1. News
  2. Nasional

KAI Tanggung Rugi Hampir Rp1 Triliun dari Proyek Kereta Cepat Whoosh pada Semester I-2025

Ameera
Ahad, 17 Agustus 2025 / 23 Safar 1447 12:55
KAI Tanggung Rugi Hampir Rp1 Triliun dari Proyek Kereta Cepat Whoosh pada Semester I-2025

JAKARTA (Arrahmah.id) – PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mencatat kerugian hampir Rp1 triliun dari proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) sepanjang semester I-2025.

Angka tersebut tercatat dalam laporan keuangan konsolidasi per Juni 2025 pada pos bagian laba rugi entitas asosiasi dan ventura bersama.

Kerugian ini berasal dari kepemilikan mayoritas KAI di PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), konsorsium pengelola proyek Whoosh.

Laporan keuangan menunjukkan nilai rugi bersih dari PSBI yang dikontribusikan ke KAI mencapai Rp951,48 miliar hingga Juni 2025.

Dengan porsi kepemilikan sebesar 58,53 persen, beban kerugian KAI diproyeksikan mencapai sekitar Rp1,9 triliun untuk setahun penuh.

Meski lebih rendah dibandingkan kerugian penuh tahun 2024 yang mencapai Rp2,69 triliun, angka tersebut tetap menambah tekanan terhadap kondisi keuangan KAI.

Hal ini disampaikan manajemen dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Sabtu (16/8).

Selain KAI, PSBI juga dimiliki oleh sejumlah BUMN lain, termasuk PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR).

Konsorsium ini dibentuk untuk mendanai sekaligus mengelola proyek Whoosh, yang sejak awal menghadapi tantangan mulai dari pembebasan lahan hingga perubahan desain konstruksi.

Total investasi proyek kereta cepat ini mencapai US$7,2 miliar atau sekitar Rp116,54 triliun, termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$1,2 miliar atau Rp19,42 triliun.

Pembengkakan biaya tersebut kini masuk dalam prioritas restrukturisasi oleh Badan Pengelola Investasi Danantara (Danantara Indonesia).

Sejak resmi beroperasi komersial pada Oktober 2023, proyek Whoosh terus membebani laporan keuangan KAI.

Hingga saat ini, pendapatan yang diperoleh belum mampu menutup tingginya biaya investasi dan operasional, sehingga konsorsium pengelola masih menghadapi tekanan keuangan yang signifikan.

(ameera/arrahmah.id)