1. News
  2. Internasional

Kelompok HAM: AS Gunakan AI untuk Menargetkan Pendemo pro-Palestina

Hanin Mazaya
Kamis, 21 Agustus 2025 / 27 Safar 1447 18:07
Kelompok HAM: AS Gunakan AI untuk Menargetkan Pendemo pro-Palestina
Markas Palantir di Palo Alto, California. (Foto: David Paul Morris/Bloomberg)

WASHINGTON (Arrahmah.id) – Amnesti Internasional pada Rabu (20/8/2025) menuduh otoritas AS menggunakan perangkat kecerdasan buatan dari Palantir dan Babel Street untuk memantau imigran dan menargetkan WNA dalam demonstrasi yang mendukung Palestina.

Tinjauan dokumen, termasuk catatan publik Departemen Keamanan Dalam Negeri, menunjukkan bahwa perangkat lunak yang disediakan oleh perusahaan AI tersebut memungkinkan pengawasan dan penilaian massal terhadap orang-orang, seringkali menargetkan mereka yang bukan berasal dari Amerika Serikat, menurut Amnesti Internasional.

“Pemerintah AS menerapkan teknologi invasif bertenaga AI dalam konteks agenda deportasi massal dan tindakan keras terhadap ekspresi pro-Palestina, yang menyebabkan sejumlah pelanggaran hak asasi manusia,” kata Erika Guevara-Rosas dari kelompok hak asasi tersebut, lansir AFP.

“Hal ini telah menyebabkan pola penahanan ilegal dan deportasi massal, menciptakan iklim ketakutan dan memperburuk ‘efek mengerikan’ bagi komunitas migran dan mahasiswa internasional di seluruh sekolah dan kampus.”

Riset Amnesti menunjukkan bahwa Amerika Serikat menggunakan perangkat AI untuk melacak migran, pengungsi, dan pencari suaka sebagai bagian dari inisiatif “Tangkap dan Cabut”.

Inisiatif Departemen Luar Negeri ini melibatkan pemantauan media sosial, pelacakan status visa, dan penilaian ancaman otomatis terhadap pemegang visa seperti mahasiswa asing, menurut Amnesti.

“Sistem seperti Babel X dan Immigration OS (dari Palantir) memainkan peran kunci dalam kemampuan pemerintah AS untuk menjalankan taktik represifnya,” kata Guevara-Rosas.

“Kecuali Palantir dan Babel Street dapat menunjukkan bahwa mereka dapat menggunakan pengaruh mereka sebagai pemasok untuk memperbaiki konsekuensi serius hak asasi manusia yang ditanggung oleh kebijakan klien mereka, perusahaan-perusahaan ini harus segera menghentikan kerja sama mereka dengan pemerintah AS terkait penegakan hukum imigrasi.”

Penggunaan perangkat pengawasan AI berisiko memicu kapasitas Presiden AS Donald Trump untuk “mendeportasi orang-orang yang terpinggirkan secara tiba-tiba,” ujar Amnesti.

Sejak dilantik untuk masa jabatan kedua pada bulan Januari, Trump telah menargetkan universitas-universitas ternama AS atas klaim bahwa mereka bias secara politik terhadap politik “woke” dan telah menuduh —tanpa bukti— bahwa mereka telah terlibat dalam kebijakan antisemit.

Pemerintah telah menggolongkan protes kampus dan aksi duduk yang meluas di Amerika Serikat yang menuntut diakhirinya perang “Israel” di Gaza sebagai “antisemit”, dan bergerak untuk mengusir mahasiswa dan profesor asing yang terlibat di dalamnya.

Trump telah menjadikan isu protes mahasiswa, terutama yang dilakukan oleh akademisi asing, sebagai isu politik yang memanas. (haninmazaya/arrahmah.id)