BAKU (Arrahmah.id) — Pertemuan tingkat menteri Suriah-‘Israel’ dijadwalkan berlangsung pada Kamis (31/7/2025) di Baku, Azerbaijan diwarnai kontroversi. Menjelang perundingan, media ‘Israel’ melaporkan adanya prasyarat kontroversial yang diajukan Tel Aviv sebagai syarat keterlibatannya dalam dialog langsung dengan pemerintah Damaskus.
Dilansir Tasnim News Agency (31/7), media-media berbahasa Ibrani pada Rabu malam mengungkap bahwa pihak ‘Israel’, melalui Menteri Urusan Strategis Ron Dermer, telah menyampaikan satu prasyarat utama kepada Menteri Luar Negeri Suriah, Asad Sheibani.
Stasiun televisi Kan 11 melaporkan bahwa Ron Dermer mengirimkan pesan resmi kepada Sheibani, menyatakan bahwa ‘Israel’ hanya bersedia duduk dalam perundingan bilateral jika wilayah selatan Suriah, mulai dari Sweida hingga Damaskus dibersihkan sepenuhnya dari keberadaan kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan pemerintahan sementara Suriah pimpinan Ahmad asy-Syaraa, alias Abu Muhammad al-Jaulani.
Menurut Dermer, pemenuhan syarat tersebut menjadi “landasan minimum” bagi Israel untuk membuka jalur komunikasi tanpa mediasi dengan Damaskus.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Suriah terkait prasyarat yang diajukan ‘Israel’. Namun, sejumlah analis regional menilai syarat tersebut sebagai bentuk prasyarat ofensif yang ditujukan bukan untuk mencapai kemajuan diplomatik, melainkan untuk melemahkan posisi Damaskus di kawasan selatan.
Dilansir Ynet News, pertemuan tersebut sendiri akhirnya tetap diselenggarakan dengan dihadiri oleh Menteri Urusan Strategis Ron Dermer dan Penasihat Keamanan Nasional Israel Tzachi Hanegbi, yang tiba di ibu kota Azerbaijan langsung dari Washington.
“ Pertemuan di Baku akan berfokus pada situasi keamanan, khususnya di Suriah selatan. Sementara pertemuan di Paris terutama berfokus pada perkembangan keamanan terkini dan upaya untuk menahan eskalasi di Suriah selatan,” menurut televisi pemerintah Suriah.
Menurut utusan AS Tom Barrack, yang memfasilitasi pertemuan Paris, tujuannya adalah untuk memulai dialog dan meredakan ketegangan. “Itulah yang kami capai,” ujar Barrack, seraya menambahkan bahwa semua pihak menegaskan kembali komitmen mereka untuk melanjutkan proses tersebut.
Selain itu, perjanjian tersebut dilaporkan menyerukan pembentukan komite verifikasi untuk melaporkan pelanggaran kepada AS, pelucutan senjata provinsi Quneitra dan Daraa di dekat perbatasan ‘Israel’, dan pembentukan komite keamanan lokal yang terdiri dari penduduk setempat, dengan pembatasan senjata berat dan pasukan yang berafiliasi dengan pemerintah Suriah yang memasuki Sweida. (hanoum/arrahmah.id)