Sepintas, “negara” Yahudi “Israel” terlihat masih gagah perkasa dalam menjalankan misi penjajahannya di atas bumi Palestina yang telah mereka duduki selama 77 tahun. Seakan-akan apa saja bisa mereka lakukan, termasuk membunuh dua juta lebih kaum Muslimin Gaza dengan membombardir mereka setiap saat menggunakan ribuan ton bom berdaya ledak tinggi, serta memblokade semua akses masuk bantuan makanan, minuman, dan obat-obatan ke Gaza, khususnya sejak 7 Oktober 2023 lalu, agar semua penduduknya mati karena bom atau kelaparan.
Namun hakikatnya bukanlah seperti yang tampak di mata atau di media. Faktanya sangat bertolak belakang. Contohnya, untuk membebaskan satu orang tawanan saja, penjajah “Israel” tidak mampu jika tidak disetujui oleh HAMAS, walaupun 85% kota Gaza yang luasnya 365 km² telah hancur menjadi puing-puing.
Sesungguhnya “Israel” sedang melewati masa paling sulit, kritis, dan lemah. Terutama sejak peristiwa Thufanul Aqsha (Badai Al-Aqsha) yang dilancarkan HAMAS pada 7 Oktober 2023. Kondisinya ibarat seorang kakek tua yang sedang digerogoti berbagai penyakit kronis—untuk menghela napas pun sulit.
Saking parahnya kondisi “Israel” yang saat ini dipimpin oleh Benyamin Netanyahu, negara penjajah tersebut bisa dikatakan sedang sekarat. Bahkan Yitzhak Brik, jenderal purnawirawan Yahudi sendiri pernah mengingatkan: “Israel” akan segera hancur, dan kehancurannya tinggal menunggu waktu jika perang di Gaza terus berlanjut.
Dapat dipahami, jika bukan karena dukungan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa secara finansial, persenjataan, dan teknologi, niscaya dunia sudah menyaksikan “Israel” menjadi sampah sejarah, dan sisa dari 6,8 juta kaum Yahudi di Palestina akan kembali ke negara asal mereka seperti AS, Eropa Barat, atau bahkan ke Oblast Otonom Yahudi seluas 36.000 km² di perbatasan Rusia-Cina yang diberikan Stalin kepada mereka pada tahun 1934 sebagai “kado” atas keberhasilan Yahudi melancarkan Revolusi Bolshevik 1917 yang menggulingkan Kerajaan Tsar Kristen Ortodoks.
Kapan “Israel” Hancur?
Syaikh Asy-Syahid Ahmad Yasin rahimahullah pernah mengatakan bahwa “Israel” akan hancur sekitar tahun 2027. Beliau beralasan, “Israel” didirikan dan dijalankan dengan penuh kezaliman, dan kezaliman tidak akan pernah abadi.
Kaum Yahudi sendiri meyakini bahwa mereka sedang memasuki Laknat Dekade Kedelapan. Dalam keyakinan mereka, kekuasaan Yahudi—seperti di era Nabi Daud dan Nabi Sulaiman—tidak pernah melebihi delapan dekade atau 80 tahun. Maka, “negara Israel” yang mereka yakini sebagai kerajaan Yahudi ketiga tinggal tersisa sekitar tiga tahun, yakni hingga tahun 2028.
Keyakinan ini menyebabkan banyak Yahudi mengalami stres, dan setiap hari lebih dari 5.000 orang di antara mereka eksodus ke luar Palestina—kembali ke negeri asal orang tua mereka seperti Jerman, Inggris, dan AS, atau pindah ke tempat yang dianggap lebih aman seperti Siprus.
Kehancuran Yahudi dan Kemenangan Umat Islam
Dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah ﷺ, kehancuran Yahudi di Palestina adalah sebuah kepastian. Tidak ada keraguan bagi kaum Mukmin yang memahami Kitabullah dan Sunnah Rasul serta sejarah.
Kekalahan Yahudi dan kehancuran “Israel” adalah gong kemenangan umat Islam global akhir zaman. Setelah Palestina yang menjadi lokasi Masjid Al-Aqsha (kiblat pertama umat Islam) merdeka, negeri-negeri Islam yang kini terpecah menjadi lebih dari 54 negara dan masih terjajah secara politik, ekonomi, teknologi, budaya, media, hukum, dan kepemimpinan, akan mulai merdeka satu per satu. Karena kekuatan Zionis-Yahudi yang mencengkeram dunia selama satu abad akan hancur lebur di Palestina. Kecuali Afghanistan—satu-satunya negeri Islam yang tidak pernah dijajah.
Setelah Palestina merdeka, kemenangan besar umat Islam akan menyusul dalam sebuah perang besar bernama Al-Malhamah Al-Kubro melawan pasukan bangsa Romawi (Eropa) di A’maq atau Dabiq—sebuah wilayah luas dan datar antara Aleppo (Suriah) dan perbatasan Turki.
