan status gizi di dalamnya.

Kehadiran SPPG atau dapur umum MBG membuka peluang pundi-pundi rupiah bagi para pelaku bisnis. Mereka bisa menjadi vendor penyedia dan distributor ke berbagai sekolah yang ditunjuk. Sebab dalam sistem kapitalisme, industrialisasi sebagai kerangka sistem dan gizi. Alih-alih untuk mengentaskan gizi buruk dan stunting. Realitanya, keberadaan SPPG hanya fokus mengejar keuntungan semata, hingga mengabaikan kebersihan, kesehatan, bahkan keselamatan konsumen.

MBG merupakan salah satu program pemerintah yang pelaksanaannya diprediksi berhasil oleh Presiden. Dengan tujuan mulia yaitu untuk mengatasi masalah stunting dan gizi buruk pada anak-anak serta ibu hamil. Sekaligus, untuk meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) serta dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.

Kian tingginya kasus keracunan massal MBG di berbagai daerah, seharusnya menjadi cambuk keras bagi pemerintah atas ketidakseriusan negara dalam merencanakan dan melaksanakan program MBG ini.

Dari sini tampak jelas, kelalaian pemerintah dalam menjalankan program tersebut. Minimnya SOP (Standar Operasional Prosedur) yang matang, lemahnya pengawasan terhadap SPPG, serta buruknya higienitas dan sanitasi yang utama. Sebelumnya, memang banyak pihak yang mengkritik terkait menu makanan MBG, mengenai porsi dan kualitas gizi yang diragukan, karena tidak merata di setiap daerah.

Program MBG sejatinya bukanlah solusi fundamental bagi problem malnutrisi dan stunting. Sebab, akar masalahnya terletak pada gagalnya negara dalam menjamin ketersediaan lapangan kerja yang layak bagi para kepala keluarga. Sehingga, keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi anak-anaknya secara mandiri.

Selain itu, negara tidak mampu dalam menyediakan layanan kesehatan gratis berkualitas, dan merata bagi seluruh masyarakat. Serta, abai dalam memberikan edukasi yang memadai bagi para ibu dan calon ibu mengenai pentingnya pemenuhan gizi anak.

Semua rangkaian persoalan tersebut, tak lepas dari sistem kapitalisme yang tengah bercokol hari ini. Dalam sistem ini, negara hanya berperan sebagai regulator bagi kepentingan korporasi dibanding mengurus urusan rakyat. Sistem kapitalisme menjadikan pangan sebagai komoditas bisnis.

Akibatnya, pemerintah menjadikan program MBG sebagai proyek bancakan politis jangka pendek yang sarat pencitraan, tanpa mampu menjawab akar persoalannya. Selama sistem ini tetap dipertahankan, maka rakyat akan menanggung dampaknya. Oleh sebab itu, berharap terjaminnya kesehatan, kesejahteraan generasi merupakan suatu kemustahilan pada sistem kapitalisme.

Permasalahan malnutrisi, stunting, dan kasus keracunan massal akibat program populis MBG, sejatinya hanya akan tuntas dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah. Sebab, Islam merupakan solusi sistemik yang mampu mengatur kehidupan rakyat sesuai hukum syara, dengan berorientasi pada kemaslahatan rakyat. Termasuk jaminan pangan dan gizi, sebagai hajat hidup pemenuhan kebutuhan pokok seperti, sandang, pangan, pendidikan, dan kesehatan.

Rasulullah Saw bersabda: “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus) rakyat, kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (HR Bukhari dan Muslim)

Bahwasanya, keberadaan negara dalam Islam bukan sekedar simbol politik, melainkan sebagai perisai yang secara langsung menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat dengan beragam mekanisme yang telah ditetapkan syariat. Baik secara langsung melalui baitul mal maupun tidak langsung, sehingga akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang mensejahterakan rakyatnya, yaitu:

Pertama, mekanisme secara langsung. Dapat diwujudkan dengan cara, negara membuka akses pemanfaatan lahan produktif. Dengan mengelola kepemilikan umum sebagai lapangan pekerjaan yang layak untuk kepentingan rakyat, serta mendorong aktivitas ekonomi, hingga menghapus berbagai pungutan, pajak yang menyusahkan rakyat.

Negara menjamin terwujudnya sistem perdagangan yang bersih dari riba, monopoli dan spekulasi. Sehingga, aktivitas pasar berjalan dengan adil, dan dapat memberikan kesempatan bagi seluruh rakyat untuk memiliki usaha. Dengan begitu, masyarakat akan terdorong untuk mendapatkan kemandirian ekonomi, serta mampu menafkahi keluarganya.

Kedua, mekanisme secara tidak langsung. Baitul mal dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan adanya pemasukan yang besar dan sah sesuai syariat. Sebagai contoh, pengelolaan kepemilikan umum yakni tambang, gas, minyak, dan SDA lainnya. Kharaj, jizyah, fa’i, dan zakat yang dikelola secara transparan untuk kepentingan rakyat.

Pemasukan-pemasukan tersebut menjadikan negara mampu menjamin tersedianya berbagai pelayanan gratis dan berkualitas, mulai dari pendidikan, hingga edukasi yang menyeluruh tentang gizi masyarakat. Alhasil, beragam problem stunting dan masalah gizi lainnya dapat teratasi secara dini. Sebab dalam sistem Islam, negara hadir secara nyata sebagai pengurus dan perisai. Bukan sebaliknya seperti yang terjadi saat ini, negara hanya sebatas regulator dan fasilitator bagi segelintir elit.

Negara akan memastikan meratanya distribusi harta kekayaan dan tepat sasaran berdasarkan data yang valid. Negara akan mengoptimalkan, bahkan berupaya agar tidak terjadi inflasi, sekaligus menjaga daya beli masyarakat agar stabil. Sehingga, masyarakat tidak harus membayar mahal untuk bisa mendapatkan makanan bergizi dan berkualitas.

Dengan demikian, hanya sistem Islam lah solusi mendasar yang dibutuhkan umat. Islam hadir dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. Tidak hanya kebutuhan pangan bergizi saja yang terpenuhi. Tetapi juga, kebutuhan pokok lainnya seperti kesehatan, keamanan, pendidikan, keadilan hukum dan sebagainya.

Oleh karena itu, didasari keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, seorang pemimpin akan benar-benar menjaga dan melindungi rakyat. Kehadirannya mampu menjamin seluruh kebutuhan rakyat, tanpa membedakan status dan kedudukan. Sehingga, kemaslahatan dan kesejahteraan pun dapat dirasakan seluruh umat baik muslim maupun nonmuslim.

Wallahu’alam bis shawab

Editor: Hanin Mazaya