1. Opini

Krisis Gaza dan Urgensitas Kepemimpinan Islam

Oleh Ummu Kholda Pegiat Literasi
Ahad, 17 Agustus 2025 / 23 Safar 1447 18:53
Krisis Gaza dan Urgensitas Kepemimpinan Islam
(Foto: Anadolu)

Krisis di Gaza tak kunjung reda, bahkan semakin memburuk. Tidak hanya kondisi secara fisik yang hancur, rakyat pun mulai merasakan berada di titik terendah. Pengeboman dan rudal, blokade total yang menutup pintu perbatasan telah menghalangi masuknya bantuan hingga akhirnya terjadi pelaparan sistematik. Imbasnya, warga Gaza bukan hanya tewas oleh senjata dan rudal zionis tapi karena tidak mendapatkan makanan untuk menyambung hidup.

Di saat yang sama, negara-negara Arab dan muslim, termasuk Arab Saudi, Qatar, dan Mesir untuk pertama kalinya mereka justru mendesak dan menyeru Hamas untuk melucuti senjata dan menyerahkan kekuasaan atas Jalur Gaza kepada Otoritas Palestina (PA). Seruan itu disampaikan dalam deklarasi bersama yang diumumkan dalam konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, pada Selasa (29/7/2025). Deklarasi ini ditandatangani oleh 22 negara anggota Liga Arab, seluruh Uni Eropa, serta 17 negara lainnya. Deklarasi tersebut juga menjadi sinyal perubahan yang signifikan dalam sikap dunia Arab terhadap kelompok militan yang telah menguasai Gaza sejak 2007, yakni Hamas. (CNBC Indonesia, 31/7/2025)

 

Pengkhianatan Penguasa Muslim, Petaka Bagi Palestina

Fakta di atas menggambarkan betapa kondisi di Gaza benar-benar memprihatinkan. Ditambah lagi, sikap negara-negara Arab seolah buta dan tuli, padahal kejahatan entitas Zionis nyata di depan mata, bukan rekayasa. Mereka telah kehilangan ikatan keimanan dan persaudaraan dengan sesama muslim di Gaza, bahkan tidak mempunyai keberanian untuk mengirim pasukan, membiarkan saudaranya yang setiap detik nyawanya di ujung tanduk. Sebaliknya, Hamas sebagai benteng terakhir yang ingin mempertahankan tanah kaum muslim Gaza dari penjajah Zionis justru hendak dilucuti.

Lebih dari itu, sikap para penguasa negeri-negeri muslim yang bersepakat melucuti Hamas dapat menimbulkan petaka bagi Gaza dan umat muslim secara keseluruhan. Karena sama saja mereka membiarkan penjajah menduduki tanah kaum muslim dan ini merupakan penghinaan serta pengkhianatan terhadap kaum muslim dan hukum Allah Swt.. Yang lebih menyakitkan lagi adalah sikap penguasa negeri muslim ini muncul pada saat Amerika Serikat (AS) jelas-jelas menopang kekuatan militer Zionis untuk memerangi warga Gaza dan sekitarnya.

Sikap tega para penguasa negeri-negeri muslim, tak lain karena masih bercokolnya prinsip nasionalisme (paham negara bangsa) yang memandang masalah Palestina adalah masalah dalam negerinya. Negara lain tidak berhak ikut campur urusan politik mereka. Sehingga mereka hanya mampu mengecam dan beretorika. Selain  nasionalisme, prinsip hidup kapitalisme juga lekat di diri para penguasa muslim. Tak heran, mereka rela tunduk di bawah arahan Barat (AS) dan masa bodoh dengan saudaranya sesama muslim.

Padahal, seharusnya para penguasa negeri-negeri muslim dapat bersikap tegas untuk menekan AS agar menghentikan dukungan terhadap Zionis. Namun hal itu tidak dilakukan. Bahkan tanpa rasa bersalah dan berdosa mereka tetap menjalin kerjasama bilateral dengan AS juga normalisasi dengan Zionis. Mereka tetap tunduk pada kepentingan AS atau Barat demi kepentingan nasional masing-masing, yakni harta, jabatan dan kekuasaan. Padahal Allah Swt. telah menegaskan dalam Al-Quran yang artinya: “Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian.” (TQS Al Baqarah {2}:(90))

Selain  ayat di atas Rasulullah saw. juga bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (ikut merasakan sakit).” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Dalil di atas merupakan peringatan bagi kaum muslim, agar saling tolong menolong sesama muslim, karena sesungguhnya sesama muslim itu bersaudara. Juga tegas kepada orang kafir yang memerangi termasuk Zionis dan para pendukungnya. Namun faktanya sesama muslim kian jauh, ada benteng yang kuat menghalangi mereka, yakni nasionalisme.

