1. News
  2. Internasional

Nasib Abu Ubaidah Masih Misterius: Klaim ‘Israel’ Berlawanan dengan Diamnya Hamas

Zarah Amala
Selasa, 2 September 2025 / 10 Rabiul awal 1447 10:02
Nasib Abu Ubaidah Masih Misterius: Klaim ‘Israel’ Berlawanan dengan Diamnya Hamas
Bagi warga Palestina, baik yang mendukung Hamas maupun yang menentang kelompok tersebut, menganggap Abu Ubaidah sebagai Handala baru mereka. [Getty]

GAZA (Arrahmah.id) – Menteri Pertahanan ‘Israel’, Israel Katz, mengklaim pada Ahad (31/8/2025) bahwa ‘Israel’ telah membunuh Abu Ubaidah, juru bicara sayap militer Hamas, Brigade al-Qassam, dalam sebuah serangan udara di Kota Gaza.

Lewat unggahannya di X, Katz menyombongkan diri dengan mengatakan bahwa “Abu Ubaidah telah dilenyapkan dan dikirim ke kedalaman neraka,” menyebut operasi itu sebagai “pencapaian berkualitas” yang dilakukan bersama Shin Bet.

Namun, Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu memilih nada yang lebih hati-hati. Ia mengatakan bahwa “beberapa jam dan hari mendatang akan mengungkap kebenaran,” sebuah keraguan langka yang menunjukkan bahwa ‘Israel’ sendiri belum yakin apakah benar-benar berhasil membunuh sosok yang selama dua dekade menjadi target paling diburu di Gaza.

Pada Sabtu (30/8), tentara ‘Israel’ menyerang sebuah bangunan tempat tinggal di dekat restoran Tailandy di lingkungan al-Rimal, Kota Gaza, menewaskan sedikitnya delapan warga Palestina dan melukai lainnya, menurut pertahanan sipil di wilayah itu.

Pertahanan sipil tidak merinci identitas para korban. Namun, saksi mata dan kerabat Abu Ubaidah mengatakan bahwa istri dan tiga anaknya termasuk di antara korban, meski nasib dirinya sendiri belum disebutkan. Sampai saat ini, Hamas juga belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait klaim ‘Israel’ tersebut.

Simbol lebih dari sekadar juru bicara

Meski belum jelas, kabar itu langsung menyebar cepat di Gaza. Di gang-gang sempit, tenda-tenda pengungsian, hingga grup WhatsApp, orang-orang saling berdebat, berduka, sekaligus meragukan kebenaran klaim ‘Israel’.

Bagi banyak orang, Abu Ubaidah bukan hanya juru bicara militer Hamas. Ia telah menjadi simbol nasional: wajah tertutup, kefiyeh merah-putih, dan kata-kata tajamnya bergema jauh melampaui Hamas, menyatu dengan identitas Palestina itu sendiri.

Dari Jabalia menuju ikon

Menurut sumber lokal di Kota Gaza, nama asli Abu Ubaida adalah Huzaifa Samir al-Kahlout, lahir pada 1985 di kamp pengungsi Jabalia, tumbuh dalam kemiskinan dan blokade.

Ia menempuh pendidikan di Universitas Islam Gaza hingga meraih gelar magister dalam bidang ushuluddin, sebelum bergabung dengan sayap militer Hamas.

Nama samaran “Abu Ubaidah” merujuk pada panglima sahabat Nabi, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, namun gaya dan simbolismenya lebih banyak dikaitkan dengan Imad Aqil, pejuang Hamas yang dibunuh ‘Israel’ pada 1993 dan dijuluki “petarung dengan tujuh nyawa.”

Pertama kali Abu Ubaidah muncul di publik pada 2002 dalam sebuah dokumenter tentang pejuang terowongan. Kefasihan dan kepercayaan dirinya yang menantang segera menarik perhatian.

Pada 2006, ia resmi menjadi wajah publik Brigade al-Qassam, saat mengumumkan penangkapan tentara ‘Israel’ Gilad Shalit, operasi yang diakui ‘Israel’ sebagai pukulan strategis. Sejak saat itu, suaranya selalu hadir dalam setiap perang Gaza.

Dengan seragam militer dan wajah tertutup kefiyeh khasnya, ia melontarkan ancaman, sumpah balas dendam, sekaligus menguatkan moral rakyat Palestina.

Kata-katanya singkat, terukur, tapi kerap lebih kuat dari pidato politik yang berapi-api. Analis ‘Israel’ bahkan menyebutnya sebagai “senjata psikologis,” karena hanya dengan tampil, ia bisa mengguncang publik ‘Israel’.

