BANDUNG (Arrahmah.id) – Kasus keracunan massal akibat program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, terus bertambah. Hingga Kamis siang (25/09), jumlah korban tercatat sudah mencapai 1.171 orang.
Kepala Puskesmas Cipongkor, Yuyun Sarihotima, mengatakan angka tersebut merupakan akumulasi dari kasus sejak Senin hingga Rabu kemarin.
“Korban mengalami gejala keracunan, tapi ada juga keluhan sesak napas yang jarang terjadi pada kasus keracunan. Selain itu, tidak ditemukan gejala diare seperti biasanya,” jelasnya.
Pantauan di Posko KLB Cipongkor, sejumlah siswa masih terus berdatangan untuk menjalani perawatan. Setidaknya ada lima siswa dari sekolah berbeda yang kembali dirujuk pada Kamis (25/09) dengan keluhan sesak napas, sakit perut, pusing, dan mual, setelah sebelumnya sempat dirawat pada Rabu (24/09).
Plt. Kepala Dinas Kabupaten Bandung Barat, Lia N Sukandar, sebelumnya melaporkan bahwa 842 siswa menjadi korban keracunan hingga Rabu sore (24/09). Namun, jumlah tersebut terus meningkat.
Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, telah menetapkan kasus ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) agar penanganan bisa lebih cepat dan menyeluruh.
“Kita sudah menetapkan statusnya KLB supaya penanganannya lebih cepat dan lebih menyeluruh,” ujarnya, Selasa (23/09).
Dari hasil investigasi awal, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menyebut penyebab keracunan diduga akibat kesalahan teknis dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Makanan dilaporkan dimasak terlalu awal dan dibiarkan terlalu lama sebelum didistribusikan.
“Keterangan awal menunjukkan bahwa SPPG itu memasak terlalu awal sehingga masakan terlalu lama tersimpan,” kata Dadan usai meninjau Posko KLB Cipongkor.
Saat ini, BGN telah menghentikan sementara aktivitas SPPG di wilayah Cipongkor. Sebagian korban keracunan dirawat di RSUD Cililin dan sejumlah puskesmas setempat.
Sementara itu, sejumlah orang tua korban mengaku kecewa dengan program MBG. Mereka yang awalnya menyambut baik program ini, kini meminta agar program dihentikan dan diganti dengan skema bantuan tunai.
“Lebih baik uangnya diberikan ke orang tua, supaya bisa mengolah makanan sendiri untuk anak-anak,” ujar salah seorang wali murid.
(ameera/arrahmah.id)