GAZA (Arrahmah.id) – Pasukan pendudukan ‘Israel’ kembali menggempur Gaza City pada Ahad (7/9/2025), menghantam rumah-rumah dan tempat penampungan pengungsi. Serangan udara ini menewaskan puluhan orang dan disertai ancaman baru untuk meratakan menara-menara hunian. Tentara juga menyebarkan perintah evakuasi massal, mengarahkan warga agar mengungsi ke selatan dengan peringatan akan adanya serangan lanjutan.
Sumber medis melaporkan sedikitnya 21 orang tewas sejak fajar, termasuk enam anak-anak. Serangan udara paling mematikan terjadi di sekolah pengungsian di kawasan Yarmouk, di mana enam orang, dua di antaranya anak-anak, meninggal setelah sekolah yang menampung keluarga-keluarga terlantar itu dihantam jet tempur.
Di dekat Rumah Sakit Al-Wafa, dua orang lagi tewas, sementara serangan di Al-Rimal dan Sheikh Radwan menewaskan enam orang lainnya, sebagian besar perempuan dan anak-anak yang berlindung di tenda-tenda pengungsian. Wilayah timur Shuja’iyya dan Tuffah juga dibombardir, sementara di Khan Yunis satu orang meninggal akibat tembakan artileri, dan tim penyelamat menemukan dua jasad yang sudah membusuk.
Tak hanya permukiman, simbol-simbol keagamaan pun tak luput dari serangan. Di Deir Al-Balah, menara Masjid Abu Salim dibom dua kali dalam sehari oleh drone ‘Israel’.
Kementerian Kesehatan Gaza mencatat, dalam 24 jam terakhir ada 87 korban jiwa dan 409 luka-luka. Sejak 7 Oktober 2023, jumlah korban tewas telah menembus 64.368 orang, dengan lebih dari 162 ribu lainnya terluka.
Sebelumnya pada Sabtu (6/9) juga tak kalah mematikan: 74 orang terbunuh hanya di Gaza City, termasuk 30 warga sipil yang ditembak mati saat mencoba mendapatkan makanan di dekat Zikim.
Sejak distribusi bantuan diambil alih oleh lembaga bernama “Gaza Humanitarian Foundation” pada Mei lalu, situasi semakin memburuk. Hampir 2.400 orang terbunuh dan lebih dari 17.000 lainnya terluka akibat tembakan pasukan ‘Israel’ dan kontraktor asing yang menjaga pusat-pusat distribusi tersebut.
Sementara itu, militer ‘Israel’ kembali menjatuhkan ribuan selebaran, mengarahkan warga untuk menuju Mawasi, kawasan di selatan yang disebut sebagai “zona kemanusiaan”. Namun faktanya, wilayah itu berulang kali dibombardir, bahkan tercatat sejumlah pembantaian massal terjadi di sana. “Tidak ada tempat aman di Gaza,” ujar warga yang menolak evakuasi paksa tersebut.
Menara hunian juga jadi sasaran utama. Mashtaha Tower di distrik Nasr dan Al-Susi Tower di Tel Al-Hawa luluh lantak, sementara penghuni Al-Ru’ya Tower diberi peringatan untuk segera angkat kaki sebelum bangunan mereka ikut dihancurkan. ‘Israel’ berdalih bangunan-bangunan ini digunakan Hamas, namun kelompok perlawanan menepisnya sebagai alasan palsu untuk melegitimasi pengusiran.
Di tengah kehancuran, krisis kelaparan terus menelan korban. Kementerian Kesehatan melaporkan lima warga meninggal dalam 24 jam terakhir akibat kelaparan dan malnutrisi, tiga di antaranya anak-anak. Total korban jiwa akibat kelaparan kini mencapai 387 orang, termasuk 138 anak-anak.
Para pejabat memperingatkan krisis ini akan semakin parah jika penyeberangan tidak segera dibuka untuk memasukkan bantuan dalam jumlah besar. Famine resmi diumumkan dua pekan lalu, dan kini telah menyebar dari Gaza City menuju Deir Al-Balah hingga Khan Yunis. (zarahamala/arrahmah.id)