JAKARTA (Arrahmah.id) – Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Menteri Pelindungan Pekerja Migran, Abdul Kadir Karding, terlihat bermain domino bersama Wakil Ketua Umum Persatuan Olahraga Domino Indonesia (Pordi), Andi Rukman Nurdin Karumpa, serta pengusaha Aziz Wellang, Senin (1/9/2025).
Pertemuan santai tersebut memicu kritik dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.
Aziz Wellang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus pembalakan liar oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) pada November 2024.
MAKI menilai pertemuan tersebut tidak etis dan terkesan mentoleransi pembalakan liar.
“Mestinya Menhut hindari melakukan pertemuan dengan orang yang pernah jadi tersangka karena apapun tidak etis dan terkesan Menhut mentoleransi pembalakan liar,” kata Boyamin, Sabtu (6/9/2025).
Direktur PT ABL itu ditetapkan sebagai tersangka terkait aktivitas penebangan kayu di luar izin konsesi PT ABL melalui kontraktor PT GPB.
Berdasarkan penyidikan Gakkum KLHK, sejak September 2023 hingga Januari 2024, kayu hasil tebangan ilegal mencapai sekitar 1.819 meter kubik dengan kerugian negara diperkirakan Rp2,72 miliar, belum termasuk kerugian lingkungan.
Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan sejumlah pasal dalam UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja.
Meski sebelumnya ditahan di Rutan Kelas I Salemba, Jakarta, pada 6 September 2025, Aziz Wellang menginformasikan bahwa penyidikan terhadapnya telah dihentikan per 14 Februari 2025.
Penghentian ini berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan praperadilan, disertai bukti putusan dan surat penghentian penyidikan dari KLHK.
Boyamin menambahkan, pertemuan ini berpotensi memengaruhi persepsi publik dan jajaran penyidik KLHK terkait penegakan hukum.
“Karena terkesan Menhut berada di pihak yang diduga pelaku pembalakan liar,” ujarnya.
Fenomena ini kembali menyoroti pentingnya etika pejabat publik dalam bersosialisasi, terutama dengan pihak yang pernah tersangkut kasus hukum lingkungan yang sensitif.
(ameera/arrahmah.id)