Pasukan Romawi dari 80 negara akan datang dengan 12.000 prajurit per negara (total 960.000 orang). Mereka akan menghadapi kaum Muslimin dari Ghouthah dan Damaskus. Perang ini akan diawali oleh perdamaian, namun salah satu dari mereka akan mengkhianatinya. Maka, dimulailah perang besar tersebut.
Sepertiga Mujahidin akan lari dan tidak diterima taubatnya, sepertiga akan gugur syahid, dan sepertiga lainnya akan memenangkan perang secara mutlak. Setelah itu, negeri-negeri Islam akan bersatu kembali di bawah panji Islam, dan penguasa-penguasa boneka Zionis-Salibis akan jatuh.
Sistem Kekalahan dan Kemenangan
Sunnatullah (sistem Allah) menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Semua peristiwa yang terjadi hari ini adalah pengulangan sejarah. Pelakunya saja yang berbeda. Allah telah menekankan agar sejarah itu dijadikan pelajaran dan bukti kekuasaan-Nya (QS Yunus: 62).
Indikator Kekalahan Yahudi dan Kehancuran “Israel”
Al-Qur’an menyebutkan bahwa kaum Yahudi telah dua kali melakukan kerusakan besar-besaran di muka bumi. Saat mereka melakukan kerusakan, Allah bangkitkan kaum yang gagah perkasa untuk menghancurkan mereka.
Pertama, kehancuran terjadi saat Raja Babilonia, Nebukadnezar, menghancurkan Kerajaan Yehuda dan menggiring kaum Yahudi ke Babilonia tahun 586 SM.
Kedua, kehancuran akan datang saat ini, ketika mereka menjajah Palestina dan melakukan kejahatan besar. Allah limpahkan harta dan dukungan kepada mereka, tetapi jika semua itu digunakan untuk kerusakan, maka azab Allah datang dalam bentuk manusia luar biasa—kaum Mujahidin dari berbagai negeri Islam—yang akan mengalahkan, mempermalukan, dan mengusir mereka dari Palestina. (QS Al-Isra’: 4–8)
Hadits Nabi ﷺ juga menegaskan bahwa kaum Muslimin akan memerangi Yahudi hingga mereka bersembunyi di balik batu dan pohon, dan batu atau pohon akan berkata: “Wahai Muslim, wahai hamba Allah! Di belakangku ada Yahudi, bunuhlah dia,” kecuali pohon gharqad. (HR. Muslim)
Hakikat Kemenangan
Kemenangan sejati hanya datang dari Allah—bukan karena kekuatan, strategi, atau teknologi. Namun, umat Islam tetap wajib mempersiapkan kekuatan semaksimal mungkin. (QS At-Taubah: 25–26, QS Al-Anfal: 60)
Bukti sejarahnya sudah banyak: dari perang Badar, Shalahuddin Al-Ayyubi, Saifuddin Qutz, Muhammad Al-Fatih, hingga perlawanan Mujahidin di Afghanistan dan Gaza.
Syarat Kemenangan
- Ikhlas berjihad di jalan Allah hanya untuk mencari rahmat dan ridha-Nya. (QS Al-Baqarah: 218)
- Adanya dua kelompok: satu berjihad dengan harta dan jiwa, dan satu lagi menuntut ilmu untuk berdakwah di tengah masyarakat. (QS At-Taubah: 122)
- Sabar menghadapi ujian berat dalam jihad. (QS Al-Baqarah: 214)
- Menjadikan jihad sebagai transaksi iman paling mahal untuk mendapatkan surga. (QS At-Taubah: 111, QS Ash-Shaf: 10–14)
Kesimpulan
- Kekalahan Yahudi penjajah Palestina dan kehancuran “Israel” adalah kepastian dari Allah dan Rasul-Nya.
- Hal ini menjadi tanda kemenangan global umat Islam sudah dekat.
- Kemenangan itu tidak akan datang dari para penguasa Arab dan Islam lainnya, apalagi Iran, karena mereka telah terpapar virus Zionis-Salibis dan cinta dunia.
- Siapkan diri dan keluarga untuk mendukung jihad Palestina dengan doa, harta, media, dan segala potensi yang dimiliki.
- Tanamkan keyakinan kepada Allah, tawakkal dan optimisme berdasarkan syariat-Nya, dan jangan menggantungkan harapan pada kaum kafir dan penguasa boneka mereka.
- Janji Allah tentang kehancuran Yahudi dan kemenangan kaum Mukmin sudah dekat. Insyaa Allah, kaum Muslimin akan bergembira.
Allahu Akbar! Kemenangan bagi kaum Muslimin Palestina dan dunia.
(*/arrahmah.id)
Editor: Samir Musa