1. News
  2. Internasional

Mesir: “Israel” Menjadikan Kelaparan di Gaza Sebagai Senjata

Hanin Mazaya
Ahad, 7 September 2025 / 15 Rabiul awal 1447 17:49
Mesir: “Israel” Menjadikan Kelaparan di Gaza Sebagai Senjata
(Foto: Anadolu)

KAIRO (Arrahmah.id) – Mesir pada Sabtu (6/9/2025) menuduh “Israel” sengaja menciptakan kelaparan di Gaza, mendesaknya untuk mendukung proposal gencatan senjata yang ditengahi AS yang diterima oleh Hamas, Anadolu melaporkan.

Menteri Luar Negeri Badr Abdelatty mengatakan situasi di Gaza “bukanlah bencana alam, melainkan akibat kebijakan ‘Israel’.”

“Kelaparan digunakan sebagai senjata perang,” ujarnya dalam konferensi pers di Kairo bersama Philippe Lazzarini, kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).

Abdelatty mengatakan Mesir menolak segala upaya untuk mengesampingkan perjuangan Palestina dan mendesak “Israel” untuk menerima rencana yang diajukan oleh utusan AS Steve Witkoff, yang disetujui Hamas bulan lalu. Ia menyalahkan “Israel” karena menghalangi kemajuan menuju gencatan senjata.

Lazzarini, sementara itu, mengatakan gencatan senjata adalah “satu-satunya cara untuk mengakhiri bencana kemanusiaan di Gaza dan mengamankan pembebasan para sandera.”

Ia menegaskan bahwa kelaparan di Gaza utara sudah menjadi kenyataan, menyebutnya “sepenuhnya buatan manusia.”

Lazzarini juga memperingatkan krisis keuangan UNRWA yang semakin memburuk, dengan mengatakan bahwa badan pengungsi tersebut terpaksa membatalkan program-programnya.

Abdelatty memuji peran UNRWA, menekankan bahwa “dukungan untuk badan tersebut merupakan kewajiban hukum dan moral” dan mengecam upaya “Israel” untuk melemahkannya.

 

Penyeberangan Rafah
Menteri Luar Negeri Mesir juga melakukan panggilan telepon dengan Witkoff untuk membahas upaya-upaya yang bertujuan mengamankan gencatan senjata di Gaza.

Menurut Kementerian Luar Negeri Mesir, pembicaraan tersebut berfokus pada “upaya bersama untuk mencapai kesepakatan” berdasarkan usulan utusan AS.

Abdelatty menekankan pentingnya “Israel” terlibat dalam usulan tersebut untuk mengurangi ketegangan, mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah kantong tersebut, dan mengamankan pembebasan sandera dan tahanan Palestina.

Hubungan antara Kairo dan Tel Aviv memburuk setelah “Israel” mengklaim Mesir menutup penyeberangan Rafah di Gaza.

Abdelatty menolak klaim tersebut, dengan mengatakan Mesir telah membuka penyeberangan tersebut “sepanjang waktu,” sementara “Israel-lah yang mencegah masuknya bantuan.”

Ia mengatakan lebih dari 6.000 truk bermuatan makanan dan pasokan terdampar di sisi Mesir, menuduh “Israel” sengaja menahan mereka “di depan mata masyarakat internasional.”

Pada 18 Agustus, Hamas menerima gencatan senjata parsial dan kesepakatan pertukaran tahanan yang sejalan dengan rencana Witkoff sebelumnya yang pernah disetujui oleh “Israel”. Hamas sejak itu telah mengisyaratkan kesediaannya untuk perjanjian yang lebih luas yang mencakup diakhirinya perang dan penarikan “Israel” dari Gaza, tetapi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak untuk menyetujui proposal tersebut.

Tentara pendudukan “Israel” terus melancarkan serangan brutal di Jalur Gaza, menewaskan sedikitnya 64.300 warga Palestina sejak Oktober 2023. Kampanye militer tersebut telah menghancurkan wilayah kantong tersebut, yang kini menghadapi kelaparan.

November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

“Israel” juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di wilayah kantong tersebut.  (haninmazaya/arrahmah.id)