Karenanya, berharap solusi kepada penguasa negeri Arab maupun negeri Islam lainnya, hanya angan-angan belaka. Karena penduduk Palestina butuh solusi nyata, yakni pasukan militer yang mampu mengusir penjajah Zionis yang telah terang-terangan melakukan genosida dan pelaparan sistemik.

 

Solusi Gaza dan Kebangkitan Umat

Penyelesaian masalah Palestina merupakan kebutuhan yang mendesak alias urgent. Mereka membutuhkan seorang pemimpin sekaligus perisai yang dapat melindungi dan mencegah musuh menyakiti kaum muslim. Pemimpin itu tidak lain adalah khalifah, yang lahir dari institusi Islam (khilafah), pemimpin seluruh umat Islam yang menerapkan hukum-hukum Islam sebagai rahmatan lil aalamiin.

Pemimpin seperti inilah yang akan  menyatukan miliaran umat Islam di berbagai belahan dunia berdasarkan kesatuan akidah dan syariatnya. Ia akan memobilisasi kekuatan umat Islam untuk menumbangkan proyek besar Zionis dan menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik (khairu ummah).

Selain itu, lahirnya pemimpin Islam adalah janji Allah Swt.. Allah Swt. berjanji akan memenangkan kaum muslim dan menjadikan mereka berkuasa di bumi. Sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 55: “Dan Allah Swt. telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa………”

Sejarah telah membuktikan bahwa janji itu telah benar-benar terbukti melalui perjuangan Rasulullah saw., para sahabat, dan para khalifah sepanjang peradaban Islam yang mulia. Seperti kisah Khalifah  Al-Mu’tashim Billah yang mengerahkan pasukan untuk membela kehormatan seorang muslimah yang dilecehkan di Amuriyah. Juga sikap tegas Sultan Abdul Hamid II yang menolak menjual tanah Palestina kepada Zionis meskipun ia diiming-imingi harta yang berlimpah.

Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam harus memiliki kesadaran, bahwa pertolongan Allah Swt. itu tidak datang dengan sendirinya. Sosok pelindung/junnah yang kini hilang harus diperjuangkan dengan segenap kesungguhan. Namun, upaya ini tidak dapat dilakukan tanpa kepemimpinan ideologis yang tulus, yaitu jamaah dakwah yang menjadikan Islam sebagai satu-satunya landasan perjuangan. Serta mengikuti metode dakwah Rasulullah saw. secara murni dan konsisten.

Jamaah dakwah ideologis ini adalah jamaah yang tulus memperjuangkan tegaknya syariat Islam secara kafah (menyeluruh) sebagaimana kelompok dakwah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. saat menapaki aktivitas dakwah di Makkah hingga tegaknya Daulah Islam di Madinah. Tahapan yang ditempuh Rasulullah saw. meliputi tiga tahapan: pertama, tahap pembinaan (tatsqif), yaitu tahapan ketika Rasulullah saw. membina para sahabat, membangkitkan aktivitas berpikir mereka terhadap ayat-ayat Allah Swt.. Kedua, tahap interaksi dengan umat (tafa’ul ma’al ummah). Ini dakwah secara terang-terangan, melakukan kontak dengan masyarakat yang simpati dan siap menerima dakwah Islam. Ketiga, tahap pengambilan kekuasaan (tathbiq al-ahkam) yaitu dalam rangka mengemban dakwah dan melanjutkan tahapan dakwah kepada penerapan Islam secara praktis dan risalahnya dengan kekuatan negara dan penguasanya. Pada tahapan ini ada proses pembaiatan kepada pemimpin Islam yang akan menerapkan syariat Islam, membela dan melindungi kaum muslim.

Dengan demikian tidak ada yang lebih penting dari pembelaan umat terhadap Palestina selain keberadaan seorang pemimpin (khalifah) yang akan menggerakkan umat berjihad membela saudaranya yang tertindas. Baik di Palestina atau di belahan dunia lain, agar mereka terbebas dari penjajahan dan kembali menjadi umat yang mulia.

Wallahu a’lam bis shawwab

Editor: Hanin Mazaya