LONDON (Arrahmah.id) — Legenda sepak bola dunia, Eric Cantona, secara tegas menyerukan kepada FIFA dan UEFA untuk melarang ‘Israel’ dari partisipasi dalam kompetisi sepak bola internasional, khususnya Piala Dunia. Pernyataan ini disampaikan Cantona dalam sebuah konser amal bertajuk “Together for Palestine” di Ovo Arena Wembley, London, pada Rabu (18/9/2025).
“Saya pernah bermain untuk Prancis dan Manchester United. Saya tahu sepak bola internasional lebih dari sekadar olahraga, itu adalah budaya, itu adalah politik, itu adalah soft power, kara Cantona dalam pidatonya di konser itu, dikutip dari The Telegraph (20/9).
“Dengan cara sebuah negara merepresentasikan dirinya di panggung global, sudah saatnya ‘Israel’ dihukum dari hak istimewa itu”.
“Empat hari setelah Rusia memulai perang di Ukraina, FIFA dan UEFA menghukum Rusia”.
“Sekarang kita sudah 716 hari memasuki apa yang oleh Amnesty International disebut sebagai genosida – namun ‘Israel’ masih terus diizinkan untuk berpartisipasi”.
“Mengapa, mengapa ada standar ganda? FIFA dan UEFA harus menghukum ‘Israel’. Klub-klub di mana pun harus menolak bermain melawan tim ‘Israel’. Para pemain saat ini di mana pun harus menolak bermain melawan tim ‘Israel’.”
Seruan ini muncul di tengah laporan dari Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB yang menyimpulkan ‘Israel’ telah melakukan genosida. Amnesty International juga telah mengemukakan pandangan serupa mengenai situasi di Gaza, menambah bobot pada argumen yang disampaikan oleh Cantona.
Dalam pernyataannya, Eric Cantona secara gamblang mengkritik respons FIFA dan UEFA yang dianggap tidak konsisten. Ia mengingatkan bahwa hanya empat hari setelah Rusia memulai invasi ke Ukraina, kedua federasi tersebut langsung menangguhkan partisipasi Rusia dari semua kompetisi internasional.
Cantona kemudian membandingkan dengan situasi ‘Israel’, menyatakan bahwa sudah 716 hari sejak apa yang Amnesty International sebut sebagai genosida di Gaza. Namun, ‘Israel’ masih tetap diizinkan untuk berpartisipasi dalam ajang sepak bola global, termasuk kualifikasi Piala Dunia dan Liga Europa.
Pertanyaan “Mengapa ada standar ganda?” menjadi inti dari seruan Cantona. Ia mendesak FIFA dan UEFA untuk segera mengambil tindakan serupa terhadap ‘Israel’, sebagaimana yang telah mereka lakukan terhadap Rusia.
Cantona berpendapat bahwa sepak bola internasional memiliki makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar olahraga. Menurutnya, sepak bola adalah bagian dari budaya, politik, dan bahkan kekuatan lunak (soft power) yang digunakan suatu negara untuk merepresentasikan dirinya di panggung global.
Mantan pemain tim nasional Prancis ini menegaskan bahwa sudah saatnya untuk mencabut hak istimewa tersebut dari ‘Israel’. Ia meyakini bahwa partisipasi dalam kompetisi internasional memberikan legitimasi dan platform yang tidak seharusnya diberikan dalam situasi saat ini.
Seruan ini didasarkan pada laporan bahwa lebih dari 65.000 orang telah tewas di Gaza sejak konflik dimulai pada Oktober 2023, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Data ini menjadi salah satu pendorong utama di balik desakan Cantona agar FIFA dan UEFA bertindak.
Selain menyerukan kepada FIFA dan UEFA, Eric Cantona juga mendesak klub dan pemain sepak bola untuk menolak bermain melawan tim ‘Israel’. Ia mengutip boikot olahraga yang berperan penting dalam mengakhiri apartheid di Afrika Selatan sebagai contoh nyata kekuatan komunitas sepak bola.
Cantona menekankan bahwa klub di mana pun harus menolak tim dari ‘Israel’, dan pemain sepak bola harus menolak bertanding melawan tim-tim tersebut. Ia percaya bahwa boikot semacam ini memiliki kekuatan untuk menekan otoritas dan menciptakan perubahan.
Meskipun demikian, tim nasional ‘Israel’ masih aktif berkompetisi di kualifikasi Piala Dunia, dan Maccabi Tel Aviv berpartisipasi di Liga Europa. Presiden UEFA, Aleksander Ceferin, sendiri telah menolak wacana pelarangan ‘Israel’, dengan alasan olahraga seharusnya tidak menghukum atlet atas keputusan pemerintah. (hanoum/arrahmah.id)