1. News
  2. Internasional

Intelijen ‘Israel’ Gunakan Teknologi Cloud Microsoft untuk Mata-matai Jutaan Warga Palestina

Zarah Amala
Kamis, 7 Agustus 2025 / 13 Safar 1447 10:30
Intelijen ‘Israel’ Gunakan Teknologi Cloud Microsoft untuk Mata-matai Jutaan Warga Palestina
Microsoft terus menyangkal bahwa mereka mengetahui sifat data tersebut dan menegaskan kembali bahwa mereka tidak mengizinkan penggunaan teknologinya untuk mengidentifikasi target dalam operasi militer [Getty]

GAZA (Arrahmah.id) – Sebuah investigasi gabungan oleh The Guardian, +972 Magazine, dan Local Call mengungkap bahwa dinas intelijen ‘Israel’ menggunakan teknologi cloud milik Microsoft untuk menyimpan dan menganalisis jutaan percakapan telepon yang disadap dari warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang diduduki.

Program rahasia berskala besar ini dikembangkan oleh Unit 8200, divisi intelijen siber militer ‘Israel’ yang setara dengan NSA di AS. Sistem tersebut mengarsipkan jutaan percakapan melalui server cloud Microsoft Azure di Eropa, tepatnya di pusat data Microsoft di Belanda dan Irlandia.

Diluncurkan sejak 2022, sistem ini memungkinkan para petugas ‘Israel’ untuk memutar ulang dan menganalisis panggilan dalam skala besar, bahkan disebut sanggup memproses hingga “sejuta panggilan per jam”.

Pada Juli 2025, setidaknya 11.500 terabyte atau sekitar 200 juta jam rekaman audio telah diunggah ke sistem tersebut. Microsoft file menyebutkan bahwa Unit 8200 berencana mentransfer hingga 70% data rahasia dan sangat rahasia mereka ke Azure.

Proyek ini disebut dimungkinkan setelah adanya pertemuan pada 2021 antara kepala Unit 8200, Yossi Sariel, dan CEO Microsoft, Satya Nadella, di kantor pusat Microsoft dekat Seattle.

Meski Microsoft mengklaim bahwa Nadella hanya hadir sebentar dan tidak mengetahui isi data yang dipindahkan, dokumen internal dan wawancara dengan sumber internal menyatakan bahwa insinyur Microsoft secara aktif bekerja sama dengan intelijen ‘Israel’ untuk menyesuaikan sistem cloud Azure bagi kebutuhan operasi pengawasan tersebut.

Beberapa staf Microsoft di ‘Israel’, yang merupakan lulusan Unit 8200, disebut mengetahui secara jelas tujuan proyek ini.

Dari Cloud ke Target: Teknologi Sipil Jadi Mesin Perang

Sumber-sumber menyebutkan bahwa data hasil pengawasan tersebut telah digunakan untuk menentukan target serangan udara di Gaza, membenarkan penangkapan di Tepi Barat, dan memeras individu menggunakan informasi pribadi.

Salah satu petugas Unit 8200 mengaku bahwa sistem ini membantu mereka “mencari-cari alasan” untuk menahan seseorang, bahkan ketika tak ada dasar hukum yang sah.

Teknologi AI juga digunakan lewat sistem bernama “noisy message”, yang menyaring semua komunikasi teks antara warga Palestina dan memicu alarm bila mendeteksi kata kunci tertentu. Kini, dengan penyimpanan panggilan di Azure, petugas bisa mengakses rekaman panggilan lama dari orang-orang yang baru menjadi target belakangan.

Bantahan Microsoft dan Tekanan Internal

Microsoft membantah memiliki informasi soal pengawasan warga sipil. Namun, dokumen yang bocor menunjukkan bahwa para insinyurnya secara aktif menyesuaikan pengaturan keamanan Azure untuk mendukung proyek ini.

Begitu rahasianya kerja sama ini, hingga para karyawan Microsoft dilarang menyebut nama Unit 8200 dalam komunikasi internal.

Tahun lalu, sejumlah mantan karyawan Microsoft yang tergabung dalam kampanye No Azure for Apartheid mengatakan bahwa teknisi dengan izin keamanan tinggi secara aktif menangani layanan untuk unit-unit militer rahasia ‘Israel’, termasuk yang berada di kantor perdana menteri.

Para pelapor pelanggaran (whistleblower) ini kemudian dipecat setelah menggelar aksi solidaritas untuk Gaza. Mereka menyebut Microsoft telah “memperalat kebijakan internal” untuk membungkam protes karyawan terkait peran perusahaan dalam perang.

Teknologi Sipil Disulap Jadi Mesin Genosida

Sementara perang ‘Israel’ di Gaza memasuki bulan ke-22 dengan lebih dari 60.000 warga Palestina gugur, kebanyakan dari mereka warga sipil, tekanan terhadap Microsoft terus meningkat. Pada Mei lalu, seorang aktivis bahkan memotong pidato Nadella dan berteriak, “Tunjukkan bagaimana kejahatan perang ‘Israel’ dijalankan lewat Azure!”

Pihak militer ‘Israel’ bersikeras bahwa kerja sama mereka dengan Microsoft adalah bagian dari “perjanjian legal yang diawasi”, dan bahwa semua operasinya “sesuai hukum internasional.” Microsoft juga tetap menyangkal bahwa teknologinya digunakan untuk identifikasi target militer.

Namun kenyataannya, penyelidikan ini menunjukkan bahwa infrastruktur teknologi sipil swasta kini menjadi bagian integral dari mesin pendudukan dan pengawasan.

Seorang sumber intelijen berkata, “Cloud adalah penyimpanan tak terbatas… dan itu adalah solusi kami untuk masalah di arena Palestina.”

Investigasi ini bukan sekadar soal penyalahgunaan teknologi, tetapi juga cerminan dari bagaimana batas antara perusahaan teknologi dan entitas militer negara pendudukan telah kabur. Saat teknologi yang awalnya dirancang untuk konektivitas dan efisiensi kini dipakai untuk mengawasi, menindas, dan membunuh, pertanyaannya bukan lagi soal siapa yang bertanggung jawab, tetapi berapa lama dunia akan terus membiarkannya. (zarahamala/arrahmah.id)