GAZA (Arrahmah.id) – Pada Ahad (10/8/2025), dunia kehilangan Anas al-Sharif, jurnalis Palestina pemberani yang suaranya dibungkam oleh serangan ‘Israel’ yang menargetkan seluruh kru Al Jazeera di Gaza. Setelah berbulan-bulan menjadi sasaran hasutan keji, Anas dibunuh secara brutal.
Sebelum wafatnya, al-Sharif menyiapkan pesan perpisahan yang akan dibagikan jika ia gugur. Keluarga dan rekan-rekannya mengunggah pesan tersebut ke akun media sosialnya setelah berita kematiannya.
Berikut ini terjemahan bahasa Indonesia lengkap dari pesan tersebut.
Wasiat Terakhir Anas al-Sharif
Inilah wasiatku, pesan terakhirku.
Jika kata-kata ini sampai kepada kalian, ketahuilah bahwa ‘Israel’ telah berhasil membunuhku dan membungkam suaraku.
Pertama-tama, assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Allah Maha Tahu bahwa aku telah memberikan seluruh tenaga dan kekuatan untuk menjadi penopang dan suara bagi rakyatku, sejak pertama kali aku membuka mata di gang-gang dan jalanan kamp pengungsi Jabalia. Harapanku adalah agar Allah memanjangkan umurku sehingga aku bisa kembali bersama keluarga dan orang-orang tercinta ke kota asal kami yang telah diduduki, Asqalan (al-Majdal). Namun kehendak Allah lebih dulu berlaku, dan ketetapan-Nya pasti terlaksana.
Aku telah menjalani pedihnya hidup dalam setiap detailnya. Aku telah merasakan duka dan kehilangan berkali-kali. Namun, tak pernah sekalipun aku ragu untuk menyampaikan kebenaran apa adanya, tanpa manipulasi, tanpa distorsi. Semoga Allah menjadi saksi terhadap mereka yang memilih diam, mereka yang merestui pembantaian kami, mereka yang menyesakkan napas kami, dan mereka yang hatinya tak tersentuh melihat tubuh anak-anak dan perempuan kami, namun tak melakukan apa pun untuk menghentikan pembantaian yang telah menimpa rakyat kami selama lebih dari satu setengah tahun.
Aku wasiatkan kepada kalian untuk tetap menggenggam Palestina, permata mahkota umat Islam, detak jantung setiap insan merdeka di dunia.
Aku wasiatkan untuk menjaga rakyatnya, menjaga anak-anak kecil yang tertindas, yang tak pernah diberi kesempatan bermimpi atau hidup dalam damai, yang tubuh-tubuh sucinya dihancurkan ribuan ton bom dan rudal ‘Israel’, dicabik-cabik, dan jasadnya berserakan di dinding-dinding bangunan.
Aku wasiatkan kepada kalian untuk tidak dibungkam oleh rantai atau terhenti oleh perbatasan. Jadilah jembatan menuju pembebasan tanah dan rakyatnya, hingga matahari kemuliaan dan kebebasan terbit di tanah air kita yang dirampas.
Aku wasiatkan untuk menjaga keluargaku.
Jagalah buah hatiku, putri tercinta Sham, yang tak sempat kulihat tumbuh seperti yang kuimpikan.
Jagalah putra kesayanganku, Salah, yang kuharapkan akan berdiri di sisiku hingga dewasa, untuk memikul bebanku dan melanjutkan perjuangan ini.
Jagalah ibuku tercinta, yang doa-doanya menjadi bentengku, cahayanya menjadi penuntunku. Semoga Allah menenangkan hatinya dan memberinya ganjaran yang agung.
Jagalah pula istriku tercinta, Umm Salah, Bayan, yang dipisahkan perang dariku selama berhari-hari dan berbulan-bulan. Meski begitu, ia tetap setia pada janji, teguh seperti batang pohon zaitun yang tak pernah patah, sabar dan tawakal, memikul beban di saat aku tiada dengan kekuatan dan iman.
Bersatulah di sekitar mereka dan jadilah penopang mereka setelah pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
Jika aku mati, maka aku mati dalam pendirian yang teguh. Aku bersaksi di hadapan Allah bahwa aku ridha atas ketetapan-Nya, yakin akan pertemuan dengan-Nya, dan percaya bahwa apa yang ada di sisi-Nya adalah yang terbaik dan kekal.
Ya Allah, terimalah aku di antara para syuhada. Ampunilah dosa-dosaku, baik yang lalu maupun yang akan datang. Jadikan darahku cahaya yang menerangi jalan kebebasan bagi rakyat dan keluargaku.
Maafkan jika aku kurang sempurna, dan doakan rahmat untukku, karena aku telah menepati janji dan tak pernah mengingkarinya.
Jangan lupakan Gaza…
Dan jangan lupakan aku dalam doa-doa tulus kalian untuk ampunan dan penerimaan.
Anas Jamal al-Sharif
06.04.2025
(zarahamala/arrahmah.id)