1. News
  2. Internasional

Legitimization Cell: Unit Khusus ‘Israel’ yang Mengincar Wartawan Gaza

Zarah Amala
Sabtu, 16 Agustus 2025 / 22 Safar 1447 09:30
Legitimization Cell: Unit Khusus ‘Israel’ yang Mengincar Wartawan Gaza
Jurnalis Al Jazeera, Anas asy Syarif dan Ismail al-Ghoul disebut sebagai “teroris Nukhba" oleh 'Israel' (QNN)

GAZA (Arrahmah.id) – Militer ‘Israel’ dilaporkan mengoperasikan sebuah unit khusus bernama “Legitimization Cell” yang ditugaskan untuk mengidentifikasi jurnalis di Gaza dan menggambarkan mereka sebagai anggota Hamas yang menyamar. Tujuannya: meredam kemarahan internasional yang semakin besar akibat pembunuhan berulang terhadap jurnalis, termasuk yang terbaru, Anas asy Syarif, jurnalis Al Jazeera yang gugur dalam serangan udara terarah pekan lalu.

Menurut laporan +972 Magazine dan Local Call, yang mengutip tiga sumber intelijen, unit ini dibentuk setelah 7 Oktober 2023. Tugasnya mengumpulkan informasi dari Gaza yang bisa digunakan untuk memperbaiki citra ‘Israel’ di media internasional. Termasuk di dalamnya: mencari bukti tuduhan bahwa Hamas menggunakan sekolah dan rumah sakit untuk kepentingan militer, atau mengenai roket perlawanan Palestina yang gagal meluncur dan justru mengenai warga sipil.

Namun salah satu tugas utama mereka adalah membidik jurnalis Gaza dan menstigma mereka sebagai anggota Hamas. Dengan begitu, ‘Israel’ bisa membenarkan pembunuhan mereka.

Salah satu sumber intelijen menjelaskan bahwa motif Legitimization Cell bukanlah keamanan, melainkan murni urusan public relations (PR). “Mereka marah karena jurnalis Gaza membuat [‘Israel’] tercoreng di mata dunia. Jadi mereka ingin sekali menemukan seorang jurnalis yang bisa dikaitkan dengan Hamas, untuk kemudian dijadikan target,” ujarnya.

Pola kerja unit ini jelas: setiap kali kritik internasional terhadap ‘Israel’ menguat di media, Legitimization Cell diperintahkan mencari informasi intelijen yang bisa dideklasifikasi dan dipublikasikan untuk mengubah narasi.

“Kalau dunia sedang membicarakan ‘Israel’ yang membunuh jurnalis tak bersalah, maka segera ada dorongan untuk menemukan satu jurnalis yang bisa dianggap ‘tidak sepenuhnya polos’, seakan itu bisa membuat pembunuhan 20 jurnalis lainnya jadi sah,” ungkap sumber tersebut.

Sumber lain menjelaskan, tim ini secara rutin mengumpulkan intelijen yang bisa dipakai untuk hasbara (propaganda ‘Israel’), misalnya klaim ada gudang senjata Hamas di sekolah. Semua demi memberi ‘Israel’ legitimasi internasional agar bisa terus berperang tanpa tekanan, dan memastikan pasokan senjata dari negara-negara seperti Amerika Serikat tidak berhenti.

Unit ini juga mencari bukti untuk menghubungkan polisi sipil Gaza dengan operasi 7 Oktober, agar bisa dijadikan dasar menargetkan mereka dan membongkar struktur keamanan sipil Hamas.

Dua sumber intelijen menyebut bahwa dalam setidaknya satu kasus, Legitimization Cell memelintir informasi intelijen agar bisa menuduh seorang jurnalis sebagai anggota sayap militer Hamas. “Mereka begitu bersemangat memberi label ‘teroris’ supaya bisa menyerang. Katanya, ‘siang dia jurnalis, malam dia komandan pasukan.’ Semua senang. Tapi ternyata penuh kesalahan. Akhirnya mereka sadar dia benar-benar seorang jurnalis, dan batal diserang,” kata salah satunya.

Namun kasus serupa justru menjadi dasar ‘Israel’ membunuh jurnalis Anas asy Syarif dan Ismail Al-Ghoul dari Al Jazeera. ‘Israel’ menyebut keduanya sebagai “anggota sayap militer Hamas dan teroris Nukhba.”

Ketiga sumber intelijen itu menegaskan bahwa tentara ‘Israel’ menganggap media sebagai perpanjangan medan perang. Karena itu, mereka merasa sah untuk membuka informasi intelijen sensitif demi konsumsi publik. Bahkan personel intelijen di luar Legitimization Cell diminta menandai semua materi yang bisa berguna untuk perang informasi.

“Ada satu frasa yang sering dipakai: ‘Bagus untuk legitimasi,’” kata salah satu sumber. “Intinya sederhana, mengumpulkan sebanyak mungkin materi yang bisa mendukung upaya hasbara ‘Israel’.” (zarahamala/arrahmah.id)