TEL AVIV (Arrahmah.id) – Otoritas ‘Israel’ pada Kamis (2/10/2025) mulai menggelar sidang deportasi bagi para aktivis Global Sumud Flotilla (GSF) yang ditahan di perairan internasional. Menurut pusat bantuan hukum Adalah, lembaga hukum pertama yang dijalankan warga Arab-Palestina di ‘Israel’, sidang itu digelar “tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada pengacara” para aktivis.
Dalam pernyataannya, Adalah menyebut menerima laporan langsung dari sejumlah peserta flotilla yang ditahan. Mereka mengaku pejabat imigrasi ‘Israel’ tiba-tiba memulai sidang terkait penahanan dan keputusan deportasi di Pelabuhan Ashdod, setelah sebelumnya armada kapal flotilla diserang pasukan laut ‘Israel’ pada Rabu malam (1/10) hingga Kamis dini hari (2/10).
“Proses hukum ini dimulai tanpa pemberitahuan kepada pengacara dan sambil menolak akses para peserta terhadap pendampingan hukum,” tegas Adalah. Langkah itu dinilai sebagai “pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan dan pengingkaran terhadap hak-hak dasar peserta.”
Meski awalnya ditolak masuk, tim hukum Adalah akhirnya berhasil menemui para aktivis di pelabuhan setelah menekan otoritas ‘Israel’. Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Israel ‘Israel’ di X menyatakan bahwa para aktivis yang ditahan “akan dideportasi ke Eropa.”
‘Diserang dengan Meriam Air’
Dalam pernyataan terpisah, pihak Global Sumud Flotilla menyebut ratusan pesertanya “diculik” dan dipaksa naik ke kapal perang besar ‘Israel’ sebelum dibawa ke Pelabuhan Ashdod.
“Mereka diserang dengan meriam air, disiram cairan busuk (skunk water), serta komunikasi mereka diblokir secara sistematis, tindakan represif lain terhadap warga sipil tak bersenjata,” demikian pernyataan GSF.
Flotilla ini terdiri dari lebih dari 40 kapal dengan 400 aktivis dari 47 negara. Kapal-kapal itu dicegat secara ilegal sekitar 80 mil laut (148 kilometer) dari Gaza, saat berlayar membawa bantuan kemanusiaan berupa makanan, susu bayi, dan obat-obatan untuk menembus blokade ‘Israel’ atas Jalur Gaza.
“Ini adalah penculikan ilegal, pelanggaran langsung terhadap hukum internasional dan hak asasi manusia,” lanjut GSF. “Mencegat kapal kemanusiaan di perairan internasional adalah kejahatan perang; menolak akses hukum dan menyembunyikan nasib orang-orang yang ditangkap hanya memperberat kejahatan itu.”
GSF mendesak pemerintah dunia, para pemimpin internasional, dan lembaga global segera turun tangan untuk memastikan informasi terkait para aktivis yang hilang, menjamin keselamatan mereka, dan menuntut pembebasan segera.
“Komitmen kami tetap jelas: mematahkan pengepungan ilegal ‘Israel’ dan menghentikan genosida yang berlangsung terhadap rakyat Palestina. Setiap tindakan represif terhadap flotilla kami, setiap eskalasi kekerasan di Gaza, dan setiap upaya membungkam solidaritas justru semakin memperkuat tekad kami,” tegas pernyataan tersebut. (zarahamala/arrahmah.id)