AMBON (Arrahmah.id) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Maluku menyampaikan tanggapan tegas terhadap pernyataan kontroversial Wakil Gubernur (Wagub) Maluku, Abdullah Vanath, yang menuai kegaduhan di masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan Abdullah dalam sebuah acara di Kabupaten Maluku Barat Daya, di mana ia menyinggung soal maraknya peredaran minuman keras tradisional sopi dan menyebut bahwa hukum Tuhan serta seruan Nabi terkait larangan minuman keras tidak lagi relevan bagi sebagian masyarakat.
Abdullah Vanath dalam sambutannya menyinggung banyaknya pemuka agama Islam yang terus menyampaikan ceramah mengenai bahaya sopi, namun faktanya minuman itu tetap menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Maluku.
Ucapannya ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk MUI Maluku.
Wakil Ketua Umum MUI Maluku, Abdul Haji Latua, menyampaikan penyesalan atas pernyataan Wagub yang dinilai menyinggung umat Islam dan menimbulkan keresahan.
“Majelis Ulama Indonesia Provinsi Maluku menyesalkan dan sangat menyayangkan pernyataan Wakil Gubernur Maluku dalam sambutannya yang telah menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam di Maluku,” ujar Abdul Haji Latua dalam keterangan pers di Ambon, Ahad (27/7/2025).
Abdul Haji juga membantah klaim Abdullah Vanath yang menyebut telah melibatkan pemuka agama dan tokoh Islam dalam pembahasan legalisasi sopi.
“Majelis Ulama Indonesia Provinsi Maluku merasa tidak pernah dilibatkan dalam diskusi apapun bersama Wakil Gubernur Maluku sebagaimana pernyataannya dalam sambutan tersebut,” tegasnya.
MUI Maluku menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam menyampaikan pernyataan, terutama yang berkaitan dengan ajaran agama dan nilai-nilai moral masyarakat.
“Kami meminta Wakil Gubernur lebih berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan yang dapat menyinggung perasaan umat Islam, apalagi berkaitan dengan kaidah-kaidah keagamaan yang sudah baku dan jelas,” tambah Abdul Haji.
Lebih jauh, MUI juga mengingatkan Pemerintah Provinsi Maluku agar lebih cermat memilih kata-kata untuk menghindari kegaduhan dan potensi konflik di masyarakat.
“Kami meminta pemerintah Provinsi Maluku agar lebih berhati-hati dalam pemilihan diksi dan kalimat bermuatan rasisme yang dapat mengganggu keamanan dan kestabilan masyarakat,” tegasnya.
Pernyataan Abdullah Vanath ini tidak hanya menuai kritik dari MUI Maluku, tetapi juga mendapat kecaman dari sejumlah tokoh Muslim, ulama, dan organisasi kemasyarakatan di Maluku.
Beberapa pihak bahkan berencana melaporkan Abdullah Vanath ke kepolisian karena menilai pernyataannya mengandung unsur SARA dan dapat memicu keresahan.
Hingga berita ini diturunkan, Abdullah Vanath belum memberikan klarifikasi atau tanggapan resmi atas berbagai kecaman yang diarahkan kepadanya.
(ameera/arrahmah.id)