KABUL (Arrahmah.id) — Seorang remaja Afghanistan berusia 13 tahun lolos dari maut setelah menempuh perjalanan udara berbahaya ke India dengan cara menyusup di ruang roda pesawat.
Dilansir Independent (23/9/2025), remaja yang berasal dari Kunduz itu dilaporkan hanya membawa sebuah pengeras suara merah saat menyelinap ke Bandara Kabul pada Ahad (21/9) pagi.
Ia bermaksud menuju Iran, namun secara keliru masuk ke pesawat Kam Airlines RQ-4401 tujuan New Delhi.
Selama 94 menit penerbangan, ia bertahan di ruang roda pesawat tanpa cedera hingga pesawat mendarat di Bandara Internasional Indira Gandhi pada pukul 10.20 waktu setempat.
Setibanya di India, staf maskapai menemukan bocah itu berkeliaran di area terlarang Terminal 3. Ia segera diamankan oleh petugas dan diserahkan ke Pasukan Keamanan Industri Pusat (CISF).
Pemeriksaan menyeluruh dilakukan terhadap pesawat. Tim keamanan menemukan speaker merah yang dibawanya masih tertinggal di kompartemen roda pendaratan.
“Pemeriksaan keamanan pesawat telah dilakukan oleh staf keamanan dan teknik maskapai dan menemukan speaker audio berwarna merah di area roda pendaratan belakang,” kata pasukan keamanan dalam sebuah pernyataan.
Kepada pihak berwenang, remaja tersebut mengaku berhasil menyusup dengan cara mengikuti penumpang sah sebelum akhirnya bersembunyi di ruang roda belakang pesawat.
Ia kemudian diperiksa oleh otoritas imigrasi India sebelum diputuskan untuk dipulangkan ke Afghanistan.
Sekitar pukul 12.30 siang, ia diterbangkan kembali ke Kabul dengan menggunakan pesawat Kam Air yang sama.
Kasus seorang remaja Afghanistan yang berhasil selamat setelah bersembunyi di ruang roda pesawat menuju India dianggap sebagai pelanggaran keamanan serius oleh otoritas setempat.
Para ahli menilai, keberhasilan bocah 13 tahun itu bertahan hidup adalah sebuah keajaiban langka, mengingat mayoritas penumpang gelap biasanya tewas akibat kondisi ekstrem di ketinggian.
Pakar penerbangan, Mohan Ranganathan menjelaskan, ruang roda pesawat umumnya tidak bertekanan dan tidak memiliki sistem pengatur suhu.
Begitu pesawat lepas landas, roda ditarik masuk dan pintu ruang itu tertutup rapat.
“Remaja itu kemungkinan masuk ke bagian tertutup yang kebetulan bertekanan, sehingga kondisi suhu dan oksigen mirip dengan kabin penumpang,” ujarnya kepada New Indian Express (23/9).
Jika tidak beruntung, peluang selamat hampir mustahil. Pada ketinggian 30.000 kaki, kadar oksigen yang rendah dapat membuat seseorang kehilangan kesadaran dalam hitungan menit.
Sementara itu, suhu ekstrem antara minus 40 hingga minus 60 derajat Celcius bisa memicu radang dingin dalam kurang dari satu menit, yang kemudian diikuti oleh hipotermia fatal.
Data Administrasi Penerbangan Federal (FAA) Amerika Serikat mencatat, dari 128 kasus penumpang gelap dalam periode 1947–2020, lebih dari 75 persen berakhir tragis.
Bahaya itu datang tidak hanya dari kekurangan oksigen dan suhu beku, tetapi juga risiko terluka akibat mekanisme roda pendaratan.
Mary Schiavo, mantan inspektur jenderal Departemen Transportasi AS, pernah menekankan bahwa sekalipun lolos dari maut, korban selamat biasanya tetap mengalami kerusakan fisik jangka panjang akibat kebisingan mesin, tekanan rendah, serta kondisi beku di ruang roda. (hanoum/arrahmah.id)