1. News
  2. Internasional

‘Israel’ Blokir Penerbangan Evakuasi Warga Sipil, Jadikan Mereka Tameng Manusia

Zarah Amala
Senin, 16 Juni 2025 / 20 Dzulhijjah 1446 11:00
‘Israel’ Blokir Penerbangan Evakuasi Warga Sipil, Jadikan Mereka Tameng Manusia
'Israel' sengaja menjadikan warganya sebagai tameng manusia (QNN)

TEL AVIV (Arrahmah.id) – Pemerintah ‘Israel’ dilaporkan telah memerintahkan maskapai penerbangan untuk tidak mengizinkan warga ‘Israel’ yang saat ini berada di dalam negeri untuk menaiki pesawat evakuasi, menurut laporan surat kabar The Marker ‘Israel’. Pesawat-pesawat evakuasi tersebut kini diperuntukkan khusus bagi warga ‘Israel’ yang terjebak di luar negeri, berdasarkan instruksi baru yang dikeluarkan pekan ini.

Pemerintah berdalih bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menghindari kepadatan di Bandara Ben Gurion dan mengurangi risiko korban massal di antara para pemukim yang mencoba melarikan diri dari wilayah pendudukan. Diperkirakan ada antara 100.000 hingga 200.000 warga ‘Israel’ yang sedang berada di luar negeri dan membutuhkan penerbangan pulang. Sementara itu, mereka yang ingin melarikan diri dari dalam wilayah ‘Israel’ tidak diperbolehkan meninggalkan negara.

Maskapai nasional ‘Israel’, El Al, beserta anak perusahaannya Sun Dor, juga mengumumkan pembatalan seluruh penerbangan komersial yang dijadwalkan hingga Kamis (19/6/2025). “Ini dilakukan sesuai keputusan otoritas keamanan dan penerbangan,” jelas pihak maskapai.

Kebijakan pembatasan evakuasi ini memicu keresahan di kalangan warga dan pemukim ‘Israel’ yang ingin melarikan diri di tengah meningkatnya ketegangan regional dan operasi militer yang terus berlanjut.

Meski pemerintah mengklaim bahwa keputusan ini demi alasan keselamatan, para pengamat justru menyoroti standar ganda dalam strategi perang ‘Israel’, terutama terkait bagaimana negara itu menggunakan warga sipilnya dalam kebijakan militer.

‘Israel’ kerap menuduh kelompok perlawanan Palestina menggunakan warga sipil sebagai “tameng manusia”. Namun faktanya, strategi militer ‘Israel’ justru membenamkan infrastruktur vital ke dalam lingkungan sipil.

Di kota-kota seperti Tel Aviv dan Be’er Sheva, pusat komando militer, markas intelijen, dan basis-basis militer utama dibangun di tengah-tengah permukiman sipil, dikelilingi oleh mal, sekolah, rumah sakit, dan apartemen. Bukan dibentengi beton, melainkan “dilindungi” oleh keberadaan warga sipil.

Fenomena serupa terjadi di Tepi Barat yang diduduki, di mana permukiman-permukiman ilegal ‘Israel’ berfungsi ganda: sebagai pos penjagaan sekaligus perisai manusia dalam strategi kolonial. Para pemukim bersenjata, termasuk keluarga dengan anak-anak, ditempatkan jauh di dalam zona konflik, menjadikan mereka garda terdepan dalam kebijakan pertahanan ‘Israel’. (zarahamala/arrahmah.id)