GORONTALO (Arrahmah.id) – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan resmi memecat Wahyudin Moridu, anggota DPRD Provinsi Gorontalo dari Fraksi PDIP, setelah sebuah video dirinya viral di media sosial.
Dalam rekaman itu, Wahyudin terlihat menyatakan secara terang-terangan akan menyalahgunakan uang negara.
“Hari ini menuju Makassar menggunakan uang negara. Kita rampok saja uang negara ini kan, kita habiskan saja biar negara ini makin miskin,” ucap Wahyudin dalam video tersebut.
Selain ucapannya yang menuai kemarahan publik, video itu juga menunjukkan dirinya diduga dalam kondisi mabuk saat menyetir bersama seorang teman wanita.
DPP PDIP menerbitkan Surat Keputusan (SK) pemecatan pada Sabtu, 20 September 2025, dengan alasan Wahyudin melakukan pelanggaran berat terhadap etik dan disiplin partai.
Pihak DPD PDIP Gorontalo kini tengah menyiapkan proses Pergantian Antar Waktu (PAW) untuk mengisi kekosongan kursi yang ditinggalkan Wahyudin di DPRD.
“DPD PDI Perjuangan Provinsi Gorontalo hendak mengingatkan kepada seluruh kader partai agar selalu menjaga nama baik dan kehormatan partai,” tegas Sekretaris DPD PDIP Gorontalo, La Ode Haimudin.
Kasus ini semakin menyita perhatian publik setelah terungkap bahwa Wahyudin pernah terjerat kasus narkoba pada 2020.
Hal itu menimbulkan pertanyaan mengenai mekanisme rekrutmen caleg yang memungkinkan seseorang dengan rekam jejak bermasalah tetap lolos dalam pencalonan legislatif.
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai kejadian ini memperlihatkan lemahnya fungsi partai politik sebagai penyaring awal calon wakil rakyat.
“Ini ada kesalahan di level partai itu sendiri. Kenapa orang dengan rekam jejak semacam itu tetap bisa dicalonkan? Seharusnya partai berfungsi sebagai filter pertama,” ujarnya.
Bivitri juga menyoroti aspek sistemik, termasuk penerbitan Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB) yang tetap bisa dikeluarkan untuk calon dengan riwayat hukum.
Menurutnya, kasus Wahyudin Moridu menjadi potret pembelajaran penting bagi partai politik dalam proses rekrutmen dan bagi institusi negara dalam penegakan aturan pencalonan pejabat publik.
(ameera/arrahmah.id)