BEIJING (Arrahmah.id) – Surat kabar Financial Times Inggris dalam editorialnya menegaskan bahwa dunia membutuhkan tatanan internasional baru. Media itu memperingatkan bahwa KTT Shanghai Cooperation Organization (SCO) merupakan bukti nyata adanya ambisi untuk membentuk ulang tatanan global.
Menurut editorial tersebut, Presiden China Xi Jinping dalam pidatonya di KTT itu menyatakan bahwa kebangkitan China “tidak bisa dihentikan”, sekaligus meluncurkan apa yang disebutnya sebagai Inisiatif Tata Kelola Global. Inisiatif itu, menurut Xi, berlandaskan pada kerja sama antarnegara untuk membangun “sistem internasional yang lebih adil dan setara.”
Berlatar dari “Gerbang Surga” — tempat Mao Zedong pada tahun 1949 mengumumkan berdirinya Republik Rakyat China — Xi menegaskan kembali bahwa kebangkitan negaranya tidak dapat dihentikan. Di hadapan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, Xi memperingatkan bahwa dunia kini menghadapi pilihan besar antara “perdamaian atau perang.”
Kepemimpinan Baru
Xi juga mengingatkan kembali kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, dan menegaskan peran Beijing dalam kemenangan tersebut. Ia menggambarkan China sebagai penjaga tatanan dunia pascaperang, yang dibangun di atas hukum internasional dan perdagangan bebas. Namun kini, menurutnya, tatanan itu terancam oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Financial Times menilai bahwa pidato Xi mungkin terdengar menarik bagi negara-negara yang sudah bosan dengan kebijakan Trump yang tidak menentu. Namun, media itu menekankan bahwa visi Xi menipu. Sebab, di satu sisi ia menyerukan penghormatan terhadap kedaulatan, tetapi di sisi lain justru bersekutu dengan Putin — arsitek invasi Ukraina — dan dengan Kim yang digambarkan sebagai diktator.
Editorial tersebut juga memperingatkan bahwa China sering ikut campur dalam urusan negara lain jika itu menguntungkan kepentingannya, berusaha mendominasi lembaga-lembaga internasional alih-alih membuatnya lebih demokratis, serta tetap melindungi sektor-sektor strategisnya dengan ketat meski menyerukan perdagangan bebas.
Beijing Bukan Alternatif
Meski Xi dalam pidatonya berbicara tentang dunia “multi-kutub dan multi-kekuatan,” Financial Times menilai maksud sebenarnya adalah sistem yang memungkinkan negara-negara besar membagi dunia ke dalam zona pengaruh dan kendali. Gambaran itu, menurut media tersebut, tidak jauh berbeda dari visi Donald Trump.
Selain itu, parade militer yang ditampilkan Beijing dianggap tidak mencerminkan kekuatan sejati, sebab militer China masih kurang pengalaman tempur nyata dan menghadapi konflik internal.
Menurut Financial Times, negara-negara yang hadir dalam KTT China sebenarnya menyimpan kekhawatiran: mereka tidak ingin mengganti dominasi Amerika Serikat yang demokratis dengan kekuasaan China yang komunis.
Editorial itu menyimpulkan bahwa Amerika Serikat masih memiliki peluang untuk mengembalikan posisinya di panggung global. Namun jika gagal, maka Uni Eropa dan kekuatan lain harus mengambil alih tanggung jawab tersebut. Dunia memang membutuhkan tatanan internasional baru, tetapi bukan yang didasarkan pada visi Xi Jinping.
(Samirmusa/arrahmah.id)