GAZA (Arrahmah.id) – Channel 12 Israel melaporkan pada Senin (18/8/2025) bahwa posisi ‘Israel’ “tidak berubah” terkait kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas, meskipun Tel Aviv sudah menerima tanggapan gerakan itu atas usulan mediator Mesir dan Qatar. Sementara itu, pemimpin oposisi sekaligus Ketua Partai Persatuan Nasional (Benny Gantz) mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu agar “mengambil keputusan yang benar demi rakyat dan keamanan ‘Israel’”.
Menurut saluran tersebut, ‘Israel’ telah menerima balasan Hamas dan kini sedang mempelajarinya. Seorang sumber diplomatik ‘Israel’ yang tidak disebut namanya menyatakan bahwa “Hamas setuju dengan kesepakatan pertukaran tahanan karena ingin mencegah pasukan ‘Israel’ masuk ke Kota Gaza.”
Namun, sumber itu menambahkan tidak ada jaminan bahwa Tel Aviv mau menerima kesepakatan parsial berupa pertukaran tahanan dan gencatan senjata terbatas. ‘Israel’ tetap bersikeras semua sandera dibebaskan dan syarat-syarat lain dipenuhi agar perang bisa diakhiri.
Sumber itu juga menyebut Menteri Urusan Strategis ‘Israel’, Ron Dermer, telah berdiskusi dengan utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, serta mediator Qatar mengenai tanggapan Hamas. Ia menilai balasan Hamas itu “secara signifikan mempersempit jurang perbedaan di antara kedua pihak”.
Sementara itu, lembaga penyiaran ‘Israel’ melaporkan bahwa proposal Mesir-Qatar yang baru “sangat mirip” dengan inisiatif Witkoff. Rencananya mencakup pembebasan 10 sandera ‘Israel’ yang masih hidup dan penyerahan 18 jenazah, sebagai imbalan atas gencatan senjata 60 hari serta dimulainya perundingan untuk mengakhiri perang.
Dalam konteks yang sama, Benny Gantz menegaskan pemerintah ‘Israel’ sebenarnya memiliki “jaring pengaman politik yang luas” untuk mengamankan kesepakatan ini. Ia pun kembali mendesak Netanyahu agar membuat keputusan yang benar demi rakyat dan keamanan ‘Israel’.
Pada Januari lalu, partai oposisi seperti Persatuan Nasional pimpinan Gantz (12 kursi di Knesset) dan Yesh Atid pimpinan Yair Lapid (24 kursi) sudah menawarkan “jaring pengaman” parlemen agar kesepakatan bisa lolos tanpa bergantung pada partai koalisi sayap kanan-ekstrem.
Namun, dua menteri garis keras, Bezalel Smotrich (Menteri Keuangan, pemimpin Partai Zionisme Religius) dan Itamar Ben-Gvir (Menteri Keamanan Nasional, pemimpin Partai Kekuatan Yahudi), mengancam akan keluar dari koalisi dan menjatuhkan pemerintahan Netanyahu bila kesepakatan tercapai dengan Hamas tanpa ‘Israel’ menguasai penuh Gaza serta membentuk pemerintahan militer di sana.
Rincian Proposal Baru
Hamas sendiri pada Senin (18/8) mengumumkan bahwa mereka bersama faksi-faksi Palestina telah menyetujui proposal Mesir-Qatar tersebut. Usulan itu mencakup pertukaran tahanan serta gencatan senjata di Jalur Gaza.
Menurut sumber Al Jazeera, proposal ini juga meliputi penarikan mundur pasukan ‘Israel’ ke dekat perbatasan agar mempermudah masuknya bantuan kemanusiaan, serta penghentian sementara operasi militer selama 60 hari. Pertukaran dilakukan dalam dua tahap: pembebasan 10 sandera ‘Israel’ yang masih hidup dan penyerahan 18 jenazah, dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina. Selain itu, sejak hari pertama kesepakatan, akan dibahas pula langkah menuju gencatan senjata permanen.
‘Israel’ sendiri memperkirakan ada 50 sandera di tangan Hamas, dengan sekitar 20 di antaranya masih hidup. Di sisi lain, lebih dari 10.800 warga Palestina mendekam di penjara ‘Israel’, di tengah tuduhan kelompok HAM bahwa mereka mengalami penyiksaan dan kelalaian medis. (zarahamala/arrahmah.id)