Seiring bertambahnya kekuatan Hamas, dari roket jarak dekat hingga rudal jarak jauh dan drone, Abu Ubaidah menjadi naratornya.

Di balik layar, sumber Hamas menyebut ia termasuk lingkaran pengambil keputusan bersama Mohammed Deif dan Yahya Sinwar, bukan hanya menyusun pernyataan, tapi juga strategi media sayap militer Hamas.

Duka, perlawanan, dan keraguan

Berbicara kepada The New Arab, warga Gaza menggambarkan keterkejutan dan kesedihan mereka atas kabar kematian Abu Ubaidah, seraya menegaskan bahwa ia telah melampaui sekadar juru bicara Hamas, menjadi suara perlawanan Palestina itu sendiri.

“Saya menentang Hamas sejak mereka menguasai Gaza tahun 2007, tapi saya selalu menghormati sosok bertopeng, Abu Ubaidah, karena ia adalah wajah sejati kita dalam menghadapi pendudukan ‘Israel’,” kata Abu Mohammed, seorang pria dari Jabalia.

“Abu Ubaidah bukan hanya juru bicara Hamas, ia adalah suara kita melawan dunia yang tidak adil, termasuk dunia Arab,” tambahnya.

Areej Ahmed, seorang perempuan Palestina dari kamp pengungsi al-Nuseirat, mengatakan:

“’Israel’ bisa saja membunuhnya secara fisik, tapi tak akan pernah membunuh maknanya. Abu Ubaidah bukan lagi sekadar manusia; ia adalah ide yang berakar dalam diri kami. Saat ia bicara, kami merasa ia bicara untuk seluruh Gaza.”

Ia menambahkan,

“Saya tidak akan pernah lupa pidatonya kepada dunia Arab dan umat Islam, memohon agar Gaza diselamatkan dari kehancuran, tapi tak seorang pun datang. Dalam pidato terakhirnya, ia berkata bahwa pada Hari Kiamat, seluruh dunia, termasuk bangsa Arab, akan berdiri sebagai lawan kami di hadapan Allah. Kata-kata itu seperti perpisahan, seakan ia tahu ajalnya dekat.”

“Apa yang dia yakini, kami juga yakini: bahwa dunia meninggalkan kami dalam pembantaian ini, membiarkan kami menghadapi pemusnahan sendirian. Kami tidak akan pernah memaafkan, bukan hanya atas kematiannya, tetapi juga karena membiarkan kami semua mati tanpa ampun, tanpa belas kasihan.”

Alaa Salama, seorang mahasiswa dari Khan Yunis, berkata:

“Kami menunggu pidatonya seperti menunggu siaran penting. Ia memberi kekuatan di malam-malam tergelap. Bahkan teman-teman saya yang menentang Hamas pun menganggapnya juru bicara kita semua. Jika benar ia telah tiada, kita kehilangan simbol yang tak tergantikan.”

“Setiap kali saya mendengarnya mengatakan perlawanan itu baik-baik saja, saya memberi tahu keluarga dan teman-teman saya untuk tidak takut. Tanpa suaranya, saya tidak tahu bagaimana lagi meyakinkan mereka,” ujarnya.

Hamas bertindak seolah-olah Abu Ubaidah hanya milik mereka. Namun, ia menjadi lebih besar daripada Hamas itu sendiri. Bahkan mereka yang mengkritik gerakan tersebut pun menganggapnya sebagai bagian dari hati nurani rakyat. Itulah sebabnya kehilangannya, jika terbukti, bukan hanya kerugian Hamas; melainkan kerugian bagi seluruh Palestina,” jelasnya.

Antara kenyataan dan legenda

Di media sosial, warga Palestina membagikan pidato-pidatonya dengan keterangan seperti “syahid yang hidup” atau “suara Palestina yang tak pernah mati.”

Namun ada juga yang skeptis, mengingat ‘Israel’ sudah beberapa kali mengklaim kematiannya, tapi ia kembali muncul. “Kalau mereka benar-benar yakin, pasti sudah dibuktikan. Kalau dia muncul lagi, itu akan mempermalukan ‘Israel’,” ujar Mohammed, pemuda dari Deir al-Balah.

Apapun kenyataannya, citra Abu Ubaidah telah terpatri dalam ingatan kolektif Palestina. Wajah bertopeng, kata-kata singkat, dan sikap menantangnya telah menjadi bagian dari simbol perlawanan.

Bagi sebagian warga Gaza, kemungkinan kematiannya membuatnya naik ke tingkat legenda. Bagi yang lain, ia bahkan sudah lebih besar dari keberadaan fisiknya. (zarahamala/arrahmah.id)