1. News
  2. Nasional

Mahasiswa Indonesia Meninggal di Wina Saat Dampingi Kunjungan Pejabat, PPI Belanda Desak Transparansi dan Perlindungan Pelajar

Ameera
Rabu, 10 September 2025 / 18 Rabiul awal 1447 08:24
Mahasiswa Indonesia Meninggal di Wina Saat Dampingi Kunjungan Pejabat, PPI Belanda Desak Transparansi dan Perlindungan Pelajar

WINA (Arrahmah.id) – Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda mengumumkan wafatnya salah satu anggotanya, Muhammad Athaya Helmi Nasution, yang meninggal dunia saat mendampingi kunjungan tertutup pejabat publik Indonesia di Wina, Austria, pada 25–27 Agustus 2025.

Almarhum berusia 18 tahun dan akan genap 19 tahun pada Oktober mendatang.

Dalam siaran pers yang diterima KONTAN, PPI Belanda menjelaskan hasil otopsi forensik menunjukkan almarhum diduga mengalami heatstroke, yang dipicu oleh kurangnya asupan cairan dan nutrisi, kelelahan, ketidakseimbangan elektrolit, serta hipoglikemia, hingga berujung pada stroke.

Almarhum aktif sebagai pemandu sejak pagi hingga malam selama kegiatan berlangsung.

Namun, menurut PPI Belanda, saat almarhum meninggal pada Rabu (27/8), pihak event organizer (EO) maupun koordinator liaison officer (LO) tidak memberikan permintaan maaf, pertanggungjawaban, atau transparansi kepada keluarga yang hadir di Wina untuk mengurus jenazah.

Acara kunjungan tetap berlangsung, termasuk persiapan jamuan makan bersama pejabat publik, tanpa perhatian terhadap kondisi keluarga dan korban.

“Pihak keluarga juga menyampaikan adanya indikasi penutupan informasi mengenai kegiatan dan peserta yang dipandu almarhum,” kata siaran pers yang ditandatangani Ketua PPI Belanda, Yosafat Beltsazar, dan Sekretaris Jenderal, Vadaukas Valubia Laudza.

PPI Belanda menyatakan sikap tegas menolak keterlibatan mahasiswa dalam fasilitasi perjalanan pejabat publik, terutama tanpa kontrak resmi, perlindungan hukum, dan mekanisme yang jelas.

Organisasi ini menghimbau seluruh mahasiswa Indonesia di Belanda tidak menerima tawaran serupa dan segera melapor jika ada ajakan yang berpotensi berisiko.

Selain itu, PPI Belanda mendesak pihak EO dan Koordinator LO untuk bertanggung jawab serta menuntut akuntabilitas dan transparansi dari KBRI Den Haag dan perwakilan Indonesia di berbagai negara, agar mahasiswa Indonesia mendapat perlindungan selama kegiatan di luar negeri.

PPI Belanda juga menyerukan agar PPI di seluruh dunia meningkatkan kewaspadaan, mencegah keterlibatan mahasiswa dalam praktik serupa, dan mempercepat pembahasan Undang-Undang Perlindungan Pelajar dengan pemangku kebijakan.

“Jangan sampai ada lagi pelajar Indonesia menjadi korban praktik kerja eksploitatif demi kepentingan pejabat negara,” tutup rilis tersebut.

(ameera/arrahmah.id)