GAZA (Arrahmah.id) – Seorang tenaga medis Palestina tewas pada Senin (4/8/2025) setelah sebuah kotak bantuan yang dijatuhkan dari udara menghantam langsung kepalanya di daerah Al-Zawayda, Gaza tengah.
Korban bernama Odai Nafez Quraan, seorang perawat di Rumah Sakit Al-Aqsa. Dalam sebuah video yang sempat beredar, Quraan terlihat mengkritik keras pengiriman bantuan lewat udara.
“Ini penghinaan,” ujarnya. “Kalau kalian bisa menjatuhkan bantuan dari udara, itu artinya kalian juga bisa membuka blokade lewat darat.”
Ia secara khusus menyebut Mesir dan Yordania, dan memohon, “Demi Tuhan, kasihanilah kami.”
Bantuan Udara: Tidak Cukup dan Tidak Efisien
Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) juga mengkritik bantuan udara sebagai cara yang “tidak cukup dan tidak efisien.”
“Airdrop itu setidaknya 100 kali lebih mahal dibanding truk. Satu truk bisa mengangkut dua kali lebih banyak bantuan daripada satu pesawat,” ungkap Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, lewat akun X-nya.
“Kalau ada kemauan politik untuk mengizinkan airdrop, yang mahal, tidak efisien, dan tidak memadai, seharusnya juga ada kemauan politik untuk membuka perbatasan darat,” tegasnya. “Saat warga Gaza sekarat karena kelaparan, satu-satunya solusi adalah membanjiri Gaza dengan bantuan.”
Lazzarini menambahkan bahwa saat ini ada 6.000 truk berisi bantuan yang tertahan di luar Gaza, menunggu izin untuk masuk.
Saat gencatan senjata awal tahun ini, UNRWA dan lembaga-lembaga PBB lainnya mampu mengirim 500 hingga 600 truk bantuan per hari.
“Bantuan menjangkau seluruh penduduk Gaza dengan aman dan bermartabat. Kelaparan berhasil ditekan, tanpa ada bantuan yang disalahgunakan,” katanya. “Mari kita kembali ke cara yang terbukti berhasil. Biarkan kami bekerja.”
Lebih dari 1.000 Pencari Bantuan Tewas
Sejak akhir Mei, lebih dari 1.000 warga Palestina yang mencari bantuan tewas di sekitar lokasi distribusi yang dijalankan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), lembaga kontroversial yang didukung Amerika Serikat dan Israel.
Hanya dalam dua hari, 30 dan 31 Juli, sebanyak 105 warga Palestina terbunuh dan sedikitnya 680 lainnya terluka di sepanjang jalur konvoi bantuan di daerah Zikim, Khan Younis selatan, serta sekitar lokasi GHF di Gaza tengah dan Rafah, menurut data Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).
Secara total, sejak 27 Mei, OCHA mencatat sedikitnya 1.373 warga Palestina tewas saat mencari makanan; 859 di sekitar lokasi GHF dan 514 lainnya di sepanjang jalur konvoi bantuan.
OCHA menyebutkan bahwa sebagian besar pembunuhan dilakukan oleh militer ‘Israel’. Meski mereka menyadari adanya unsur bersenjata lain di wilayah tersebut, tidak ditemukan bukti keterlibatan mereka dalam aksi-aksi pembunuhan ini.
“[Kantor PBB] tidak memiliki informasi yang menunjukkan bahwa para korban terlibat langsung dalam pertempuran atau menimbulkan ancaman bagi pasukan ‘Israel’ atau siapa pun. Setiap korban hanyalah orang yang tengah berjuang mati-matian untuk bertahan hidup, bagi diri mereka sendiri, keluarga, dan orang-orang yang mereka cintai,” ujar laporan PBB.
Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas, menyebut langkah ‘Israel’ menjatuhkan bantuan dari udara sebagai “langkah formal penuh tipu daya,” yang dimaksudkan untuk “memoles citra mereka di mata dunia” di tengah genosida yang terus berlangsung di Gaza.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sejak Oktober 2023, sedikitnya 169 warga Palestina, termasuk anak-anak, meninggal dunia akibat kelaparan dan kekurangan gizi yang disebabkan blokade ”Israel’. (zarahamala/arrahmah.id)